Nabila Althafunisa tiba-tiba saja harus menikah dengan seorang pria bernama Dzaki Elrumi Adyatama, seorang pria yang usianya 10 tahun lebih muda darinya yang masih berstatus mahasiswa di usianya yang sudah menginjak 25 tahun. Dzaki tiba-tiba saja ada di kamar hotel yang Nabila tempati saat Nabila menghadiri pernikahan sahabatnya yang diadakan di hotel tersebut.
Anehnya, saat mereka akan dinikahkan, Dzaki sama sekali tidak keberatan, ia malah terlihat senang harus menikahi Nabila. Padahal wanita yang akan dinikahinya itu adalah seorang janda yang memiliki satu putra yang baru saja menjadi mahasiswa sama seperti dirinya.
Siapakah Dzaki sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalalati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Manis
"Gak apa-apa, Yang. Kan abis pulang dari sini, kamu mau ajak Hazel ngobrol."
"Justru itu, aku deg-degan, Mas."
"Semangat, Yang. Tapi nanti pasti kamu lega," Dzaki menenangkan.
"Iya, sih," ujar Nabila pasrah. Ia menatap sang suami yang sibuk dengan laptopnya. "Mas masih ada kerjaan?"
"Dikit sih, Yang. Bentar, ya," ujar Dzaki sambil sibuk mengetik sesuatu dan wajahnya begitu serius menatap layar laptopnya.
Nabila pun menghampiri Dzaki yang duduk bersandar ke headboard tempat tidur dengan kaki berselonjor dan laptop berada dipangkuannya. Nabila melihat layar laptopnya penuh dengan kode-kode yang tak dipahaminya.
"Istriku kepo, deh," komentar Dzaki sambil terus mengetik.
Nabila tersenyum. "Ya kepo dikit sama kerjaan Mas gak apa-apa 'kan?
"Gak apa-apa," jawab Dzaki kemudian ia terus mengetik program-program yang sedang dibuatnya.
Nabila melirik ke arah wajah sang suami begitu serius. Hati Nabila kembali bergetar. Suaminya begitu tampan. Ia juga masih sangat muda. Nabila merasa beruntung. Semakin hari, Dzaki juga semakin membuat Nabila merasakan rasa cinta yang ia rasakan terhadap Nabila. Setiap bangun tidur ia mengecek ponsel, selalu ada pesan dari Dzaki. Setiap ia akan tidur pun sama, walaupun belum tinggal bersama, Dzaki terasa begitu dekat.
Nabila menyandarkan kepalanya pada bahu sang suami. Rasanya di kesempatan yang langka ini, ia ingin bermanja-manja pada sang suami.
Jari-jari Dzaki sontak berhenti menari di atas keyboard itu ketika kepala Nabila menyentuh pundaknya. Jantungnya langsung bergemuruh tak karuan. Dzaki paling bahagia jika Nabila sudah menunjukkan sikap bahwa perasaan Nabila kini sudah berjalan beriringan dengan perasaan Dzaki.
"Mas kerja aja, aku tungguin. Nanti kita tidur bareng," ujar Nabila sambil memejamkan matanya.
Dzaki pun mengecup rambut hitam sang istri pelan. Hal yang paling Dzaki sukai dari Nabila adalah rambut hitam lebatnya. "Sebentar ya, Sayang. Udah ini kita tidur."
"Iya, Mas," sahut Nabila merasa nyaman dengan posisi itu. Secepatnya ia ingin bisa seperti ini setiap saat, tidur bersama, setiap hari.
Kemudian Dzaki pun kembali mengerjakan pekerjaannya. Namun setelah sepuluh menit ia sudah tidak sabar. Ia tutup laptopnya begitu saja.
"Udah selesai, Mas?" tanya Nabila bangkit dari sandarannya pada pundak Dzaki.
Dzaki menyimpan laptopnya di meja belajar Nabila, yang ada di samping tempat tidur. "Belum. Tapi aku gak bisa fokus, nanti aja dilanjut."
"Kenapa? Ada kendala?" tanya Nabila.
"Iya. Tapi kendalanya bukan di pekerjaannya, tapi karena aku pengen kangen-kangenan sama istri aku," ujar Dzaki.
Nabila mengulum senyumnya. "Nanti gimana kalau Mas malah kerjaannya gak selesai?"
"Nanti aku pasti cepet beresin, kok. Abis manja-manjaan sama istri akunya juga 'kan jarang. Terus kita harus 'sering', biar cepet ada dede bayi di sini," ujar Dzaki seraya mengelus pelan perut sang istri.
"Mas..." tegur Nabila tersipu.
Dzaki pun mendekat pada Nabila, kemudian usaha untuk menghadirkan si buah hati pun mereka lakukan lagi.
Keesokan harinya, Nabila dan Dzaki kembali ke Jakarta setelah mereka santap pagi bersama. Nabila sudah berada di rumahnya. Rumah masih sangat sepi, Hazel belum pulang. Nabila bisa bernafas lega, ia pulang lebih awal dari sang putra.
Tak lama terdengar deru motor besar Hazel. Seketika Nabila semakin berdebar.
"Assalamualaikum," salam Hazel saat masuk rumah.
"Waalaikumsalam, Nak. Udah pulang?" tanya Nabila dan Hazel mencium tangan sang ibu.
"Iya, Bun. Aku mau mandi terus ganti baju, terus ke kampus," ujar Hazel lesu.
"Kalau gitu seudah mandi, kita sarapan bareng ya? Ada yang pengen Bunda omongin sama kamu," ujar Nabila.
"Ya udah. Aku ke atas dulu," angguk Hazel.
Hazel tidak bisa berpikir bahwa yang akan dikatakan adalah mengenai pria yang kini masuk ke dalam kehidupannya.