Novel kesebelas💚
Nabila Althafunisa tiba-tiba saja harus menikah dengan seorang pria bernama Dzaki Elrumi Adyatama, seorang pria yang usianya 10 tahun lebih muda darinya yang masih berstatus mahasiswa di usianya yang sudah menginjak 25 tahun. Dzaki tiba-tiba saja ada di kamar hotel yang Nabila tempati saat Nabila menghadiri pernikahan sahabatnya yang diadakan di hotel tersebut.
Anehnya, saat mereka akan dinikahkan, Dzaki sama sekali tidak keberatan, ia malah terlihat senang harus menikahi Nabila. Padahal wanita yang akan dinikahinya itu adalah seorang janda yang memiliki satu putra yang baru saja menjadi mahasiswa sama seperti dirinya.
Siapakah Dzaki sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalalati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32: Pencemburu
Setelah selesai bimbingan dengan dosen pembimbingnya, Dzaki membawa mobilnya menuju kantor Nabila. Ia datang tepat di jam makan siang. Ia pun menelepon sang istri.
"Waalaikumsalam. Yang, aku di luar kantor kamu." Dzaki mengumumkan segera saat terdengar suara Nabila di sana.
Di ruangan tempatnya bekerja, sontak Nabila yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya, membawa tas kecilnya menuju lobi dengan perasaan riang. Kemudian Nabila melihat mobil Dzaki yang berhenti tepat di depan lobi kantornya.
Nabila tersenyum pada Dzaki saat sang suami melihat keberadaannya, dan menghampirinya. Namun langkahnya terhenti karena seseorang memanggilnya, "Nabila."
Nabila pun menoleh dan melihat managernya menghampirinya. "Pak Marcel?"
Dzaki di belakang kemudi mengerutkan dahi, bertanya-tanya siapa pria itu. Pria itu terlihat lebih tua dari Nabila. Tatapannya sangat kentara memberitahukan Dzaki bahwa pria itu tertarik pada sang istri. Dzaki tak bisa tinggal diam. Ia pun turun dari mobil dan menghampiri Nabila.
Nabila masih terus membicarakan mengenai pekerjaannya dengan Marcel sampai pria itu menyadari Dzaki yang berjalan ke arah mereka. Dzaki pun berdiri di belakang sang istri dengan tatapan tak suka pada Marcel.
"Maaf, ada yang perlu saya bantu?" tanya Marcel pada Dzaki heran. Siapa pria ini?
Nabila sendiri terkejut tiba-tiba saja sang suami ada di belakangnya. "Mas..."
"Kamu masih ada kerjaan?" tanya Dzaki pada sang istri.
"Mas ini manager di divisi aku. Namanya Pak Marcel," ucap Nabila memperkenalkan.
"Siapa ini, Bil?" tanya Marcel merasa aneh karena Nabila memanggil pria muda ini dengan sebutan 'mas'.
Dzaki pun mengulurkan tangannya pada Marcel. "Perkenalkan, saya suaminya Nabila."
Kedua mata Marcel membulat sempurna. "Suami?"
"Mas..." tegur Nabila sambil menatap Dzaki dengan peringatan.
"Pak Marcel, karena ini sedang waktunya istirahat makan siang dan waktu istirahat juga tidak banyak, saya akan membawa istri saya untuk makan siang bersama sekarang. Permisi," pamit Dzaki tanpa menunggu. Ia meraih tangan sang istri membuat Marcel tak bisa melepaskan pandangannya dari tangan Dzaki yang menggenggam mesra tangan Nabila.
Kemudian mobil Dzaki sudah bergabung di jalanan.
"Mas, kita 'kan belum akan kasih tahu orang-orang tentang pernikahan kita?" protes Nabila merasa khawatir.
"Terus kamu maunya aku biarin kamu gitu pas kamu diajak ngobrol kayak tadi sama atasan kamu? Dia kelihatan banget suka sama kamu, Yang," kesal Dzaki sambil terus menyetir.
"Tadi itu Pak Marcel nanyain tentang kerjaan, Mas," sanggah Nabila.
"Iya, tapi dia juga nunjukin banget dia suka sama kamu."
Nabila tak menyahut. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pria bernama Marcel itu memang menyimpan ketertarikan padanya sejak lama.
"Bener 'kan? Atau jangan-jangan kamu udah pernah ditembak sama dia?" telisik Dzaki.
"Ya udah, aku ceritain siapa dia biar Mas gak salah paham. Pak Marcel itu adik tingkatnya almarhum Mas Hadi. Semenjak Mas Hadi gak ada dia memang jadi baik banget sama aku. Banyak yang bilang dia suka sama aku, tapi aku gak pernah gubris dia, Mas."
"Dia emang belum nikah?" tanya Dzaki.
"Dia sempet nikah tapi udah cerai. Udah punya anak juga umurnya tujuh tahun."
"Jadi dia ngerasa serasi gitu sama kamu karena dia seorang duda? Untung aja tadi aku turun dan langsung ngenalin diri sebagai suami kamu. Biar dia tahu kalau sekarang kamu udah ada yang punya," gerutu Dzaki.
Nabila tersenyum gemas. "Aku juga seneng tadi Mas bawa aku pergi."
Dzaki melirik sekilas pada sang istri. Senyumnya merekah saat sang istri menatapnya lembut. "Yang, sama orang lain apalagi Marcel, jangan suka kayak gitu ya senyumnya."
"Masa aku gak boleh senyum sama orang lain, Mas?"
"Abis senyum kamu bikin orang lain jatuh cinta, Yang."
"Mas, apaan sih..." Nabila merona.
Dzaki terkekeh salah tingkah. "Beneran. Aku tebak, si Marcel itu pasti suka kayak tadi, tiba-tiba ngajak kamu ngobrol. Padahal yang kalian bahas itu tentang kerjaan atau apalah, iya 'kan? Tapi sebenernya dia itu cari kesempatan aja biar bisa ngobrol sama kamu. Mulai sekarang kamu harus menghindar ya kalau dia ngajak kamu ngobrol. Kamu harus jaga perasaan aku, Yang. Aku pencemburu loh," ujar Dzaki memperingatkan.
"Iya, Mas. Aku akan nurut kata suami aku," ujar Nabila patuh seraya mengusap pipi Dzaki dengan gemas.
Dzaki meraih tangan sang istri dan terus menggenggamnya. Lagi-lagi ia tersipu karena Nabila yang menyebutnya 'Suami'.
"Sekarang mau ke mana, Mas?"
Bersamaan itu mereka tiba di sebuah restoran. "Kita makan di sini ya."
"Restoran Sunda?"
"Iya, istri akunya 'kan asalnya dari Sunda. Jadi kita makan di sini biar berasa lagi resepsi nikahan kita."