Ciara lemas setengah mati melihat garis dua pada alat tes kehamilan yang dipegangnya. Nasib begitu kejam, seolah perkosaan itu tak cukup baginya.
Ciara masih berharap Devano mau bertanggung jawab. Sialnya, Devano malah menyuruh Ciara menggugurkan kandungan dan menuduhnya wanita murahan.
Kelam terbayang jelas di mata Ciara. Kemarahan keluarga, rasa malu, kesendirian, dan hancurnya masa depan kini menjadi miliknya. Tak tahan dengan semua itu, Ciara memutuskan meninggalkan sekolah dan keluarganya, pergi jauh tanpa modal cukup untuk menanggung deritanya sendirian.
Di jalanan Ciara bertaruh hidup, hingga bertemu dengan orang-orang baik yang membantunya keluar dari keterpurukan.
Sedangkan Devano, hatinya dikejar-kejar rasa bersalah. Di dalam mimpi-mimpinya, dia didatangi sesosok anak kecil, darah daging yang pernah ditolaknya. Devano stres berat. Dia ingin mencari Ciara untuk memohon maafnya. Tapi, kemana Devano harus mencari? Akankah Ciara sudi menerimanya lagi atau malah akan meludahinya? Apakah Ciara benar membunuh anak mereka?
Apapun risikonya, Devano harus menerima, asalkan dia bisa memohon ampunan dari Ciara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yeni Erlinawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Refreshing
1 setengah tahun sudah Ciara bekerja dikantor milik Olive yang berarti usia baby Al sekarang sudah menginjak 2 tahun. Diusianya saat ini baby Al sudah sangat pandai dalam berjalan namun untuk berucap ia masih sedikit kesusahan dan masih cadel untuk menyebutkan beberapa huruf yang sangat susah untuk lidahnya contohnya dalam pengucapan huruf R dan S.
Seperti biasanya di pagi hari Ciara akan menyiapkan keperluan dirinya untuk kekantor dan untuk pagi ini ia harus pergi kekantor sendiri tanpa ditemani oleh baby Al karena Dea tengah libur sekolah setelah melakukan Ujian akhir untuk kelas 12 maka Ciara dengan berat hati harus menitipkan baby Al ke Dea.
"Mama kerja dulu ya sayang. Jangan nakal sama aunty Dea ya," pamit Ciara sembari mengelus rambut baby Al yang tengah berdiri didepannya. Mengantarkan dirinya di depan pintu rumahnya bersama Dea tentunya.
Kini tatapannya berpindah ke arah Dea yang berada tepat dibelakang baby Al.
"Kakak titip Al dulu ya De. Tokonya gak usah dibuka dulu gak papa. Kalau nanti Al rewel langsung telfon Kakak ya." Dea mengangguk dan menggendong baby Al.
"Hati-hati Kak," ucapnya sembari menyalimi tangan Della.
"Salim sama Mama dulu sayang!" perintah Ciara sembari mengulurkan tangannya kearah baby Al. Dengan pintarnya baby Al menerima tangan Ciara dan menciumnya.
"Uh pintar sekali sih anak Mama." Ciara mengecup pipi baby Al dengan gemas hingga bekas lipsticknya menempel ke pipi baby Al.
"Kakak berangkat dulu. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. Bye bye dulu sayang!" ucap Dea dengan lambaian tangan dari baby Al.
"Bye bye Mama. Semangat kerjanya," sambungnya.
Ciara pun tersenyum, ia segera masuk kedalam taksi yang sedari tadi sudah menunggunya di depan rumah. Untuk hari ini Olive pun tak bisa menjemput dirinya karena ada panggilan alam yang mendadak dan karena Ciara tak mau telat dalam bekerja, ia memilih untuk pergi duluan dengan menggunakan taksi online.
...*****...
In New York city
Devano masih saja bergulat dengan beberapa kertas di mejanya dengan sangat serius hingga pintu ruangannya terbuka tanpa diketuk terlebih dahulu.
Devano melirik kearah pintu. Setelah ia mengetahui siapa gerangan yang tidak mempunyai sopan santun itu, Devano kembali mengalihkan pandangan ke dokumen di meja kerjanya.
"Kerja mulu Dev. Gak pegel tuh mata?" tanya Rafa. Yap orang yang tak sopan tersebut adalah sahabat kuliahnya.
Devano tak menjawab ucapan dari Rafa.
Rafa mencebikkan bibirnya sembari mendudukkan tubuhnya di kursi depan Devano yang hanya terhalang oleh meja saja. Ia menaruh dagunya di kedua telapak tangannya yang sudah menempel di meja Devano. Ia menatap lekat wajah Devano.
"Dev," panggil Rafa yang sedari tadi hanya diacuhkan oleh Devano.
"Hmmm." Hanya deheman sesaat yang harus ia dengarkan dari mulut Devano.
"Besok lusa kan kita udah libur semester."
"Terus?" tanya Devano tanpa mengalihkan pandangannya.
"Lo gak punya niatan buat pulang ke Indonesia gitu?" Devano berhenti sejenak sebelum menatap wajah Rafa.
"Belum tau," ucapnya setelah itu ia kembali lagi dengan kerjaannya.
"Hais. Kalau lo gak pulang. Kita liburan aja gimana?"
"Gak," tolak Devano.
"Otak lo juga butuh refreshing lho Dev," bujuk Rafa. Devano mengabaikan ucapan dari Rafa.
"Ayo lah Dev 5 hari aja deh kalau lo gak mau lama-lama ninggalin kantor lo ini."
"Gak."
"Ya udah kalau gitu 4 hari gimana?" Bujuk Rafa tanpa menyerah.
"Gak."
"3 hari deh."
"Gak." Lagi-lagi ajakan Rafa ditolak oleh Devano. Memang sangat sulit mengajak Devano berlibur bahkan keluar untuk nongkrong saja mereka tak pernah dan itu membuat Rafa bingung untuk membujuk Devano agar ikut bersosialisasi diluar bersama. Bahkan membujuk Devano lebih sulit dibanding dengan membujuk gadis-gadis disana.
"2 hari deh 2 hari," ucapnya tanpa pantang menyerah.
Terdengar helaan nafas dari Devano. Devano menaruh bolpoin yang sedari tadi ia gunakan untuk menandatangani berkas di depannya. Ia menatap tajam Rafa.
"Kemana?" tanya Devano akhirnya. Tak bisa dipungkiri ia juga membutuhkan refreshing otak saat ini bukan hanya otak saja tapi juga hati yang terus saja tak memiliki rasa tenang.
Rafa mengembangkan senyumnya. Ia membenarkan posisi duduknya.
"Lo mau kemana?" bukannya menjawab Rafa malah bertanya balik.
"Terserah," ucap Devano.
"Hmm gimana kalau ke Paris?"
"Jauh," tolak Devano.
"Kalau Jerman."
"Sama aja jauh. Lainnya," ucap Devano.
"Jepang?"
"Itu lebih jauh lagi." Lagi-lagi usulan dari Rafa harus ditolak mentah-mentah oleh Devano.
"Ya udah kalau gitu gimana kalau kita ke Malaysia sekalian gue mau ketemu sama gebetan disana," tuturnya sembari menaik turunkan alisnya.
Devano menatap wajah Rafa tak percaya.
"Lo punya gebetan?" tanyanya meragukan ucapan dari Rafa tadi.
"Punya lah. Emangnya lo, muka aja yang ganteng tapi sayang kegantengannya gak bisa dimanfaatkan." Devano membelalakkan matanya. Tangannya kini bergerak mengambil bolpoin tadi setelah itu ia melemparkan bolpoinnya ke arah Rafa.
"Awssss-tagfirullah," ucap Rafa sembari memegangi dahinya yang tadi terkena lemparan Devano.
"Bisa gak sih kalau mau main lempar-lemparan tuh ngomong dulu biar gue bisa menghindar. Walaupun nih bolpoin kecil tapi kalau kena juga sakit. Untung aja bukan mata yang kena," protes Rafa.
"Bodoamat. Makanya kalau ngomong tuh cari dulu kebenarannya," ucap Devano.
"Kan itu udah benar. Fakta malahan," tutur Rafa.
"Itu gak benar," tolak Devano.
"Kalau yang gue katakan tadi gak benar berarti lo sekarang punya pacar dong," ucap Rafa sembari merapatkan kembali tubuhnya di meja.
Devano mengalihkan pandangannya dan ia mengambil bolpoin baru dari lacinya dan kembali meneliti dokumen tadi.
"Ck, Dev jawab dulu. Gue kepo nih. Siapakah gerangan yang bisa mendapat hati dari seorang Devano yang notabennya kulkas 7 pintu ini?"
"Lo gak perlu tau," tutur Devano.
"Haish pelit banget lo. Gue juga gak akan nikung sahabat gue sendiri. Atau jangan-jangan cewek lo itu, yang sering lo pandangi fotonya?" tebak Rafa.
Devano kembali menghentikan aktivitasnya dan menatap wajah Rafa lagi.
"Bisa dibilang begitu," ucapnya.
"Kok lo kayak gak yakin gitu sih. Atau jangan-jangan kalian belum resmi pacaran lagi. Atau malah ceweknya yang gak mau sama lo?"
"Gak ada didalam kamus gue, cewek nolak paras rupawan gue," ucapnya penuh kepercayaan diri.
"Selain Ciara," sambungnya namun hanya hatinya yang berbicara.
"Percaya deh percaya. Gimana nih tawaran gue tadi? Mau kemana jadinya? Gue harap sih lo mau ke Malaysia. Hitung-hitung nganterin dan nyenengin sahabat sendiri buat ketemu gebetannya yang udah hampir 2 tahun gak ketemu. Ayo lah Dev kasihanilah diriku ini," mohon Rafa dengan kedua telapak tangannya yang saling menyatu.
Devano tampak berpikir sejenak.
"Kalau kesana 2 hari gak bakalan cukup. Sama aja kita cuma numpang istirahat sejenak setelah itu naik lagi ke pesawat. Gila ya lo. Buang-buang waktu aja," ucap Devano. Ia masih sayang dengan kesehatan tubuhnya. Jika hanya pulang pergi saja dan tak meringankan beban pikirannya mending ia bergulat di kantor bersama berkas-berkas dan membiarkan kelelahan otaknya bertambah tanpa adanya refreshing.
love you sekebon /Heart//Heart//Heart//Heart//Heart/
kayak mo nggruduk apa gitu serombongan si berat /Smirk//Smirk/