Devina adalah seorang mahasiswi miskin yang harus bekerja sampingan untuk membiayai kuliahnya dan biaya hidupnya sendiri. Suatu ketika dia di tawari dosennya untuk menjadi guru privat seorang anak yang duduk di bangku SMP kelas 3 untuk persiapan masuk ke SMA. Ternyata anak lelaki yang dia ajar adalah seorang model dan aktor yang terkenal. Dan ternyata anak lelaki itu jatuh cinta pada Devina dan terang-terangan menyatakan rasa sukanya.
Apakah yang akan Devina lakukan? apakah dia akan menerima cinta bocah ingusan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tami chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rasa bersalah Dimas.
Devi terdiam sambil terus memperhatikan setiap sudut ruangan. Dia tak bisa berkata-kata, hanya diam.
"Kamu beli apartemen?" gumamnya masih tak percaya.
Devan mengangguk, "buat kamu tinggali," ucapnya enteng sambil merentangkan tangannya.
"..." Devi masih tak percaya, dia hanya bengong di ambang pintu unit apartemen mungil yang di beli Devan.
"Ranjang ini, pakai dipan yang ada lacinya. Kamu bisa menyimpan bajumu di sini. Lalu ada dapur mungil sudah ku isi kompor listrik, microwave dan kulkas mini," Devan berjalan menuju dapur dan menunjukkan semuanya satu persatu. "kamu jadi nggak repot kalau mau bikin mi malam-malam atau buat teh hangat saat hujan turun."
Devan berbalik dan membuka pintu toilet, "ada kamar mandi walaupun kecil tapi cukup nyaman. Lalu di balkon ini kami bisa menjemur baju, tapi..."
"Tapi?" Devi berjalan masuk mendekati Devan dan ikut memperhatikan balkon mungil itu.
"Aku masih bingung, antara mau belikan mesin cuci atau tidak. Bukankah lebih baik loundry saja?" ucap Devan sambil mengusap dagunya daan berpikir.
Devi menatap Devan.
"Kamu serius membeli apartemen ini buat aku tinggali?" ulangnya tak percaya.
"Iya! aku nggak nyaman kamu tinggal di kamar kos lembab dan kotor itu, apalagi kamar mandinya di luar kamar, kan bahaya!"
Devi menelan salivanya sambil kembali memperhatikan ruangan sederhana namun sangat nyaman itu. Terlalu nyaman malah buat seorang seperti Devi.
"Devan, sebentar..." Devi menarik Devan agar duduk. Mereka duduk di atas karpet bulu yang lembut yang terbentang di dekat ranjang.
Devan menurut, di duduk bersila sambil tersenyum menatap Devi yang masih bingung.
"Kamu nggak boleh menggunakan uang sebanyak ini buat aku... aku nggak bisa menerimanya," ucap Devi sambil menatap Devan.
Devan terdiam, dia terlihat berpikir lalu mulai bicara. "Aku nggak membeli apartemen ini buat kamu, kok. Ini investasi!"
Devi menaikan satu alisnya.
"Kamu bisa tinggal di sini, dan kalau kamu ngerasa nggak enak, kamu boleh bayar sewa tiap bulan padaku, harganya sama dengan sewa kamar di kos sebelumnya." Devan tersenyum.
"Dev..." Devi menundukkan kepalanya, masih tak percaya jika bocah 15 tahun ini benar-benar memikirkan dirinya se-total ini.
"Kode pasword pintu adalah tanggal ulang tahunmu. Niatnya aku mau menunjukkannya pas hari ulang tahunmu nanti sebagai kejutan, tapi sepertinya sudah nggak keburu karena kamarmu sudah di serang serangga."
Devi menghela dengan kepala yang masih tertunduk. Bahkan ucapan bohongnya, benar-benar dipikirkan oleh Devan.
Tuhan... betapa baiknya lelaki ini.
Devan meraih jemari Devi lalu meremasnya lembut, "jangan merasa beban karena semua ini, aku melakukannya benar-benar untuk kebaiakanku sendiri. Aku selalu memikirkan kamar kos mu itu, nggak sehat banget! aku takut kamu sering sakit jika terus tinggal di sana. Aku benar-benar nggak tenang karena terus kepikiran! jadi, Pliss pindah ke sini, ya? supaya aku juga bisa tidur nyenyak nggak mikirin kamu dan kamar kos jelek itu! "
"Aku... merasa nggak layak mendapatkan kebaikan kamu yang begitu banyak, Dev..." Devi menunduk makin dalam, air matanya bahkan menggenang dan hampir saja menetes.
"Kenapa kamu baik sekali kepadaku..." gumamnya.
Devan mendekati Devi, lalu memeluknya dengan erat.
"Kamu sudah tau jawabannya, kan?" bisik Devan.
"Anggap saja ini sogokan supaya kamu mau menungguku tiga tahun lagi. Selama masa tunggu itu, kamu nggak boleh dekat dengan lelaki lain. Tunggu aku sampai usiaku cukup matang untuk menjadi kekasihmu."
Mendengar ucapan Devan, Devi terisak.
"Nggak perlu di sogok, kok. Lagian, mana ada cowok yang mau deketin aku selain kamu!"
Devan mengeratkan pelukannya, "ada, Dimas itu!"
Devi terkekeh, diapun mengangkat tangannya dan melingkari punggung Devan. Mereka berdua saling berpelukan dengan erat.
"Terima kasih, Devan..." bisik Devi.
Devan tersenyum lega sambil mengangguk.
***
Hari ini, sepulang kuliah Devi berencana pindah ke apartemen Devan. Dia sudah membereskan baju-bajunya yang tak seberapa ke dalam tas besar.
Devi merasa sangat bahagia, dan merasa lega karena akan pindah. Dia berharap apartemen itu lebih aman dan tak akan bisa di temukan oleh Ayahnya.
Entah ayahnya masih ada di kota ini, atau sudah pulang ke kampung. Devi sudah tak pernah melihatnya lagi. Tapi itu belum bisa membuat hati Devi tenang. Ayahnya masih merupakan sebuah ancaman besar baginya.
Devi menunggu di halte bis sambil menoleh ke kanan dan kiri, takut jika tiba-tiba ayahnya muncul. Saat bis yang di tunggu ya muncul, Devi bergegas masuk. Di sudah tak sabar ingin pindah secepatnya.
Devan sudah menawarkan bantuan tadi pagi, tapi Devi menolaknya. karena dia tak punya banyak barang bawaan. Nyatanya barang-barangnya hanya sebanyak satu buah tas ransel besar.
Devi turun dari bis, yang berhenti di dekat gang yang menuju kamar kosnya.
Dia berdebar hebat, memikirkan akan tinggal di apartemen itu. Bahagianya hati Devi membuat jantungnya terus berdebar-debar tak karuan.
Devi bersenandung lirih, saat membuka pintu gerbang rumah kos yang akan di tempati terakhir kalinya itu, dan terdiam.
Senyum yang tadi mengembang di wajahnya seketika sirna.
"Nah, ini anaknya sudah pulang," ucap Dimas dengan senyum mengembang. Di sampingnya ada pria berusia sekitar 50 tahun dan memakai baju lusuh.
"Akhirnya! ketemu juga!" ucap lelaki paruh baya itu sambil tersenyum licik.
Devi membola, tak percaya jika akhirnya ayahnya menemukan dirinya. Dengan cepat Devi berbalik dan hendak kabur secepatnya. Namun ayahnya bergerak lebih cepat, dia menarik rambut Devi hingga Devi tertarik ke belakang dan jatuh terjengkang.
"Mau lari ke mana kau, bocah sial*n!" geram ayah Devi.
"Pak! kok kasar sama anak sendiri!" Dimas yang terkejut langsung mendekati ayah Devi. Namun dia malah di sambut bogem mentah hingga dia jatuh terjungkal.
"Nggak usah ikut campur, gobl*k!" sentak Ayah Devi.
"Ta-tapi! tapi..." Dimas memegang pipinya yang memerah sambil menatap kasihan ke arah Devi yang tampak kesakitan karena rambutnya di jambak.
"Dev...?" Dimas bangun dan berlari menubruk ayah Devi, hingga mereka berdua tersungkur berbarengan. "lari Dev! cepat!" teriaknya.
Devi tak menyia-nyiakan kesempatan itu, dia pun segera beranjak dan berlari secepat yang dia bisa. Namun sayang, ada dua orang bertubuh kekar yang langsung menyergap Devi.
"Cih! nggak bakalan bisa kabur kau!" kesal ayah Devi sambil meludah.
"Bapak mau apa! bukannya aku sudah kirim uang tiap bulan!" teriak Devi marah.
"Kau pikir 250 ribu itu cukup!" Ayah mencengkram dagu Devi.
"Kau harus ikut aku pulang! untuk menikah dengan Pak Broto! hahahaha!" tawa Ayah Devi menggelegar.
"Cepat seret dia!" titahnya pada dua pria bertubuh kekar yang mencengkram Devi.
"Apa! aku nggak mau! lepaskan aku!" Devi meronta-ronta minta di lepaskan namun tak ada satu orang pun yang mendengarkannya.
Dengan paksa, Devi di masukkan ke dalam mobil, diikuti ayahnya dan dua orang sangar tadi.
Dimas menatap kepergian Devi dengan rasa bersalah yang sangat besar di hatinya, "Devi... maafkan aku..."
Dia pikir dia berbuat kebaikan dengan menolong ayah Devi, nyatanya Ayah Devi adalah orang yang sangat jahat.
termasuk saya yg baca🤭
restu belakangan..penting devan padamu🤭🤭🤭