Rumah sudah kokoh berdiri, kendaraan terparkir rapi, tabungan yang cukup. Setelah kehidupan mereka menjadi mapan, Arya justru meminta izin untuk menikah lagi. Istri mana yang akan terima?
Raya memilih bercerai dan berjuang untuk kehidupan barunya bersama sang putri.
Mampukah, Raya memberikan kehidupan yang lebih baik bagi putrinya? Apalagi, sang mantan suami hadir seperti teror untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Egha sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22. Topeng
Hari ini, Raya mulai bekerja seperti biasa. Shift pagi di rumah sakit dan siang, di restoran. Kondisi Lily sudah sehat dan diperbolehkan pulang, kemarin sore. Tidak seperti, saat Raya pergi untuk pertama kalinya. Kemarin, Lily hanya memeluk sang ibu, tanpa ada drama menangis. Sepertinya, ia sudah mengerti, kalau sang ibu harus bekerja.
"Bagaimana keadaan anak kamu?"
"Alhamdulillah, sudah sehat, Kak. Maaf, jika aku merepotkan kalian."
"Jangan gitulah, sudah seharusnya kami melakukannya."
Mereka kompak keluar dari ruangan, menuju kamar pasien. Suasana pagi, yang masih sangat sepi. Hanya ada para perawat yang lalu lalang, memeriksa keadaan pasien.
Tepat didepan pintu kamar pasien yang masih kosong, Raya bertemu ibu Sita. Wanita bertumbuh sintal itu, memandangnya sedikit berbeda.
"Mulai hari ini, kamu dipindahkan diruangan bangsal. Jadwalnya, tetap sama."
"Baik, Bu."
Raya langsung menerima, tanpa bertanya alasan ia dipindahkan. Lagipula, pekerjaannya tetap sama, jadi tidak ada yang berubah.
Ruang bangsal, adalah ruangan pasien yang selalu ramai, bahkan seluruh kamar penuh. Ditempat ini, mereka cleaning service harus bekerja ekstra.
"Orang baru atau pindahan?" tanya seorang wanita, yang wajahnya terlihat lebih tua dari Raya.
"Pindahan, Kak."
"Baiklah, kalau begitu dengarkan. Ruangan bangsal terdiri dari bangsal untuk pasien wanita, pria dan anak-anak. Masing-masing ada tiga kamar bangsal, untuk satu kategori pasien. Satu kamar, akan dibersihkan oleh dua orang, karena kamar terlalu luas dan banyak bed. Jadi, kamu akan berpasangan denganku. Nama kamu siapa?"
"Raya, Kak."
"Aku, Fara. Sekarang, ikut aku. Kita ke bangsal anak-anak. Jam segini, mereka masih tidur. Kalau keadaan mereka sudah agak baikan."
Raya teringat akan kondisi Lily. Beruntung, Lily masih masuk dalam asuransi kesehatan dibawah nama ayahnya. Jadi, Raya masih bisa bernapas lega. Tapi, mungkin, ia tidak akan selamanya seperti ini. Cepat atau lambat, Arya pasti mencoret nama putri kandungnya.
Seperti kata Fara, pasien anak-anak, masih tidur ditemani orang tua mereka, yang sudah bangun. Ada juga perawat, yang tengah memeriksa keadaan mereka, termaksud cairan infus. Raya mulai membersihkan lantai, sementara Fara membersihkan kamar mandi.
"Kak, istirahat nanti, aku mau ambil tas diruangan atas. Sekalian, mau beritahu teman-teman yang lain."
"Oke."
Pekerjaan sudah selesai, Fara mengajak Raya untuk melihat ruang jaga mereka. Namun, belum tiba, Raya kembali bertemu ibu Sita dan memintanya membersihkan depan ruangan poli pemeriksaan.
"Tapi, itu bukan area kerja saya, Bu?" ujar Raya, yang mulai merasa heran.
"Tapi, itu sudah menjadi tugas kamu, sebagai cleaning. Yang lain, pada sibuk. Cepat, lakukan!" perintah ibu Sita dengan nada kasar.
Wanita itu, langsung pergi. Sementara, Raya masih terpaku memperhatikannya. Ada perasaan janggal, yang tak tersampaikan oleh kata.
"Kak, apa dia selalu seperti itu?"
"Tidak. Mungkin, ini ada hubungannya dengan gosip kamu," ujar Fara dan Raya langsung menatapnya, "satu rumah sakit ini sudah tahu."
"Tapi, saya tidak punya hubungan dengan dokter Adrian. Dia hanya memberikan bantuan, Kak. Dia hanya memberikan tumpangan."
"Bagi kamu, mungkin hanya sekedar memberikan bantuan. Tapi, orang-orang melihatnya berbeda. Karena, dokter Adrian terkenal dengan sikap dingin dan cueknya. Jadi, bagaimana pun kamu menyangkal, mereka tidak akan percaya."
"Jadi, saya harus bagaimana, Kak? Saya lelah."
"Bermasa bodoh, itu lebih baik. Mereka akan lelah dengan sendirinya. Sekali-kali, kita harus cuek dengan keadaan."
Raya membisu, mencoba menelaah apa yang dikatakan Fara. Menyangkal tiada guna, mereka tidak percaya. Mungkin, dia lebih baik diam dan bekerja seperti biasa.
Waktu istirahat, Raya berpamitan pada teman-temannya yang bertugas di ruang super VIP. Sekaligus, mengambil barang miliknya.
Raya berjalan menuju taman belakang rumah sakit. Sebuah bangku berwarna putih, dibawah pohon rindang, menarik perhatiannya. Ia duduk, sembari menikmati bunga warna warni yang indah.
"Jadi, bagaimana dengan si cleaning itu?"
Raya membeku, merasa si cleaning adalah dia yang dimaksud. Ia tak mau menoleh kebelakang, memilih untuk menajamkan pendengaran.
"Apa kau bisa berhenti membahasnya? Aku sudah bilang, kami tidak punya hubungan."
Raya mengenal suara ini, ia terus mematung. Pemandangan indah didepannya, sudah tidak menarik. Sebab, pendengarannya mengalihkan semua pikiran.
"Kalau begitu, masih tahap pendekatan?" Tawa Andrew pecah. "Apa yang kau suka darinya? Aku lihat, wajahnya sangat cantik. Apa dia tipemu?"
"Tidak," jawab Adrian tegas, "cantik, tidak akan merubah statusnya."
"Maksudmu?"
"Sudahlah. Aku tidak mau, membuang waktuku dengan seorang wanita yang sudah pernah menikah dan membawa seorang anak. Itu merepotkan."
"Hahaha .... Jadi, kau hanya bermain-main saja? Aku pikir, kau akan menukar jas putihmu, dengan kecantikannya."
Air mata Raya, luruh dalam diam. Ia duduk terpaku, sembari mengigit bibirnya, yang bergetar. Perlahan, rasa sesak mulai menggerogoti dada, membuatnya mengepalkan tangan dengan kuat.
Sosok yang ia kagumi, ternyata lebih buruk dari yang ia duga. Kebaikan palsu, hanya sekedar untuk berburu mangsa. Ia beruntung, tak seperti burung hutan yang terkena jebakan. Karena tetap berpegang teguh pada tujuan hidupnya, setelah berpisah.
"Kau gila. Secantik apapun seorang wanita, ia tidak bisa menutupi statusnya. Membawanya ke duniaku, sama saja aku menawarkan diri untuk terjun bebas ke jurang yang terjal."
"Wah, rupanya. Logikamu masih berfungsi, kawan." Andrew menepuk bahu Adrian. "Lagipula, perbedaan yang terlalu banyak, tidak bisa disatukan hanya dengan satu alasan."
Raya tidak tahan lagi. Seolah selama ini, ia yang menawarkan diri pada Adrian. Seolah, ia wanita yang terus mengejarnya. Padahal, ia sudah memasang garis pembatas dan menguatkan tekad untuk tidak menjalin hubungan baru. Namun, apa yang dengar sekarang, menjadikannya seperti wanita yang haus kasih sayang.
Marah dan kecewa, membuat darahnya berdesir hebat. Apalagi, suara tawa dibelakang sana, terdengar merendahkan dan menghina dirinya. Raya segera bangkit dan menghampiri kedua pria itu.
"Apa aku pernah meminta bantuanmu, dokter Adrian yang terhormat?" tanya Raya, dengan mata melotot dan bibir bergetar. "Kau yang selalu menawarkan bantuan, meski aku menolakmu. Jadi, ini sifatmu yang sebenarnya? Kau membuka topengmu, setelah mengetahui statusku, yang membawa seorang anak."
Adrian terdiam, dengan pandangan lurus menatap Raya. Tangannya terkepal erat, tak berdaya. Andrew, juga ikut membisu dan syok. Tak menyangka, wanita yang ia bicarakan ada dibelakang mereka.
"Yah, aku seorang janda dan punya anak. Aku cukup tahu diri, Tuan Adrian. Aku tahu, dimana tempatku." Air mata Raya sudah seperti anak sungai. Suaranya bergetar, menahan gejolak amarah. "Terima kasih, atas semua bantuanmu. Maaf, jika kau harus bertemu dengan wanita rendahan dan tak sesuai dengan ekspektasimu.Tapi ingat, Tuan. Tolong, jangan menceritakan kisah, seolah aku yang mengejarmu."
Raya langsung pergi, sembari menghapus wajahnya yang basah karena air mata. Ia berusaha untuk tersenyum, sebelum masuk dalam gedung rumah sakit. Namun percuma, air matanya terus jatuh, hatinya merasa sakit dan ingin berteriak sekuat-kuatnya.
🍁🍁🍁
tidak mau memperjuangkan raya
bntar lg km ketemu sm laki2 yg tulus yg mampu bahagiakan km.
plg suka crita klo perempuannya tangguh & kuat