Aluna terpaksa harus menikahi seorang Pria dengan orientasi seksual menyimpang untuk menyelamatkan perusahaan sang Ayah. Dia di tuntut harus segera memiliki keturunan agar perjanjian itu segera selesai.
Namun berhubungan dengan orang seperti itu bukanlah hal yang mudah. Apa lagi dia harus tinggal dengan kekasih suaminya dan menjadi plakor yang sah di mata hukum dan Agama.
Bagaimana kelanjutan kisah mereka? Baca terus ya, semoga suka! Dan maaf jika cerita ini agak kurang mengenakkan bagi sebagian orang🙏
Warning!
"Ini hanya cerita karangan semata. Tidak ada niat menyinggung pihak atau komunitas mana pun"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Whidie Arista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25- Gagal
“Jeff ternyata kau disini. Managermu terus menelponku dan menanyakan tentang dirimu,” terdengar suara Dean dari luar kamar.
‘Dean sudah pulang,’ batin Luna, entah mengapa dia sedikit berharap Dean masuk dan melihat keadaannya.
“Luna sakit. Aku tidak bisa meninggalkannya sendiri,” sahut Jeff.
Dean berdecak, “mengapa kau begitu peduli padanya Jeff? Suruh saja asistenmu membawanya ke rumah sakit, tak perlu kau sendiri yang merawatnya,” ujarnya diiringi decakan lidah.
Hati Luna mencelos, sebegitu tak pedulinya Dean terhadapnya, ‘apa yang kau harapkan Luna, sampai kapan pun Dean tak mungkin peduli padamu kau hanya membuat rasa sakit untuk dirimu sendiri jika kau terus memelihara perasaan untuknya, buang saja. Buang jauh-jauh.’ Luna menutup mata dengan punggung tangannya.
“Sekarang dia temanku, aku tidak bisa untuk tidak peduli padanya,” jawab Jeff.
“Teman?!” Dean mendengus kasar.
“Ya, aku dan Luna berteman, sudah beberapa kali dia menolongku Dean, jadi aku tidak bisa mengabaikannya. Lagi pula dia bagian dari keluarga kita, dia istrimu.”
“Jangan katakan itu Jeff.” ucap Dean penuh penekanan.
“Baiklah-baiklah, kau tidak ingin melihatnya?” tanya Jeff.
“Tidak, biarkan saja dia. Hanya sakit flu biasa kan, tidak begitu parah.” Ucapnya tak peduli.
“Ck, kau ini. Aku lapar Dean, masakan sesuatu untukku,” pinta Jeff.
“Hey, seharusnya kau yang memasak untukku, aku baru saja pulang bekerja,” protesnya.
“Hehe, masakanku tak seenak masakanmu, ayolah.” bujuk Jeff.
“Baiklah-baiklah, apa yang tidak untukmu Jeff,” kekehnya. Setelah itu mereka pun turun ke lantai bawah.
Luna tersenyum miris, ‘itu salahmu sendiri Luna, mengapa kau memberikan hatimu pada orang yang salah, jadi terimalah konsekuensinya.’ batinnya bergumam.
Luna merasakan ulu hatinya berdenyut, ada rasa perih di dalam sana, Dean benar-benar tak memberinya celah sedikitpun untuk masuk kedalam hatinya.
‘Cukup Luna, jangan sia-siakan hidupmu untuk ini. Ayo lupakan!’
Pintu terbuka setelah beberapa saat, ternyata itu Jeff, “kau sudah bangun?” sapanya seraya mendekat, dia kembali menempelkan punggung tangannya di dahi Luna untuk mengecek suhu panasnya.
“Baguslah, suhunya sudah turun. Apa kau lapar?” tanyanya penuh perhatian. Luna menggeleng sebagai jawaban.
“Kau harus makan, kau harus mengisi energimu, lagi pun kau harus minum obat kan.” Jeff mengingatkan.
“Iya nanti aku akan memakannya,” ucap Luna malas.
“Emh, kau mendengar percakapanku dengan Dean tadi?” tanya Jeff.
“Tidak, aku baru saja bangun. Aku bahkan tidak tahu kalau Dean sudah kembali,” dustanya.
Jeff mengangguk pelan, “jangan sakit hati dengan perkataannya Luna, dia memang seperti itu. Tapi dia orang yang baik.”
“Sudah ku bilang aku tidak mendengar apa pun,” sanggah Luna enggan mengakuinya, pandangannya ia alihkan ke tempat lain.
“Syukurlah kalau begitu. Tapi sekarang kau harus makan, sedikit saja,” bujuknya.
Luna tak lagi membantah kata-kata Jeff, lebih tepatnya dia tak punya tenaga untuk itu. Dia makan sedikit, kemudian meminum obat selepas itu iya pun tertidur kembali akibat pengaruh obatnya.
***
Dua hari berlalu, akhirnya Luna sembuh. Dia sudah kembali ke rutinitasnya, dia melangkah masuk kedalam kantor, namun baru saja dia hendak masuk keruangannya suara dari dalam terdengar membuat langkahnya seketika terhenti.
“Jadi Ayah yang menyuruh dokter itu pergi?!” suara Dean terdengar meninggi.
“Ya, memang aku yang menyuruhnya pergi!” Tuan Adiyasa mengakuinya tanpa ragu.
Dean berdecak kesal, “kenapa Yah? Bukankah Ayah ingin aku segera punya anak?”
“Aku memang ingin kau segera punya anak, tapi bukan dengan cara seperti itu,” kesalnya.
“Apa masalahnya, yang terpenting hasilnya kan.”
“Kau berpikir begitu, tapi tidak denganku. Inseminasi hanya untuk pasangan yang sulit mendapat keturunan, sedang kalian bahkan kalian belum berusaha sama sekali. Aku tidak akan mengakuinya meski cara itu berhasil,” ancamnya.
Dean mendengus kasar.
“Masuklah Luna, kenapa kau menguping diluar.” Tegur Tuan Adiyasa, luar biasanya ternyata dia tahu bahwa Luna ada di balik pintu.
Karena sudah ketahuan Luna pun masuk, wajah Dean tampak gusar dia melirik Luna dengan ujung matanya.
“Kau sudah mendengar semuanya kan? Aku harap ini menjadi pelajaran bagi kalian, jika kalian tetap kekeh dengan rencana itu, maka perjanjian kita batal!”
Luna hanya diam mematung, tanpa reaksi.
wkwkwkwkwk
jadi ingat dulu pernah baca hubungan poliandri tahun 2019
apa cuma satu