NovelToon NovelToon
Malam Pertama Untuk Istriku

Malam Pertama Untuk Istriku

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Penyesalan Suami / Menikah dengan Musuhku / Trauma masa lalu
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: Mamicel Cio

Reyhan menikahi Miranda, wanita yang dulu menghancurkan hidupnya, entah secara langsung atau tidak. Reyhan menikahinya bukan karena cinta, tetapi karena ingin membalas dendam dengan cara yang paling menyakitkan.

Kini, Miranda telah menjadi istrinya, terikat dalam pernikahan yang tidak pernah ia inginkan.

Malam pertama mereka seharusnya menjadi awal dari penderitaan Mira, awal dari pembalasan yang selama ini ia rencanakan.

Mira tidak pernah mengira pernikahannya akan berubah menjadi neraka. Reyhan bukan hanya suami yang dingin, dia adalah pria yang penuh kebencian, seseorang yang ingin menghancurkannya perlahan. Tapi di balik kata-kata tajam dan tatapan penuh amarah, ada sesuatu dalam diri Reyhan yang Mira tidak mengerti.

Semakin mereka terjebak dalam pernikahan ini, semakin besar rahasia yang terungkap.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mamicel Cio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Flashback

Hujan turun deras malam itu, menyelimuti jalanan dengan rintik-rintik air yang mengguyur tanpa henti. Di dalam mobil sedan hitam yang melaju dengan kecepatan tinggi, Arini menggenggam setir erat, matanya dipenuhi kecemasan.

Telepon di kursi sebelahnya bergetar tanpa henti. Nama Reyhan berkedip-kedip di layar, tetapi Arini mengabaikannya. Dadanya sesak, pikirannya kacau.

“Aku harus bertemu dengannya… harus menjelaskan semuanya…” gumamnya, matanya sesekali melirik kaca spion.

Namun, di balik kaca spion itu, sebuah truk besar muncul dari arah berlawanan. Lampu sorotnya menyilaukan, membuat Arini menyipitkan mata. Tangan kanannya refleks meraih ponselnya, mencoba mengangkat panggilan Reyhan—tetapi di detik itu juga, suara klakson panjang terdengar memekakkan telinga.

BRAK!!!

Bunyi benturan keras mengguncang malam, disusul dengan suara logam yang melintir dan kaca yang pecah berkeping-keping. Mobil Arini terpental ke pinggir jalan, menghantam pembatas dengan keras sebelum akhirnya terguling beberapa kali dan berhenti dalam kondisi terbalik.

Asap putih mengepul dari mesin yang rusak parah. Di dalam mobil, tubuh Arini terkulai lemah. Darah mengalir dari dahinya, membasahi wajah pucatnya. Napasnya tersengal, matanya terbuka setengah. Dalam pandangan yang semakin buram, ia masih bisa mendengar suara telepon yang tergeletak di sampingnya, layar ponselnya retak tetapi panggilan Reyhan masih tersambung.

Dengan sisa tenaga, Arini menggerakkan jarinya, mencoba meraih ponsel itu, tetapi tubuhnya terlalu lemah.

Samar-samar, suara orang-orang mulai berdatangan. Ada yang berteriak meminta bantuan, ada yang mencoba membuka pintu mobil yang ringsek.

Namun, sebelum bantuan sempat datang…

Sebuah ledakan kecil terjadi. Api mulai merambat dari kap mesin, menyebar dengan cepat ke bagian dalam mobil.

Arini mengerjap pelan, air mata mengalir di pipinya. Dalam hati, ia ingin meminta maaf. Pada Reyhan. Pada semua orang.

Tapi tak ada lagi waktu.

Seketika, kobaran api membesar, melahap mobil dan tubuh Arini yang masih berada di dalamnya. Hingga akhirnya, ledakan besar mengguncang jalanan, meninggalkan puing-puing dan serpihan yang berserakan di bawah hujan.

Di kejauhan, suara sirene ambulans mulai terdengar.

Namun, semuanya sudah terlambat.

Reyhan berdiri di depan jendela kantornya, menatap hujan yang mengguyur kota. Matanya kosong, tetapi pikirannya berputar dengan cepat, mengulang kejadian yang tidak pernah bisa ia lupakan.

Arini…

Perempuan itu tidak pernah benar-benar "meninggal" di hadapannya. Yang ada hanyalah kabar kecelakaan, mobil yang terbakar, dan tubuh yang tak pernah ditemukan. Polisi menyatakan Arini tewas, tetapi Reyhan tahu ada yang tidak beres.

Kenapa jasadnya tidak ditemukan?

Kenapa beberapa hari sebelum kecelakaan itu, Arini begitu gelisah, seperti sedang dikejar sesuatu?

Dan yang paling membuatnya gila—kenapa ada bukti bahwa Arini sempat keluar dari mobil sebelum ledakan terjadi?

Reyhan mengepalkan tangannya. Ada seseorang yang bermain di balik semua ini.

"Rey… Aku menemukan sesuatu." Bimo masuk ke ruangan, ekspresinya serius.

Reyhan berbalik cepat. "Apa?"

Bimo meletakkan sebuah amplop di atas meja. "Ini rekaman CCTV dari jalanan dekat lokasi kecelakaan Arini. Kamu harus melihatnya sendiri."

Dengan tangan sedikit gemetar, Reyhan meraih amplop itu dan mengeluarkan beberapa lembar foto. Matanya membelalak saat melihatnya.

Di salah satu foto, tepat beberapa menit sebelum mobil Arini terbakar, ada seseorang yang menyeret tubuh Arini keluar dari mobil. Wajahnya tertutup, tetapi posturnya jelas seorang pria.

Dan di foto berikutnya, pria itu memasukkan Arini, yang terlihat tidak sadarkan diri, ke dalam mobil lain dan pergi meninggalkan tempat kejadian sebelum mobil Arini meledak.

Jadi… Arini tidak mati.

Dia menghilang.

Atau lebih tepatnya, dihilangkan.

Reyhan merasakan dadanya sesak. Rahangnya mengeras, matanya dipenuhi bara dendam yang mulai menyala.

Siapa yang sudah mengambil Arini?

Dan lebih penting lagi, kenapa?

Reyhan terbangun dengan napas memburu. Dadanya naik turun, keringat dingin membasahi pelipisnya. Lagi. Mimpi itu lagi.

Dalam tidurnya, ia melihat Arini. Bukan seperti kenangan manis yang seharusnya, melainkan sesuatu yang lebih kelam.

Arini berdiri di tengah hujan, gaunnya basah, rambutnya berantakan, dan wajahnya penuh luka. Bibirnya bergerak, tetapi tak ada suara yang keluar. Matanya menatap Reyhan, penuh luka, seolah ingin mengatakan sesuatu.

"Temukan aku."

Reyhan menegakkan tubuhnya di ranjang, menekan pelipisnya yang berdenyut. Ini bukan sekadar mimpi. Ini terasa nyata. Terlalu nyata.

Tangannya meraih ponsel di nakas, buru-buru menghubungi Bimo.

"Bro? Ada apa?" suara Bimo terdengar mengantuk.

"Aku harus menemukan Arini," suara Reyhan serak, tetapi tegas.

Bimo terdiam sejenak sebelum menghela napas panjang. "Rey… Arini sudah menghilang bertahun-tahun. Kamu yakin dia masih—"

"Aku tahu dia masih hidup, aku melihatnya." potong Reyhan cepat.

"Melihatnya?"

"Dalam mimpi."

Kali ini, Bimo tidak segera menjawab. Reyhan tahu betapa gila kedengarannya, tetapi dia tidak peduli.

"Rey, kamu benar-benar masih terobsesi dengan ini…"

"Bukan obsesi. Ini firasat."

Bimo mendesah. "Baiklah, katakan padaku, kita mulai dari mana?"

"Dari tempat terakhir Arini terlihat." Reyhan menatap layar ponselnya, lalu bangkit dari tempat tidur.

Mobil Reyhan melaju cepat menuju lokasi kecelakaan Arini bertahun-tahun lalu. Ia harus menemukan jawabannya. Kali ini, tidak peduli apa pun yang harus ia lakukan.

 

Malam itu, Reyhan duduk di kantornya, menatap kosong ke luar jendela. Kota gemerlap, tetapi pikirannya gelap. Mimpi tentang Arini masih menghantuinya, dan sekarang Mira terus mengusik kehidupannya.

Kenapa dia menikahi Mira?

Reyhan mengepalkan tangan. Itu bukan karena cinta. Bukan karena ia menginginkannya. Tapi karena perhitungan.

Dua tahun lalu…

Setelah kecelakaan Arini, keluarga Sindu tiba-tiba muncul dalam hidupnya. Ario Sindu, ayah Mira, datang dengan ekspresi penuh simpati, tetapi Reyhan tahu itu semua hanya sandiwara.

"Kita bisa membantu, Reyhan. Tapi kamu harus bekerja sama." kata Ario kala itu.

Reyhan mengerutkan dahi. "Apa maksud Anda?"

Ario menyesap kopinya dengan tenang. "Hartono Pratama sedang berada dalam posisi sulit, bukan? Kami punya solusi. Tapi kamu harus menikahi Mira."

Reyhan ingin menertawakan tawaran itu. Absurd. Tidak masuk akal. Tapi kenyataan berkata lain, perusahaannya memang sedang dalam masa kritis setelah berbagai tekanan eksternal menghantamnya. Dan Ario Sindu memiliki kekuatan untuk menyelamatkannya.

Sebuah pernikahan bisnis.

Tanpa ada cinta. Tanpa ada harapan.

"Aku tidak tertarik bermain dalam sandiwara ini," kata Reyhan dingin.

Ario hanya tersenyum. "Yakin? Kalau begitu, bersiaplah melihat perusahaan ayahmu hancur. Satu perintah dariku, dan semuanya bisa runtuh dalam sekejap."

Reyhan menggertakkan giginya. Ini bukan tentang dirinya saja. Ini tentang warisan terakhir ayahnya, satu-satunya peninggalan yang tersisa.

Dan dengan berat hati, ia berkata, "Baik. Aku akan menikahi Mira."

Saat ini…

Reyhan menarik napas panjang. Itulah alasannya menikahi Mira, bukan karena cinta, tapi karena hutang budi dan balas dendam.

Tapi yang tak ia sangka, Mira justru terus bersikap baik padanya, seakan ia tak peduli bahwa Reyhan membencinya. Seakan ia yakin suatu hari nanti, perasaan itu bisa berubah.

Reyhan tersenyum sinis.

Mira boleh berharap. Tapi ia tak akan membiarkan dirinya jatuh cinta. Tidak lagi. Tidak setelah apa yang terjadi pada Arini.

Bersambung...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!