Adelia Kirani seorang mahasiswi cantik terpaksa menikahi Azzam Prasetyo mantan kekasihnya, karena sebuah jebakan.
Mereka putus karena Azzam terlalu mengekang dan berani bermain api di belakangnya.
Akankah pernikahan mereka berjalan dengan lancar?
Bagaimana cara Adel bertahan dengan sikap Azzam yang tidak pernah Ia ketahui?
Yuk simak terus kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Byerlyan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Selama dua minggu, Adel benar benar dikurung di dalam rumah. Bahkan untuk menginjakkan kaki ke dapur pun tak di perkenankan. Azzam sangat protektif terhadap kesehatan istrinya. Karena Adel masih mual muntah hingga saat ini. Tapi ini sudah keterlaluan!
Dengan segala rengekan dan bujuk rayu Adel, akhirnya Azzam mengalah dia mengijinkan Adel memasak. Ingat untuk hari ini saja, ehm mungkin. Dengan langkah riang Adel menuruni tangga satu persatu.
"Pelan pelan!" tegur Azzam melihat betapa gesitnya Adel.
Adel menunjukkan cengiran bodohnya itu. Kembali melangkah dengan hati hati. Memandang sekeliling area dapur dengan mata berbinar. Sudah lama dia tidak menggunakan alat alat tempurnya. Walaupun yang di masak hanya makanan itu itu saja.
"Kamu tunggu di sana saja" titah Adel pada suaminya.
"Tidak" jawabnya pendek.
Mau tidak mau Adel harus menuruti perkataan Azzam. Dengan telaten dia mulai mengambil semua bahan yang di butuhkan dari kulkas, Adel akan memasak nasi goreng seafood. Di sertai teguran Azzam yang tiada habisnya membuat Adel kesal. Suaminya malah merecokinya dengan mengambil alih semua pekerjaannya.
"Ih, diem sayang. Tidak boleh semuanya, padahal cuma masak nasi goreng" wajah Adel tertekuk.
"Ini demi kebaikan kamu."
"Baik sih baik, tapi ini berlebihan. Megang apa apa tidak boleh."
Azzam menghela napas pelan melihat Adel mulai marah. Dia mengalah mundur, membiarkan semua kembali diambil alih Adel. Duduk di pantry, seraya menopang dagu mengamati gerak gerik istrinya.
Beberapa menit berlalu, Adel menyuguhkan dua piring nasi goreng untuk Azzam dan dirinya sendiri. Menyendok nasi ke dalam mulutnya, mengunyah cepat sebelum mual menyerang Adel kembali.
"Awas tersedak" ucap Azzam melihat Adel yang makan terlalu rakus di matanya.
Adel tak menghiraukan ucapan suaminya, sampai nasi di piringnya tidak bersisa. Dia menyandarkan punggungnya, lalu mengelus perut kenyangnya.
Tiba tiba dia teringat keadaan sang Ibu, semenjak mengetahui dia hamil Ibu tidak pernah menanyakan bagaimana kabarnya. Hanya Ayah yang sempat datang ke rumah, ketika dia menanyakan dimana Ibu, Ayah hanya menjawab Ibu baik baik saja tapi belum bisa datang kesini. Berbagai alasan di lontarkan Ayah, ponsel Ibu rusaklah, Ibu tidak enak badan. Sungguh konyol!
"Ehm.... Apa boleh aku kerumah Ayah?" Adel bertanya ragu ragu.
"Nanti, setelah aku pulang kerja ya." jawab Azzam pelan menatap Adel.
"Kelamaan, aku sendiri saja ya sayang. Di temenin Sela kok" bujuk Adel.
"Baiklah."
Adel berseru senang, saat di ijinkan tanpa perlu drama. Azzam menggeleng pelan, dia merapikan bekas makan mereka. Menyuruh Adel kembali ke kamar, untuk membersihkan diri.
...****************...
"Hati hati" Adel melambaikan tangannya melihat mobil Azzam keluar pekarangan rumah.
Di dalam mobil, Azzam duduk di kemudi dengan tenang melajukan mobilnya. Keadaan jalan yang cukup padat, cuaca diluar cukup mendung seperti suasana hati Azzam saat ini.
Raut wajahnya tidak bisa berbohong, dia sangat cemas dengan Ibu mertuanya. Berulang kali mencari tahu, suruhannya selalu kalah dengan anak buah Ayah mertuanya.
Berusaha fokus, Azzam sampai di basement perusahaan khusus para petinggi. Dia melihat Rama yang sudah berdiri menanti kedatangannya.
"Selamat pagi, ATM berjalan. Aura calon Ayah memang nggak ada lawan ya" sapa Rama dengan senyum menyebalkan di mata Azzam.
"Hem."
"Buset dah, cuma di balas satu kata. Minimal ucapan terimakasih kek" gerutu Rama.
Azzam tak menjawab, dia meninggalkan Rama yang sibuk mencibirnya.
"Woy! Tunggu malah ditinggal dasar bos laknat."
"Sekali lagi, lo ngomong. Gue potong bonus bulanan lo" ucap Azzam santai saat Rama berjalan menyusul dibelakangnya.
Skakmat!
Rama lupa berhadapan dengan siapa. "Huh!" gumamnya dalam hati.
Berjalan beriringan masuk ke dalam kantor. Banyak karyawan dan staf yang menyapa mereka. Hanya Rama yang terlihat ramah seperti namanya.
Di tengah perjalanan mereka melihat Miranda dengan pakaian yang super ketat, "Pagi pak Azzam" sapanya menatap Azzam, senyum lebar tersungging di bibirnya.
"Pagi" bukan, bukan Azzam yang menjawab melainkan Rama. Sementara Azzam segera menarik Rama untuk melangkah bersamanya. Membuat senyum Miranda luntur seketika.
Sesampainya di ruangan, Rama berdehem mencoba profesional sebagai tangan kanan Azzam, "Ehm."
Azzam mendongak menatap Rama dalam, dia mengangguk mengerti. "Sebutkan jadwal saya hari ini."
"Tidak ada agenda penting hari ini, sekedar rapat bulanan bersama karyawan perusahaan. Jadi, ada banyak waktu luang untuk beristirahat." ucap Rama menatap serius ipad ditangannya.
Rama melihat jam tangannya, yang menunjukkan pukul sembilan delapan pagi. "Satu jam lagi rapat akan dimulai pak Azzam. Jadi mohon bersiap, saya akan keluar mempersiapkan dokumen yang dibutuhkan." pamit Rama sopan menunduk dan berjalan keluar ruangan setelah mendapat persetujuan dari Azzam.
Azzam beranjak dari duduknya mengambil cerutu di brankas miliknya. Berdiri menghadap pintu kaca, yang menampilkan seluruh pemandangan kota tempat tinggalnya dari atas.
Pikirannya sangat berisik saat ini, berusah menyelesaikan semuanya. Dia tidak mau membebankan masalahnya pada Adel yang sedang hamil.
...****************...
Di rumah, Adel tengah duduk menunggu Sela datang menjemput. Dengan memakai dress dibawah lutut di padukan cardigan menutupi bahunya yang terbuka. Adel sibuk bermain ponsel, melihat lihat baju baju bayi.
"Lucu banget."
"Gemes deh."
"Ih, pengen beli semua."
Terdengar celoteh menggemaskan dari mulut kecil itu. Terkadang menggerutu karena Adel belum bisa mengetahui jenis kelamin bayinya.
Tak lama, Sela datang menggunakan Motor barunya. Dia bekerja sebagai staf biasa di salah satu perusahaan. Turun dari motor menghampiri Adel yang berada di ruang tamu rumahnya.
Adel merentangkan kedua tangannya lebar, langsung di sambut hangat oleh Sela. "Kangen..." ucap Adel sedikit merengek.
Sela terkekeh pelan mendengar ucapan Adel. Dia juga sangat merindukan sahabatnya ini. Mengurai pelukan mereka, Adel mengajak Sela duduk.
"Apa kabar bumil ini, makin chubby aja pipinya" goda Sela. Memang semenjak hamil berat badan Adel melonjak drastis, padahal dia tidak nafsu makan.
"Baik kok, aku kelihatan gendut ya" jawab Adel disertai lirihan pelan di akhir kalimatnya.
"Astaga, salah ngomong. Bisa diajak duel sama Azzam nanti" batin Sela merasa bersalah.
"Wajar kok, berati bayi sama ibunya sehatkan. Lagian kamu semakin gemes" Sela berusaha merayu Adel.
Demi mengalihkan perhatian Adel dari bentuk tubuhnya. Sela menyerahkan satu set pakaian bayi berwarna netral kepada Adel sebagai buah tangan.
"Wah..." mata Adel terlihat berbinar.
"Memang yang terbaik, terimakasih Sela sayang. Semoga segera dipertemukan jodohnya."
Sela memutar bola matanya malas, dia bahkan belum berpikir akan menikah. Sela ingin menjadi kaya raya tujuh turunan sebelum menikah.
"Dih, masih lama. Dari pada nikah cepet, mending doain gue biar cepet kaya raya."
"Ah itumah aku juga mau" jawab Adel.
"Lo kan udah kaya. Ngalah dong."
Adel cemberut, dia kembali ngambek. "Dasar, udah mau jadi Ibu juga masih suka marah" sayang, kalimat itu hanya terucap didalam batinnya.
Melihat jam yang terpasang di dinding, Sela menatap Adel. "Katanya mau ke rumah Ibu."
Adel menepuk pelan keningnya, bisa bisanya dia hampir lupa. "Oh iya, aku ambil tas dulu." Adel berjalan keatas, beberapa menit dia turun menghampiri Sela.
Mereka akan menggunakan mobil Adel, yang sudah lama tidak digunakan dengan Sela yang mengemudikan kendaraan itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
dan tak membosankan kan sama sekali
oh ya jangan lupa dukungan nya di novel ku judul nya
istri kecil tuan mafia dan juga
dia imam ku Jagan lupa mampir