Dominict Seorang jendral kerajaan yang diam-diam jatuh cinta pada tuan putri namun gengsi untuk menyatakan perasaanya hal hasil Dominict jadi sering menggoda Tuan Putri. Dominict akan melakukan apapun untuk Tuan Putri_nya, pencemburu akut. Tegas dan kejam Dominict hanya lembut pada gadis yang ia cintai. Akan murka ketika sang Putri gadis pujaannya melakukan hal yang berbahaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni Luh putu Sri rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Di dalam ruangan yang berbeda Putri Ana menyiapkan alat-alat untuk mengekstrak biji dari tumbuhan Physostigma Venenosum yang Thadeus bawa.
Putri anda melakukanya dengah hati-hati untuk mendapatkan ekstrak dari biji tanaman tersebut. Setelah beberapa kali pemurnian dan pengujian. Akhirnya Putri Ana mendapatkan Fisiostigmin yang aman untuk di injeksikan.
Kemudian, dengan terburu-buru Putri Ana kembali ke ruang perawatan. Di sana kondisi Dominict semakin melemah ia mulai mengigau tampaknya mengalami halusinasi dan diikuti dengan kulitnya yang terlihat memerah.
"Cepat siapkan peralatan untuk injeksi Inravena!" kata, Putri Ana dengan tegas.
Sesaat Putri Ana tampak sedikit panik saat meliat kondisi Dominict yang semakin lemah.
"Aku tidak tahu caranya mencari pembuluh darah..." Batin, Putri Ana. Karena ia sendiri tak memiliki besik pengetahuan dasar medis.
Tiba-tiba...
"Biar saya yang melakukanya, Yang Mulia." Tiba-tiba, Simon menyentuh bahu Putri Ana saat dia melihat Sang Putri kebingungan.
"Eh?! Terimakasih."
setelah semua peralatan injeksi Inravena di siapkan Simon melakukan tugasnya dan mulai memasukan jarum ke pembuluh darah di tangan kanan Dominict dan perlahan menginjeksikan Fisiostigmin ke dalam tubuh Dominict.
Sekilas Simon meliat wajah cemas Sang Putri, Simon seolah tak percaya bahwa Putri Ana memiliki kemampuan menganalisa racun dan membuat penawarannya dengan cepat, karena yang Simon ketahui selama ini Sang Putri tak pernah mempelajari pelajaran medis atau sejenisnya.
Kemudian, setelah melakukan injeksi Inravena dan memberikan perawatan yang di perlukan untuk Dominict, Simon menghampiri Putri Ana.
"Yang Mulia, saya ingin bicara dengan anda." Kata, Simon lalu membawa Putri Ana keluar ruangan perawatan. Simon membawa Putri Ana ke dalam ruangannya.
"Yang Mulia, ada paham, kan apa yang sedang nada lakukan saat ini? Saya harap anda mengetahui apa yang sedang anda lakukan saat ini, Yang Mulia."
Putri Ana, tampak terdiam dengan perkataan Simon.
"... Yang Mulia, tindakan anda ini terbilang tindakan berbahaya, jika sampai salah langkah tindakan anda ini bisa semakin memperburuk kondisi Jendral Dominict." Jelas, Simon tegas.
"Maafkan aku... Aku tidak akan mengulanginya lagi." Jawab, Putri Ana. Ia tampak tak memiliki jawaban lain selain minta maaf dan menyesali tindakannya saat ini karena tak berpikir panjang dengan resiko yang mungkin akan terjadi pada Dominict jika ia sampai salah dalam membuat penawar racun.
Simon, menghela nafas panjang, kemudian membiarkan Putri Ana pergi dari ruangannya. Kemudian, Simon kembali ke dalam ruangan perawatan dan memeriksa kembali keadaan Dominict.
Saat itu, Simon terkejut ternyata penawar racun yang Putri Ana buat efektif menangani racun dalam tubuh Dominict dan perlahan mulai membuat kondisi Dominict stabil dan berhasil melewati masa kritisnya.
"Yang Mulia... Dari mana anda mempelajari semua ini?" Simon, tampak bertanya-tanya dalam hati, merasa penasaran dengan kemampuan Sang Putri.
...~o0o~...
Di malam yang sama, Raja Auguste yang mendengar tindakan nekat Putri Ana, memanggilnya ke aula istana.
Di dalam aula istana, terlihat Sang Raja Auguste sangat marah pada putrinya. Hingga harus menghukumnya sediri.
"Ana! Apa kau tahu dengan apa yang telah kau lakukan? Tindakan mu ini benar-benar tidak bisa ayah tolerir!" Bentak Sang Raja.
"Ta...tapi ayah... Aku hanya..."
"Kau mengambil resiko tanpa berpikir apa dampaknya terhadap dirimu! Sekarang... Berlutut!"
"Ta...tapi..."
"Berlutut!!" Bentak, Sang Raja terlihat sangat marah.
Pada akhirnya, dengan bentakan dari Sang Raja, mau tidak mau Putri Ana menurut dan berlutut di hadapan Ayahnya.
"Ayah, tidak tahu lagi harus mendidik mu dengan cara apa lagi. Kau benar-benar keras kepala." Kata, Raja Auguste kemudian mengambil beberapa batang rotan yang seukuran dengan lidi.
"Aku keras kepala kan, asalnya dari ayah." Gumam Putri Ana.
Sang Raja, yang mendengar ucapan putrinya hanya menghela nafas panjang sambil menggelengkan kepala. Terlihat jelas bahwa Raja Auguste frustasi dengan sikap putrinya ini.
"Ayah tahu kau sudah mengabaikan beberapa peraturan istana dan bahkan kau juga mengabaikan hukuman yang ayah berikan, bukan? Ayah tahu, Ana... Kau menemui Dominict diam-diam saat ayah menghukummu agar tak bertemu dengan dia lagi." Dengan keras Raja Auguste mengayunkan batang-batang rotan itu ke betis Sang Putri. Sontak pukulan itu membuat Putri Ana meringis kesakitan sambil mengeratkan genggaman di gaunnya.
"Tapi... Ayah aku hanya mencoba membantu saja..."
"Ayah tidak menerima alasan apapun darimu Ana. Ayah tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk padamu.!" Jelas, Raja Auguste.
Meskipun, Anastasya adalah putri kesayangan dari Raja Auguste, ia tetap memperlakukan Putri Ana dengan tegas dan tidak segan memberikan hukuman secara langsung pada putrinya ini.
Setelah menerima beberapa kali pukulan di betisnya, Raja Auguste membiarkan Putri Ana kembali ke kamarnya. Dengan tertatih menahan sakit di kedua betisnya.
Sementara itu, simon yang berada di dalam ruangan tempat Putri Ana membuat penawar racun siang tadi, merasa takjub dengan apa yang telah di lakukan Sang Putri.
Putri Ana, berhasil membuat penawar racun dengan akurat. yang membuat Simon tak percaya dari mana Sang Putri mempelajari semua ini.
Setelah membereskan peralatan medis di sana, Simon kembali ke ruang perawatan dan memeriksa kembali keadaan Dominict. Perlahan keadaannya mulai stabil, ritme jantungnya mulai normal dan pernafasannya mulai longgar.
Dan di malam yang sama Simon menyampaikan hal ini pada Raja Auguste tentang apa yang telah dilakukan Putri Ana. Raja Auguste, terkejut dengan laporan Simon, ia tak menyangka tindakan putrinya berhasil menyelamatkan nyawa Dominict.
Di kamar Putri Ana tampak terbaring tertelungkup di tempat tidur sambil menggumam kesal.
"Sudahlah, Yang Mulia. Anda tidak perlu marah-marah seperti itu." Ucap, Sbastian sambil mengobati betis Putri Ana yang terluka akibat hukuman yang ia terima tadi.
"Aku tidak marah aku hanya kesal." Jawab, Putri Ana.
Sebastian tampak menghela nafas panjang mendengar jawaban Putri Ana.
"Yang Mulia, yang di katakan Yang Mulia Raja, ada benarnya. Anda telah melanggar peraturan istana dan..."
"Sebastian! Sebenarnya kau ada di pihak siapa, hah?!"
"Bukan seperti itu maksud saya, Yang Mulia. Karena tindakan nekat seperti itu tidak bisa di benarkan." Jawab, Sebastian masih mengoleskan obat pada betis Putri Ana.
Putri Ana, terdiam tampak tak merespon perkataan Sebastian.
"Oya, Sebastian... Apa ada kabar dari Dokter Simon?"
"Belum, Yang Mulia."
"Aku khawatir..."
Tak lama, terdengar Thadeus mengetuk pintu kamar Putri Ana.
"Yang Mulia, boleh saya masuk, saya ingin bicara." Kata, Thadeus dari luar kamar.
Untuk sesaat Putri Ana dan Sebastian Salang berpandangan sebelum akhirnya mempersilahkan Thadeus masuk.
"Eh?! Iya... Masuklah!"
Kemudian Thadeus membuka pintu kamar dengan perlahan lalu masuk kedalam kamar Putri Ana. Di dalam kamar Thadeus meliat Putri Ana terbalik tertelungkup di tempat tidur dengan betisnya yang memerah akibat menerima hukuman dari Sang Raja.
"Anda, baik-baik saja, Yang Mulia?" Tanya, Thadeus dengan sopan.
"Ya... Tidak apa-apa. Ada apa?"
"Saya ingin menyampaikan, bahwa... Yang Mulia Raja mencabut hukuman anda, Yang Mulia."
"Eh?! Benarkah?!"
"Ya... Benar, Yang Mulia. Jadi mulai besok anda di beri izin untuk menemui Jendral Dominict. Em... Sebenarnya sih... Anda di minta mengawasi perkembangan kesehatan Jendral Dominict." Jelas, Thadeus.
"YEAh!!" Putri Ana tampak senang dengan keputusan Ayahnya, Raja Auguste.
"Eh?! Itu artinya... Dominict..."
"Jendral Dominict sudah melewati masa kritisnya, Yang Mulia."
Putri Ana tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya setelah mendengar berita dari Thadeus.
"Baiklah aku akan menjenguknya besok. Lalu bagaimana dengan luka di dadanya?"
"Masih di tangani intensif, Yang Mulia." Jawab, Thadeus.
"Setidaknya dia akan baik-baik saja. Baiklah... Kau bisa pergi Thadeus... Dan terimakasih atas bantuanmu, dan kau juga sudah mau percaya padaku." Ucap, putri Ana sambil tersenyum tulus.
Thadeus balas tersenyum hangat pada Putri Ana sebelum ia pergi meninggalkan kamar Sang Putri.
Bersambung.....
Pangeran Benedict juga ok 🫨 bingung