NovelToon NovelToon
Takdir Cinta

Takdir Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Spiritual / Model / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Mengubah Takdir
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Sebuah Kata

Berawal dari sahabatnya yang fans sekali dengan seorang Gus muda hingga mengadakan seminar yang akan diisi oleh Gus yang sedang viral dikalangan muda mudi itu.

Dari seminar itulah, Annisa menemukan sosok yang selama ini dikagumi oleh banyak orang salah satunya Bunga, sahabatnya sendiri.

Awalnya, menolak untuk menganggumi tapi berakhir dengan menjilat air ludah sendiri dan itu artinya Annisa harus bersaing dengan sahabatnya yang juga mengagumi Gus muda itu.

Lantas gus muda itu akan berakhir bersama Annisa atau Bunga?

Ketika hati telah memilih siapa yang dia cintai tapi takdir Allah lebih tau siapa yang pantas menjadi pemilik sesungguhnya.

Aku mencintai dia, sedangkan dia sudah bertemu dengan takdir cintanya dan aku masih saja menyimpan namanya didalam hati tanpa tau bagaimana cara untuk menghapus nama itu.

Bukan hanya aku yang mengejar cinta, tapi ada seseorang yang juga tengah mengejar cinta Allah untuk mendapatkan takdir cinta terbaik dari yang maha cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sebuah Kata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hari Pernikahan Zulaikha

Author Pov

Suara adzan subuh memenuhi rongga telinga gadis minimalis yang kini sedang berbalut hangat dengan selimut miliknya. Selimut bermotif bunga tulip bewarna biru dan putih itu terasa menghangatkan tubuhnya disaat dingin subuh menusuk tulang.

"Annisa, bangun nak," panggil ibunya dari luar.

"Iya bu, " balasnya setelah itu mengambil posisi duduk diatas kasur dengan tatapan kosong kedepan.

Annisa berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu dan melaksanakan shalat subuh. Saat selesai sholat, gadis itu tak berniat beranjak dari sajadahnya, dirinya masih ingin duduk diatas sajadah dengan tangan yang enggan berhenti mengadah keatas.

Dirinya masih melafazkan doa dan bercerita pada sang pencipta akan takdir hidup yang mungkin terasa begitu berat.

Dia mengeluh?

Mungkin begitu.

Usai berdoa, gadis itu melipat sajadah dan mukenahnya lalu berdiri didepan cermin melihat mata yang sembab. Annisa mengerutkan dahinya heran berpikir kenapa matanya bisa sesembab itu.

"Mata aku kenapa?" lirihnya sembari memegang kedua mata yang sembab.

"Cha, ibu pergi ke pasar dulu ya."

Annisa menghampiri ibunya yang tengah berdiri didepan pintu kamarnya, "Tumben ibu pergi ke pasar?" tanyanya heran.

"Kok tumben sih, memang setiap minggu ibu pergi ke pasar buat beli persediaan warung nak." ucap ibunya mengingatkan gadis itu jika putrinya lupa.

Annisa membeku dibuatnya kala mendengar hari minggu, "Minggu, bu?" ulangnya.

Marlina mengangguk, "Iya sayang, oh iya itu mata kamu kenapa? Kok sembab?" tanyanya saat melihat mata sang putri yang sembab.

"Gak tau bu, tiba-tiba aja sembab."

Tak ingin memperpanjang percakapan lagi, Marlina memilih berpamitan pada sang putri karena takut kesiangan pergi kepasar.

Selain Ayahnya yang berstatus PNS, ibu Annisa juga bekerja diwarung pribadi milik mereka. Hal itu dilakukan ibunya untuk membantu perekonomian keluarga. Jika bergantung pada gaji sang Ayah saja rasanya kurang untuk kebutuhan yang semakin banyak.

Usai kepergian sang ibu, Annisa menutup pintu rumahnya dan kembali ke dalam kamar. Gadis itu berdiri didepan meja belajar yang terdapat kaca berukuran sedang. Ia memperhatikan matanya sembari mengingat kenapa matanya bisa sembab.

"Astaghfirullah, kata ibu hari ini hari minggu, hari," ucapnya terhenti dan paham kenapa matanya bisa sembab.

Kenapa lagi kalau bukan menangisi nasibnya nanti diacara nikahan Zulaikha dan Habibi.

"Hari pernikahannya Mba Ikha." lanjutnya sedih.

Annisa melirik jam yang sudah menunjukan pukul 6 pagi, sedangkan acara akan dimulai jam 8 pagi. Dengan secepat kilat gadis itu berlari menuju kamar mandi dan bersiap-siap menghadiri acara yang amat sangat membahagiakan bagi Zulaikha tapi bukan bagi Annisa.

Usai mandi, gadis itu menatap dalam baju yang tengah bergantung rapi di dinding kamarnya. Baju berwarna pink baby itu sangat terlihat cantik dan mahal. Annisa menatap tak percaya baju itu, dan melihat dirinya yang hanya berasal dari keluarga biasa-biasa saja sedangkan baju yang Zulaikha berikan untuknya sangat mahal.

Annisa hendak protes, namun lagi dan lagi Zulaikha mengancamnya untuk tidak akan mengenal gadis itu lagi jika dirinya tidak ingin memakai gaun pemberian Zulaikha.

Annisa tak ingin membuang waktu lagi, dirinya kini sudah mengenakan gaun yang amat teramat cantik ditubuhnya dan memoleskan sedikit make-up yang sederhana tapi terlihat begitu menawan dan hijab pasmina yang terlilit cantik dikepala gadis mini itu.

Kalau kata Bisma si, cantiknya bak bidadari surga.

Tengah asik berdandan, suara klason mobil mengintruksi gadis itu.

Tinnn

Tinn

Saat hendak keluar bermaksud melihat mobil siapa yang berada di depan rumahnya langkah Annisa terhenti tak kala ponselnya berdering.

Drttt drrttt

Annisa meraih ponsel yang berada diatas kasurnya dan menekan tombol hijau, "Assalamualaikum, Mba." salamnya.

"Hah? Jadi mobil didepan itu mobil keluarga mba?" tanyanya lagi.

"Tapi kenapa mba repot-repot sekali? Aku bisa pergi kesana pake ojek kok." tolaknya.

"Iya mba, makasih ya mba, waalaikumsalam." panggilan pun berakhir yang pastinya lagi dan lagi Zulaikha memaksa dirinya untuk pergi dengan jemputan yang sudah Zulaikha persiapkan.

Benar saja, mobil didepan rumah Annisa adalah mobil keluarga Zulaikha. Wanita berparas ayu itu meminta sopirnya untuk me jemput Annisa biar sahabat kecilnya itu tidak sulit menghadiri pernikahannya.

Zulaikha sangat menyayangi Annisa, wanita itu sudah menganggap Annisa seperti adik kandungnya sendiri.

Annisa pov

Mobil hitam milik Mba Ikha sudah berada didepan rumahku, tidak lagi berlama-lama aku langsung saja naik dan mobil melaju begitu saja ke tempat tujuan.

Dua puluh menit diperjalanan, akhirnya mobil hitam itu berhenti di rumah besar bewarna putih dengan paduan warna gold yang sangat terlihat memanjakan mata, rumah Mba Ikha sangat indah dan nyaman bila ditempati.

Rumah itu terlihat ramai saat ini, banyak orang berlalu-lalang disana, yang aku rasa itu adalah karib kerabat Mba Ikha. Aku melangkah gugup menuju dalam rumah, karena tidak ada satupun orang yang aku kenali disini. Aku merasa asing dengan keadaan sekitar.

"Asalamualaikum mba, mba temannya ning Ikha ya?" tanya salah satu wanita paruh baya yang datang menghampiriku saat kebingungan tak tau tujuan.

Aku mengangguk saat mendengar nama Mba Ikha, "Waalaikumsalam, iya buk." jawabku canggung.

Wanita paruh baya itu tersenyum, "Mari ikut saya mba, ning Ikha sudah menunggu didalam kamar." ajaknya sembari menuntunku menuju kamar Mba Ikha.

Mataku benar-benar dibuat tabjuk akan desain rumah Mba Ikha yang amat teramat mewah. Wanita paruh baya yang aku tau bernama bude Nini itu kini sudah meninggalkanku didalam kamar yang terlihat sangat besar jika ditempati oleh satu orang saja.

"Bude pergi kebawah dulu ya, bentar lagi Ning Ikhanya datang, sepertinya Ning Ikha sedang ke toilet." jelasnya.

Aku tersenyum, "Makasih ya, Bu." ucapku canggung.

Bude Nini tersenyum ramah padaku, "Panggil Bude Nini aja, gak usah canggung gitu."

Aku mengangguk, "I-iya Bude, makasih bude."

Usai kepergian Bude Nini aku masih menatap takjub kamar milik Mba Ikha yang terlalu besar berbeda dengan kamarku yamg kecil dan pengap tapi aku tidak merasa buruk karena banyak orang diluar sana yang belum punya rumah sedangkan aku walaupun kecil tapi aku punya. Seharusnya aku bersyukur.

"Assalamualaikum ya ukhti," suara seseorang memecahkan kekagumanku pada kamar itu.

Aku menoleh melihat sumber suara, "Mba Ikha? MasyaAllah, mba cantik banget." pujiku saat melihat wanita berparas ayu dengan balutan gaun berwarna biru muda itu tersenyum manis kearahku.

Sungguh, Mba Ikha sangat cantik bagaikan tuan putri dikerajaan.

Mba Ikha menghampiriku, "MasyaAllah, Icha kamu cantik sekali. Sungguh, ini Ichanya aku kan?" pujinya tak kala kaget melihatku.

Katakan jika Mba Ikha itu lebay.

Aku mengangguk, "Iya mba, mba cantik banget, cieee calon istri." godaku membuat mba Ikha tersipu malu karenanya.

Aku harus bisa memakai topeng pendramaan ini agar tidak ada yang tahu jika aku terluka, semua akan baik-baik saja saat ini.

Tengah asik berbicara dengan Mba Ikha, sama-sama aku mendengar jika calon mempelai pria sudah datang dan itu tandanya ijab kabul akan dimulai dan mimpiku akan sirna saat itu juga.

Mba Ikha menggenggam tanganku tak kala dirinya tahu jika sang calon suami sudah datang. Tangannya terasa dingin dan dia terlihat senang sekaligus gugup akan pernikahannya.

Aku tersenyum hangat padanya, sebisa mungkin aku membuat mba Ikha nyaman dan rilex dengan semua ini.

"Cha, aku gugup." ucapnya.

"Bismillah mba, bentar lagi udah sah jadi istri orang." ucapku sambil menggodanya.

"Ish, Icha, jangan goda aku dong! Aku makin takut nih." ucapnya sedikit kesal padaku.

Aku terkekeh, " Iya maaf, tapi bahagia kan?" tanyaku lagi yang dibalas anggukan olehnya dan aku balas dengan senyum terbaikku.

Katakan saja aku artis profesional saat ini.

Aku memegang bahu mba Ikha yang tengah duduk didepan meja rias, sambil melihat kecantikan Mba Ikha yang MasyaAllah dan aku rasa Gus Habibi akan beruntung menikahinya.

"Assalamualaikum, selamat pagi semuanya, apakah kalian sudah sarapan? Saya harap sudah ya. Alhamdulillah, dikarenakan calon pengantin prianya sudah datang maka acara akan kita mulai, sebelum itu berdoa dulu deh, biar acaranya berlangsung dengan damai," kini suara Mc sudah terdengar aku sebisa mungkin menahan mata untuk tidak berkaca-kaca.

"okeh, karena semua sudah berdoa, maka kepada bapak penghulu, dipersilahkan! Calon pengantin pria sepertinya sudah tidak sabar bertemu sang istri." goda Mc itu membuat hatiku semakin tercabik-cabik olehnya.

Aku meremas gaunku dan menengadah keatas menahan tangis. Semoga aku kuat.

"QALBITU NIKAHAHA WATAZWIJAHA BIL MAHRIL MADZKUR HAALAN."

Suara itu seakan membuat kakiku tak mampu berdiri dan mataku ingin mengeluarkan air mata. Tidak, sekarang air mata itu tak hentinya keluar, aku gagal menahannya, sungguh aku tak kuat. Aku ingin pulang saat ini juga.

Mba Ikha menatapku, kami sama-sama mengeluarkan air mata namun air mata kami adalah air mata yang berbeda.

"Bagaimana para saksi? Sah?!"

"SAH..." teriak semua orang dengan penuh kebahagiaan.

"Alhamdulillah."

Runtuh!

Hancur!

Aku tak sanggup, aku tak sanggup, bagaimana aku bisa mengantarkan mba Ikha kedepan sana?

Mba Ikha berdiri dan memeluk tubuhku, tangisku pecah didalam pelukkan nya, hatiku sakit saat ini. Aku membalas pelukan mba Ikha sekuat mungkin, kami menangis bersamaan. Mba Ikha menganggap aku ikut bahagia karena pernikahannya namun tidak dengan kenyataannya.

Ini bagaikan mimpi buruk untukku.

"Icha, terima kasih karena sudah menjadi bagian dalam perjalanan hidupku, kamu adekku, aku tidak ingin menganggapmu sahabat lagi, kamu sudah seperti saudara bagiku." ucapnya semakin membuatku kejar.

Mba Ikha menghapus air mataku, "Udah, jangan nangis, ini hari bahagia, tangis bahagiannya disimpan nanti aja, masih butuh air mata buat nangis lagi. Oke?" ucap Mba Ikha yang hanya bisa aku balas dengan anggukan.

Aku dan mba Ikha kembali merapikan make-up yang sedikit berantakan dan mengatur nafas yang masih ngos-ngosan.

Semua kembali seperti awal walau mata terlihat sedikit merah, tapi aku rasa itu lebih baik daripada saat menangis tadi.

"Nak, kalian udah ditunggu dibawah." ucap Bude Nini.

Mba Ikha mengangguk, "Yuk!" ajaknya.

Aku menarik nafas panjang berusaha mengatur semuanya, aku harus mampu akting didepan banyak orang.

Aku menuntun mba Ikha keluar, didepan pintu kamar aku berhenti sebentar, "Bismillah, bantu aku ya Allah." batinku kembali melanjutkan perjalanan menuju lantai dasar tempat ijab kabul.

Langkahku gemetaran menuruni anak tangga. Aku menunduk sedalam mungkin saat semua mata tertuju kepada kami, berbeda halnya saat aku menemani Fatiyah nikah saat itu.

"MasyaAllah pengantinnya cantik, kayak bidadari." puji semua orang saat melihat Mba Ikha.

"Icha, angkat kepalamu, jangan menunduk." bisik mba Ikha.

Dengan susah payah aku mengangkat kepala menatap semua orang yang juga menatap kami takjub---- menatap mba Ikha maksudnya.

Mataku langsung mencari keberadaan Gus Habibi yang kini sedang membelakangi kami, pria yang memakai baju senada dengan Mba Ikha itu belum berniat berbalik menatap istrinya.

Iya istri, istri gus Habibi.

"MasyaAllah, itu teman ning Ikha gak kalah cantik juga." puji santriwati dari pondok pesantren milik keluarga mba Ikha.

Aku tersipu malu dibuatnya dan kembali menunduk tak kala semua mata menatapku juga.

"MasyaAllah dia cantik, ciptaanmu sungguh cantik ya rabb, maafkan hamba jika masih menyimpan rasa untuknya tapi hamba berjanji untuk berusaha melupakannya dan belajar mencintai istri hamba."

"Icha, dia liat aku, aku gugup cha." bisik mba Ikha dan kali ini aku semakin tak sanggup melihat keadaan.

"Mba, aku temani sampe sini aja ya." bisikku padanya dan dibalas anggukan oleh mba Ikha.

Aku membiarkan mba Ikha berjalan bersama bude Nini menuju area akad sedangkan aku memilih pergi dari sana. Aku berlari kecil menjauhi ruangan itu, aku tak akan sanggup jika harus menyaksikan kedua suami istri itu.

Aku tidak sanggup melihat Gus Habibi mencium kepala Mba Ikha begitupun melihat Mba Ikha mencium tangan suaminya.

Suaminya, sungguh, aku kini tengah menangisi suami orang.

1
Zulfa Ir
Ceritanya mendidik untuk menerima takdir Allah
aca
hadeh sabar
aca
lanjut
Capricorn 🦄
k
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!