NovelToon NovelToon
Pelarian Cinta Termanis

Pelarian Cinta Termanis

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Pelakor / Penyesalan Suami
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Putri Anandhita

Terjebak dalam badai cinta yang penuh intrik dan pengkhianatan, Rasmi dan Daud harus menghadapi ujian tak terduga ketika jarak dan pandemi memisahkan mereka.

Selang dua minggu pernikahan, Rasmi dan Daud terpaksa tinggal terpisah karena pekerjaan. Setelah dua tahun mengadu nasib di negeri seberang, Daud pun pulang ke Indonesia. Namun, sayangnya Daud kembali di tengah wabah Covid-19. Daud dan Rasmi pun tak dapat langsung bertemu karena Daud terpaksa harus menjalani karantina. Satu minggu berlalu, kondisi Daud pun dinyatakan positif covid. Rasmi harus kembali berjuang melawan rindu serta rahasia gelap di balik kepulangan sang suami.

Dalam konflik antara cinta, kesetiaan, dan pengkhianatan, apakah Rasmi dan Daud mampu menyatukan hati mereka yang terluka dan memperbaiki ikatan yang hampir terputus? Ataukah sebaliknya?

Temukan kisah mendebarkan tentang perjuangan cinta dalam novel ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Anandhita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Frustasi

Hari ini, Rasmi berencana untuk menjual salah satu perhiasan miliknya. Namun, perhiasan berupa kalung itu hilang begitu saja dari tempatnya.

Pikiran buruk Rasmi langsung tertuju pada suaminya. Sebab, saat itu Daud datang ke rumah saat dirinya tidak ada. Mungkinkah selain uang tabungan, pria itu juga mengambil perhiasan yang sejatinya ia dapat dari sang ibu?

Kali ini, Daud sangat keterlauan.

Bukan tanpa alasan Rasmi rela menjual benda kesayangannya itu. Ia terpaksa karena memerlukan dana lebih untuk mengurus surat-surat perceraian.

Ya, setelah ribuan kali Rasmi coba memikirkannya, hasil akhirnya selalu saja sama. Yakni perpisahan.

"Maaf, Mas, aku bukan perempuan shaleha yang rela dimadu. Bukan pula perempuan sempurna yang mau memaafkan suaminya setelah tega mendua." Jemari kemerah-merahan Rasmi membelai permukaan foto berukuran besar yang dipajang di dinding kamar. Foto pernikahannya dan Daud.

Kalau dipikir-pikir, ia dan sebingkai foto ini tak jauh berbeda. Sama-sama hanya pajangan dan sekadar untuk dipandang.

Sejak sah menikah, Rasmi dan kedua orang tua Daud hanya bertemu saat hari pernikahan saja. Selebihnya, ia tak tahu apa pun lagi mengenai kabar dari keluarga suaminya itu.

Apakah hubungan yang tidak sehat ini juga pertanda? Pertanda bahwa usia pernikahan mereka memanglah tidak akan lama?

Apa mungkin ini semua juga akibat dari kesalahan-kesalahannya di masa lalu? Sebagai anak yang harusnya lebih mendengarkan kedua orang tua, ia justru sebaliknya. Tak ragu menentang dan terang-terangan melawan.

"Maafin aku, Ibu ... Ayah!" bisik Rasmi. Dunianya saat ini benar-benar sudah hancur. Namun, jika harus pulang dan memberitahukan rumah tangganya yang gagal ... Rasmi pun enggan. Ia malu.

Ayah pasti akan semakin menyudutkannya. Belum lagi berbagai komentar buruk dari saudara-saudara sepupunya. Sudah terbayang Rasmi akan dijadikan bulan-bulanan mereka. Jadi sasaran empuk para tante-tante, saudara dari ibunya yang sejak dulu selalu merecoki kehidupannya.

Semua karena anak-anak mereka tidak memiliki karir cemerlang seperti Rasmi dulu. Tidak seberuntung Rasmi yang menikah dengan pria berpekerjaan tetap. Sekarang, setelah hidupnya seberantakan ini, mulut-mulut bak mata pisau itu akan seenaknya berkomentar tajam.

Entah harus ke mana ia membawa seluruh luka basah ini. Rasanya tak ada jalan lain selain melebur bersama luka itu sendiri. Ini adalah konsekuensi yang harus ditanggungnya. Menikahi pria kejam dan tak memiliki perasaan seperti Daud.

"Sekarang, cuma ini satu-satunya yang kumiliki. Apakah aku harus menjualnya?" ucap Rasmi bergetar. Ia menatap nanar pada cincin pernikahan yang masih melingkar di jari manisnya.

Cincin emas yang dulu menjadi simbol ikatan suci pernikahannya, mungkinkah kini harus beralih peran menjadi jalan dari perpisahan mereka?

Rasanya seluruh luka menyakitkan ini begitu sulit ditanggungnya seorang diri. Menggerogoti kewarasan yang masih ia miliki. Rasmi tak ingin berakhir jadi wanita gila karena dikhianati oleh suami. Ia masih ingin menjalani hidupnya yang normal dan kembali menemukan kebahagiaan.

Semua orang berhak bahagia, bukan?

Setelah puas menatap foto pernikahannya lekat-lekat, Rasmi perlahan turun dari ranjang. Ia coba memberanikan diri membuka satu pintu lemari yang berisi pakaian suaminya.

Bunyi pintu digeser itu terdengar bak bunyi sayatan di hatinya, terasa sangat perih dan menyakitkan. Ia kemudian menyentuh beberapa pakaian, disertai linangan air mata yang disusul isakan.

Rasmi menunduk, sehingga air matanya berjatuhan ke lantai. Kedua kakinya mendadak lemas, ia luruh kemudian bersimpuh.

"Kamu bilang ... mau membawa wanita itu ke rumah ini, kan, Mas?" Suara Rasmi tersendat-sendat. Sambil terus terisak, ia meraih satu koper berukuran cukup besar milik Daud, lalu memasukkan semua pakaian dan barang-barang pria itu ke dalamnya dengan kasar.

"Berengsek kamu, Mas! Aku tidak mengizinkan wanita murahan mana pun menginjakkan kakinya di rumahku!" Kali ini suara Rasmi meninggi, malah setengah berteriak.

Gerakannya bahkan mulai tak terkontrol, ia seolah tak sadar sudah menyenggol apa pun ketika membereskan barang-barang milik Daud. Laptop, beberapa map, juga foto-foto pribadi Daud yang dibingkai di atas meja kerjanya.

Crak! Satu vas bunga berukuran sedang pecah berhamburan ke lantai, melukai kakinya hingga berdarah namun ia seolah tak merasakan apa-apa.

Suara nyaring itu memicu rasa khawatir seseorang di bawah sana. Setelah beberapa hari sengaja memberikan Rasmi waktu sendiri, malam ini entah mengapa Hanif ingin sekali datang dan menemui sang wanita.

Namun, sejak tadi ia berdiri di depan pintu sambil berusaha menghubungi Rasmi, tetapi wanita itu tidak meresponnya.

"Ami! Apa yang terjadi? Kamu baik-baik saja, kan?" teriak Hanif. Ia dilanda cemas yang begitu hebat.

Hanif berdecak. Ia bertolak pinggang sambil memperhatikan gagang pintu. Setelah dicoba, ternyata pintu rumah ini tidak terkunci. Hanif pun segera masuk dan berlari mencari ke sana kemari, mencari keberadaan Rasmi.

"Ami, ini Mas! Kamu di mana?" pekiknya.

Selesai menyisir lantai satu tanpa hasil, Hanif bergegas ke lantai dua. Tepat ketika ia sampai di ujung tangga, isak tangis Rasmi terdengar mengudara.

"Ami!" Hanif panik bukan main. Matanya melotot tak percaya kala mendapati Rasmi tengah berusaha menyayat tangannya sendiri menggunakan pecahan kaca.

"Ya Allah, Ami! Istighfar, sayang!" teriak Hanif tak sadar. Ia sigap merebut pecahan kaca tersebut, meski melukai tangannya sekalipun. Membuat darahnya dan darah Rasmi bercampur di sana.

"Lepas, Mas! Biarin aku mati! Hidupku udah hancur!" raung Rasmi.

"Istighfar, Ami! Hidup kamu gak hancur! Kamu masih punya Ayah dan Ibu, dan yang mereka punya hanya kamu, Ami! Ingat itu!"

Kepala Rasmi menggeleng. "Aku bukan anak yang baik, Mas! Aku uda jahat sama mereka!" Rasmi terus meraung dalam dekapan Hanif. Sementara satu tangannya yang berlumuran darah masih dicekal oleh Hanif. Tenaga keduanya yang tak seimbang, membuat Hanif berhasil melepas benda runcing itu.

Dilemparkannya pecahan kaca tersebut, hingga Rasmi tak dapat menjangkaunya lagi. Pelukan Hanif pun kian erat, sambil terus berusaha menenangkan.

"Kamu gak jahat, Ami! Kamu adalah permata hati kedua orang tuamu, mereka sangat menyayangimu hingga detik ini. Jadi, jangan berpikir yang macam-macam!" bisik Hanif lemah di telinga Rasmi.

Tubuh Rasmi tampak lunglai, matanya terpejam erat. Namun, mulutnya tak berhenti meracaukan sesuatu yang entah apa. Hanif segera mengangkut tubuh rapuh itu ke atas tempat tidur.

Malam itu, Hanif merawat Rasmi dengan penuh perhatian. Membersihkan luka di tangan sang wanita dengan air hangat sehati-hati mungkin. Ia juga merapikan kembali kamar yang semula sangat berantakan hingga tak menyisakan sedikit pun bekas kejadian mengerikan itu.

Sementara di tempat lain, Daud dan Eva sedang bertengkar hebat. Wanita itu meradang setelah tahu bahwa Daud sedang menjalani konsekuensi atas peristiwa kegagalan proyek yang diembannya.

"Ini hanya sementara Eva, setelah selesai gaji Mas akan kembali seperti semula. Bersabarlah!" pinta Daud memelas.

"Kebutuhanku banyak, Mas. Biaya perawatan, agenda jalan-jalan kita selama di Indonesia, belum lagi kebutuhan Ziel, itu semua perlu uang banyak, Mas!"

"Ya sabar, Ev. Semua pasti Mas usahakan. Kamu tau beres aja!"

"Gak bisa, Mas!" Eva berdiri frustasi, sementara Daud duduk di tepi ranjang. Ia kualahan menenangkan Eva sejak siang tadi.

"Aku gak mau tau, pokoknya kita harus segera pindah ke rumah kamu yang ditempati wanita itu. Setelahnya, rumah itu bisa kita jual dan uangnya buat aku! ... Maksudku buat kita, buat ... buat kebutuhan kita!"

Daud tak bisa menjawab, ia hanya membuang napas berat karena kepalanya tiba-tiba pening.

1
Sunaryati
Rasmi seharusnya sejak awal melawan malah hanya pakai bathrobe , tendang senjatanya sekuat tenaga, akal dipakai
Sunaryati
Suka, ini tak kasih bintang 5 , tolong up rutin
Putrilicious: Alhamdulillah, terima kasih banyak, Kak. Semoga Allah membalas yang lebih baik. Insyaallah aku usahakan up rutin. 🙏
total 1 replies
Sunaryati
Ceritanya bagus buat deg- degan bacanya, ikut merasakan sakit hati dan marahnya Rasmi. Lancarkan proses perceraian Daud dan Rasmi, Rasmi bisa mengamankan rumahnya dan jika perlu penjarakan Daud karena membawa uang dan perhiasan Rasmi serta menikah lagi tanpa izin istri pertama
Sunaryati
Segera terbongkar pengkhianatan Daud, shg ada alasan Rasmi menggugat cerai
Yuli
nyesek bgt thor 😩 tapi aku suka
Yuli
lanjut thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!