NovelToon NovelToon
IDIOT BUT LUCKY

IDIOT BUT LUCKY

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Genius / Hamil di luar nikah / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Mata Batin / Kumpulan Cerita Horror
Popularitas:14.6k
Nilai: 5
Nama Author: diahps94

Tiga sejoli menghabiskan usia bersama, berguru mencari kekebalan tubuh, menjelajahi kuburan kala petang demi tercapainya angan. Sial datang pada malam ketujuh, malam puncak pencarian kesakitan. Diperdengarkan segala bentuk suara makhluk tak kasat mata, mereka tak gentar. Seonggok bayi merah berlumuran darah membuat lutut gemetar nyaris pingsan. Bayi yang merubah alur hidup ketiganya.

Mari ikuti kisah mereka 👻👻

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon diahps94, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

22. Awal Jumpa

Pedesaan tempat terindah untuk beristirahat dari hiruk pikuk kota. Terasa tentram penuh kedamaian, asri nan sejuk, ramah warganya dan sopan tutur katanya, sebuah nikmat yang wajib di syukuri. Cita rasa khas yang mengunggah selera, pedesaan benar-benar sempurna. Semua tak berlaku kala nasib buruk datang menimpa. Terlebih pedesaan saat malam terasa gulita, tak banyak manusia berkeliaran di atas pukul sembilan malam. Tersandung musibah, uluran tangan sulit di temui.

Mahendra kesal dengan Ucup sang supir, begitu teledor hingga kehabisan bahan bakar di tengah pedesaan. "Cup, gimana dapet nggk?"

Ucup ngos-ngosan, dia baru saja keliling desa dengan berjalan kaki mencari warung buka, ternyata tak ada. "Nihil pak, gak ada yang buka di gedor eh pas buka katanya nggk jual bensin juga, udah tanya katanya adanya warung mang Epul, eh sampe sana lagi abis katanya pak."

Mahendra menghempaskan tubuh duduk di jalanan, waktu sudah pukul dua dini hari, udara di sini begitu menusuk. "Ada mantel nggk di mobil Cup?"

"Aduh maaf pak, gak ada soalnya nyonya nggak kasih pak, cuma ada koper isi jas aja pak." Ucup tugasnya hanya memindahkan apa yang disiapkan nyonya besar.

"Brrrrrr, yaudah mati konyol kedinginan aja lah kita." Dumal Mahendra.

Mahendra nyaris membeku, saat sibuk mengutuk bantuan yang tak kunjung datang, di kejutkan dengan suara gadis yang begitu lembut. "Loh, bapak-bapak tuh kenapa tengah malam masih di luar, mobilnya mogok ya pak?"

Mahendra takut hantu nyasar seperti di film horor yang kerap ia tonton, takut-takut ia menoleh, eh si Ucup malah lebih dulu bertegur sapa dengan dua penduduk desa itu. "Iya neng, neng mau kemana malam-malam begini?"

"Mau ke pasar mang, dari mana aslinya?" Ramah gadis tersebut.

"Dari ibukota neng, ini kehabisan bensin, abis dari Curug." Jelas Ucup.

"Atuh, jam segini mah gak ada yang buka atuh mang, yaudah mampir dulu ke gubuk saya yok." Ajak si gadis.

Orang di samping gadis itu takut-takut berbisik. "Ulah atuh neng, nanti kalau penjahat gimana?"

"Emm, sepertinya bukan mak, udah hayuk mak di suruh ke rumah aja, kasihan." Seru gadis desa berhati mulia.

Mahendra membuntuti tanpa kata, sedari pertemuan tak ada basa-basi sama sekali, hanya Ucup yang berinteraksi. Kakinya tiba di sebuah rumah papan khas daerah. Rumah ini indah dengan ukiran kayu jati yang megah, untuk ukuran desa mungkin keluarga yang ia tumpangi cukup terbilang kaya. Sekaya-kayanya orang desa, tetap saja tak ada penghangat ruang.

"Neng maaf merepotkan, gara-gara kita neng sampe nggk jadi ke pasar." Ucup tak enak hati.

Gadis itu tersenyum cantik sebelum menyahut. "Gak apa mang, mungkin memang takdirnya nggk ke pasar, baru saja kita masuk rumah lagi hujan turun."

"Memang benar, hujan datang tiba-tiba tanpa kata permisi. Emang ke pasar jam segini teh mau ngapain neng?" Ucup penasaran.

"Mau jualan sayur mang, kebetulan kebun kita panen sore hari, jadi sudah di tunggu sama bapak di pasar untuk gantian kita yang urus." Jelas gadis itu lantas pamit untuk menyeduh teh hangat.

Mahendra hanya mengotak-atik ponsel sedari tadi, selain jaringannya yang buruk, ponselnya juga mulai sekarat. Sungguh hari apes tak kenal waktu, Mahendra kelaparan, tapi gengsi minta makan dengan orang baru di kenal. Belum lagi takut merepotkan jika sudah numpang segala minta makan. Perutnya dangdutan, Mahendra mengalihkan rasa itu dengan ngeromet menceramahi Ucup. Ucup terima saja, bosnya memang begitu jika sedang kesal.

Ibu dari si gadis muncul setelah merapihkan kamar. "Maaf ya seadanya aja di sini, itu kamarnya bisa di tempati, silahkan kalau mau istirahat."

"Satu kamar aja Mak? Bos saya mana mungkin tidur dengan saya.., dia..."

Mahendra membekap mulut ceplas-ceplos Ucup. "Terimakasih Bu, maaf merepotkan sekali. Kalau begitu kami izin istirahat ya Bu."

"Eh, nanti atuh nunggu minum anget dulu biar nggk menggigil. Kalau kemarau begini cuaca malam hari sudah seperti di kutub, ya walaupun saya belum ke kutub juga sih." Canda si emak.

"Haha emak bisa aja." Ucup tertawa geli, tawanya padam karena di pelototi Mahendra.

"Woah sedang asik mengobrol rupanya, nah ini ada teman ngobrol." Gadis itu meletakkan nampan berisi teh panas dengan satu piring singkong rebus.

Ucup sangat ingin, tapi dia tak berani mengulurkan tangan lebih dulu sebelum Mahendra melakukannya, sedang Mahendra terpaku menatap singkong itu. Dia memang lapar sekali, tapi sedewasa ini dirinya belum makan singkong yang begitu original. Keripik singkong aneka rasa, singkong goreng, atau singkong dalam olahan lain, kalau hanya singkong rebus ada bisa di telan. Takutnya jika di paksa lambungnya tak kuasa menahan rasa.

"Loh malah pada bengong, singkong sama tehnya gak bakal langsung pindah perut kalau cuma diliatin, dah silahkan di dahar." Emak tahu mungkin aneh bagi mereka di hidangkan singkong rebus.

"Mumpung hangat, disini air panas cepat dingin, kalau di diamkan saja keburu ngambek nggak dingin lagi loh teh nya." Gadis itu mencoba melempar lelucon.

Mengulurkan tangan yang gemetar, kalau bukan karena kebaikan mereka, Mahendra tak akan mau mencicipi. Mengambil potongan singkong paling kecil, perlahan menyuapkan ke mulut, mengunyah dengan malas, hingga tertelan perlahan. "Loh kok enak."

"Yauswkk mumenangg wenakksshh." Ucup bilang memang enak tapi dengan mulut penuh singkong.

Mahendra memukul bahu Ucup. "Pelan-pelan Cup, takut nggak kebagian."

Ucup menelan lebih dulu. "Enak kan pak, saya udah ngiler dari tadi bapak malah telepati dengan singkong, sekarang lambung saya bahagia."

Mahendra sibuk menyuapkan potongan singkong dalam mulut. "Gaya mu segala ada bahasa telepati."

Mengambil singkong maruk, Ucup ambil dua atau tiga potong sekaligus. "Heheheh."

"Mulut cengar-cengir, tangan lancar ya Cup ambil singkong, dah kamu jangan makan lagi ini jatah saya." Mungkin lapar melanda sehingga singkong rebus nikmat tiada dua.

"Ehh, gak bisa gitu pak, ini kan darurat saya ngak nurut perintah dulu." Sanggah Ucup.

Menepis tangan Ucup yang berusaha menggapai piring singkong yang sudah di jauhkan Mahendra. "Hush, jatah saya kamu minum aja tuh teh."

Malam itu tak ada batasan antara Ucup dan Mahendra dalam perihal makan. Meski setelahnya Ucup kena ultimatum harus tidur di lantai karena Mahendra malas tidur dengan Ucup yang belum mandi, padahal sendirinya juga tidak. Ucup tak masalah toh ada kasur lantai yang tersedia. Alhasil mereka tidur satu kamar, bos yang kaya raya itu merakyat dengan karyawannya.

Tetesan embun menutup semuanya, kabut menutup pandang. Sudah pukul tujuh hawa dingin masih belum beranjak. Mahendra bergelung di balik hangatnya selimut. Mendengkur halus, dia begitu nyaman berada di atas ranjang yang tak sesempurna ranjangnya di rumah. Bahkan alam seakan menarik paksa dirinya tetap tidur, dia bermimpi indah walau semalam tidur tanpa merapal doa.

Ucup di bantu si empunya rumah membeli satu derigen bahan bakar di pasar. Kala bos-nya sibuk membuat pulau, dia nyaris keliling pulau. "Pak, makasih loh pak repot-repot segala dibeliin, kok tahu pak?"

"Atuh ya tau jang, kan tadi anak amang ke pasar bilang." Jelas Ijal.

"Ehh, jadi rumah kosong cuma kita aja ya pak yang isi?" Ucup geleng-geleng dengan tingkat kepercayaan orang desa, apa tak ngeri kalau mereka punya niat jahat.

"Betul, nggak mungkin istri dan anak saya pamit ke kalian yang sedang lomba ngorok." Canda Ijal.

"Bwhahahahahah, maaf ya pak rumahnya jadi ramai suara orang ngorok daripada suara kodok." Ucup terbawa guyonan Ijal.

"Ngorok nggk bisa di atur, segala minta maaf atuh." Ijal menepuk bahu Ucup.

"Hayuk ngopi dulu ke dalem, sekalian cari corong biar nggk tumpah bensinnya." Seru Ijal.

Berkah menolong seseorang membuat dagangan laris tanjung kimpul. Baru pukul delapan sudah pulang ke rumah dengan belanjaan penuh. Si gadis sibuk memasak, sedang emak bertugas mencuci baju, Ijal menemani tamu. Keharmonisan kian kental, tawa tak lepas dari mereka. Hingga semua hidangan matang, meriung di saung belakang rumah Ijal. Nasi liwet dan lauk pauk membuat Ucup nyaris meneteskan liur. Meski tergiur tak bisa lekas santap, tuannya masih tidur.

Di desak untuk segera memanggil tuannya agar sarapan Ucup menolak sopan. Tuannya memang orang baik, tapi perihal tidur siapa berani menganggu. Nyonya besar saja tak berani melakukan hal itu. Tuannya mengalami gejala sukar tidur, jadi saat bisa tidur tak diizinkan siapapun membangunkan. Ucup yang berkerja sedari SMP dengan Mahendra sudah trauma melihat teman kerjanya di pecat dan di buat cacat meski pesangon banyak, Ucup masih sayang tangannya.

"Loh kok pada ngeliatin ke sini, ini bapak ini udah bangun hayuk mulai makan." Si gadis merasa aneh dengan tatapan Ucup kearahnya.

Ucup lompat dari saung, bergegas menghampiri tuannya yang kemungkinan besar di bangunkan. "Emmmm, anu pak..."

"Anu-anu, bikin malu aja nggk bangunin saya." Kesal Mahendra.

Salah lagi, batin Ucup. "Maaf pak."

"Nah udah kumpul semua, hayuk dahar." Ijal mempersilahkan tamunya lebih dulu.

Kalap, Mahendra tak hanya kali ini makan nasi liwet, tapi mengapa ini berbeda, terasa amat membahagiakan lidah. Satu bakul nyaris dia semua yang santap, nasinya saja nikmat, apalagi di padukan dengan lauknya, wah sepertinya cocok buka rumah makan. Ijal sekeluarga tertawa dengan tingkah Mahendra. Ucup menganga tak percaya, tuannya jadi seperti punya kepribadian ganda. Sejak kapan Mahendra setamak ini dalam makan, sampai-sampai sambal terasi di jadikan camilan.

Perut kenyang hati senang, Mahendra santai-santai di atas saung sembari bincang hangat. Matanya tak jenak saat melihat gadis itu dan ibunya sibuk membawa kembali perkakas usai mereka makan. Sebagai ucapan terimakasih, Mahendra seorang putra yang di besarkan layaknya pangeran itu berinisiatif membantu. Mengumpulkan piring kotor, dan bersiap turun dari saung ke dapur. Naas, nasibnya tak semulus uang di rekening, kakinya tersandung kaki Ucup, jatuh tengkurap di tanah dengan kaki kanan yang menggantung.

"Arghhhhh...." Teriak Mahendra.

Ucup panik, dalam hati menyayangkan tindakan bos nya yang segala ingin membantu, malah jadi tragis. "Aduh pak ngapain rebahan disitu?"

Bersambung

1
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
aduhhhh djiwaaaaaa tolonginnnn
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
yaa alloh,,, knp jd kerasukan lagiiii...
mkny pakkkk dekatkan diri sama yg maha kuasa....
jd kasiannn sm C musdal🤭
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
djiwa dipercaya 👍👍👍👍
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
gelang ny sayang ma djiwa
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
ya salammmm galauuuuu😂😂😂
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
ngareppp yaaa🤭🤭
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
😱😱😱
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
waduh 😣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Memang kesurupan 🤣🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Setuju 🤫
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
klo tinggal di desa,,, bareng2...
koplak nyaa nularrr nnti😂😂😂
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
wajarrrrr
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
😂😂😂😂😂
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
diaa inget Zalina🤧
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
😂😂😂😂
lbh kyakkk yaaa,,,
bpk nyaa djiwa sultannn
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Itu ujian untukmu Djiwa, semoga kamu bisa menjaga amanah kiai 😁
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Ternyata Djiwa msh keturunan kiai 👍😍
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Alhamdulillah ternyata gelangnya bisa melindungi Djiwa lg 😉
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
🤣🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Wow apa gelangnya hidup lg 😱
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!