NovelToon NovelToon
Love Or Tears

Love Or Tears

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Tukar Pasangan
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Putu Diah Anggreni

Rani seorang guru TK karena sebuah kecelakaan terlempar masuk ke dalam tubuh istri seorang konglomerat, Adinda. Bukannya hidup bahagia, dia justru dihadapkan dengan sosok suaminya, Dimas yang sangat dingin Dan kehidupab pernikahan yang tidak bahagia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putu Diah Anggreni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Fajar

Rani menoleh ke arah suara yang memanggilnya, jantungnya berdegup kencang. Matanya bertemu dengan sepasang mata cokelat gelap yang menatapnya dengan intens. Di hadapannya berdiri seorang laki-laki muda, mungkin berusia awal 30-an, dengan postur tegap dan tinggi sekitar 180 cm.

Pria itu mengenakan setelan jas abu-abu yang rapi dan pas di tubuhnya yang atletis. Kemeja putihnya disetrika sempurna, dengan dasi biru tua yang terikat rapi di lehernya. Rambutnya hitam legam, dipotong pendek dan disisir rapi ke samping, memberikan kesan profesional dan tegas.

Wajahnya tampan dengan fitur-fitur yang tegas, rahang yang kuat, hidung yang mancung, dan alis tebal yang menaungi matanya yang tajam. Kulitnya berwarna cokelat terang, khas orang Indonesia yang sering terpapar matahari. Ada bekas luka tipis di alis kanannya, menambah karakter pada wajahnya yang sudah menarik.

Ekspresinya saat ini adalah campuran antara keterkejutan dan kegembiraan. Senyum lebar terkembang di bibirnya, menampakkan deretan gigi putih yang rapi. Namun, ada kilatan aneh di matanya - sesuatu antara kebingungan dan kecurigaan.

"Adinda? Astaga, ini benar-benar kau?" ujar pria itu, melangkah mendekat. Suaranya dalam dan berat, namun ada nada kegembiraan yang tidak bisa disembunyikan.

Rani merasakan kepanikan mulai menjalari tubuhnya. Pria ini jelas mengenal Adinda - Adinda yang asli. Ia berusaha menenangkan diri dan memaksakan sebuah senyum.

"Ya, ini aku," jawabnya ragu-ragu. "Maaf, tapi... siapa ya?"

Pria itu mengerutkan keningnya, senyumnya sedikit memudar. "Kau... kau tidak mengenaliku? Ini aku, Fajar. Kita dulu sekelas di SMA, ingat?"

Rani merasakan jantungnya seolah berhenti berdetak. Fajar, nama itu terdengar familiar. Ia ingat Adinda pernah menyebut nama itu beberapa kali dalam diary-nya. Tapi siapa dia sebenarnya?

"Oh, Fajar," Rani berusaha terdengar natural. "Maaf, aku... aku sedang tidak enak badan. Ingatanku agak kacau."

Fajar menatapnya dengan campuran kebingungan dan kekhawatiran. "Kau baik-baik saja? Apa terjadi sesuatu?"

Rani bangkit dari bangku taman, merasa perlu segera pergi dari situasi ini. "Aku baik-baik saja, hanya sedikit pusing. Maaf, Fajar, aku harus pergi sekarang."

Namun, sebelum Rani bisa melangkah pergi, Fajar menangkap lengannya dengan lembut. "Tunggu, Adinda. Ada yang ingin kubicarakan denganmu. Ini... ini tentang apa yang terjadi lima tahun lalu."

Rani merasakan darahnya seolah membeku. Lima tahun lalu - tepat saat Adinda yang asli menghilang dan ia mengambil alih identitasnya. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang diketahui pria ini?

"Aku... aku tidak mengerti maksudmu," Rani berusaha melepaskan diri, panik mulai menguasainya.

Fajar menatapnya lekat-lekat, matanya menyiratkan kesedihan dan penyesalan. "Adinda, aku tahu kau mungkin masih marah padaku. Tapi kumohon, beri aku kesempatan untuk menjelaskan. Aku sudah mencarimu selama bertahun-tahun."

Rani merasa dunianya berputar. Ia tahu ia harus segera pergi dari sini, tapi ada bagian dari dirinya yang penasaran. Apa yang sebenarnya terjadi antara Adinda dan pria ini?

"Baiklah," akhirnya Rani berkata, suaranya bergetar. "Tapi tidak di sini. Besok, di kafe dekat stasiun. Jam 10 pagi."

Fajar mengangguk, senyum lega terkembang di wajahnya. "Terima kasih, Adinda. Aku janji akan menjelaskan semuanya."

Rani berbalik dan bergegas meninggalkan taman, pikirannya kacau. Ia tahu ia baru saja membuat keputusan yang mungkin akan mengubah segalanya. Besok, mungkin semua kebohongannya akan terbongkar. Tapi mungkin juga, ia akan menemukan jawaban atas misteri yang selama ini menghantuinya.

Rani berjalan cepat meninggalkan taman, jantungnya berdegup kencang. Pikirannya berkecamuk, berbagai skenario buruk bermunculan dalam benaknya. Bagaimana jika Fajar mengetahui kebenarannya? Bagaimana jika ia memberitahu Dimas?

Sesampainya di rumah, Rani langsung menuju kamar tidur dan mengunci pintunya. Ia membuka laci meja rias, mengeluarkan sebuah buku harian usang yang selama ini ia sembunyikan, buku harian Adinda yang asli.

Dengan tangan gemetar, Rani membuka halaman demi halaman, mencari petunjuk tentang siapa sebenarnya Fajar ini. Akhirnya, ia menemukan sebuah entri bertanggal lima tahun yang lalu:

"Hari ini Fajar mengajakku bertemu. Dia bilang ada hal penting yang ingin dibicarakan. Aku tidak tahu harus bagaimana. Di satu sisi, aku masih mencintainya. Tapi di sisi lain, aku takut. Takut jika semua kebohongan ini akhirnya terbongkar. Apa yang harus kulakukan?"

Rani mengernyitkan dahi. Kebohongan apa yang dimaksud Adinda? Dan mengapa ia takut jika kebohongan itu terbongkar?

Suara ketukan di pintu mengejutkan Rani. "Adinda? Kau di dalam?" suara Dimas terdengar dari balik pintu.

Rani buru-buru menyembunyikan buku harian itu kembali ke dalam laci. "Ya, aku di sini. Sebentar," jawabnya sambil berusaha menenangkan diri.

Ia membuka pintu dan menemukan Dimas berdiri dengan raut wajah khawatir. "Kau baik-baik saja? Kau terlihat pucat."

Rani memaksakan sebuah senyum. "Aku baik-baik saja. Hanya sedikit lelah."

Dimas menatapnya lekat-lekat. "Kau yakin? Kau tahu kau bisa cerita apa saja padaku, kan?"

Rani merasa hatinya mencelos. Betapa ia ingin menceritakan segalanya pada Dimas, tapi ia tahu ia tidak bisa. "Aku tahu. Terima kasih, Dimas. Aku hanya butuh istirahat sebentar."

Malam itu, Rani nyaris tidak bisa tidur. Pikirannya terus melayang ke pertemuannya dengan Fajar besok. Apa yang harus ia katakan? Bagaimana ia harus bersikap?

Keesokan paginya, Rani bangun lebih awal. Ia memilih pakaian dengan hati-hati - sebuah blus putih dan rok pensil hitam, pakaian yang ia pikir akan dipakai Adinda. Ia menghabiskan waktu lebih lama di depan cermin, memastikan riasannya sempurna.

"Kau mau ke mana?" tanya Dimas saat melihatnya bersiap-siap.

"Oh, aku... aku ada janji bertemu teman lama," jawab Rani, berusaha terdengar kasual.

Dimas mengerutkan keningnya. "Teman lama? Siapa?"

"Hanya teman SMA. Kami tidak sengaja bertemu kemarin di taman," Rani berusaha menghindari tatapan Dimas.

"Baiklah," ujar Dimas akhirnya. "Hati-hati di jalan."

Rani mengangguk dan bergegas keluar rumah. Sepanjang perjalanan ke kafe, ia terus memikirkan skenario yang mungkin terjadi. Bagaimana jika Fajar menyadari bahwa ia bukan Adinda yang asli?

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!