Yang satu punya banyak problematik, yang satunya lagi bocah bebas semaunya. Lalu mereka dipertemukan semesta dengan cara tak terduga.
Untuk tetap bertahan di dunia yang tidak terlalu ramah bagi mereka, Indy dan Rio beriringan melengkapi satu sama lain. Sampai ada hari dimana Rio tidak mau lagi dianggap sebagai adik.
Mampukah mereka menyatukan perasaan yang entah kenapa lebih sulit dilakukan ketimbang menyingkirkan prahara yang ada?
Yuk kita simak selengkapnya kisah Indy si wanita karir yang memiliki ibu tiri sahabatnya sendiri. Serta Rio anak SMA yang harus ditanggung jawabkan oleh Indy.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
SMA Langit.
Di tempat biasa, saat jam pelajaran telah usai Rio dan Dimas memadu persahabatan tanpa banyak bicara. Yang satunya membaca buku usang dengan raut serius, sedangkan yang satunya lagi sibuk memainkan laptop. Mereka memang sering seperti ini, saling berdekatan tanpa adanya interaksi. Namun bagi mereka hal tersebut mengandung rasa kenyamanan yang tidak dapat jelaskan, di saat orang-orang melihat mereka seperti dua orang asing dalam satu tempat. Keduanya menyebut situasi ini dengan istilah 'quality time senyap'.
Kemudian sekitar dua puluh menitan berlalu sebelum waktu quality time berakhir, Dimas menutup laptopnya. Dia teringat harus menyampaikan sesuatu kepada Rio.
"Yo, lo tau nggak, orang yang pernah nanya-nanya tentang lo tempo hari ke ibu gue, pernah gue liat juga dia ngintai rumah kak Indy." Mendengar Dimas bicara ini, Rio langsung menutup bukunya.
"Lo yakin itu orang yang sama?"
"Yakin seribu persen. Saking penasarannya, gue sampai jadi penguntit dia. Dan ternyata dia bukan dari orang-orang keluarga kak Indy. Maksudnya dia bukan dari pihak musuh kak Indy. Tapi dia juga bukan orang yang mau nyakitin lo juga."
"Bukan musuh gue juga bukan musuh kak Indy? terus siapa dia?" awalnya Rio tidak mengulik lebih lanjut ketika Dimas memberi informasi yang pertama, namun karena nama Indy dibawa-bawa, Rio tidak bisa mengabaikannya lagi.
"Nah itu dia. Gue kan penasaran, jadilah gue ikutin tuh orang. Gue selidiki apa yang gue lihat dari hasil nguntit. Dan.. gue juga masih gak nyangka sih." Dimas tertunduk memikir. Dia menimbang-nimbang tentang informasi yang ia dapat. Bilang tidak ya? kasih tau nggak ya? kasih tau lah, masa nggak. Dimas berdebat dengan dirinya sendiri. Akhirnya dia memberitahukan spekulasinya.
"Nggak nyangka apa nih?" Rio tidak sabar menunggu.
"Masalahnya-- maaf nih ya, ini agak sensitif. Menurut hasil penyelidikan gue, sebenarnya nyokap lo tuh masih hidup. Kemungkin dia baru nyariin lo karena tahu bokap lo meninggal, terus kepikiran lo hidup sama siapa."
"Maksud lo gimana Dimas?"
"Jadi gini Yo, orang yang suka ngintai dan kepoin tentang lo itu orang suruhan ibu-ibu. Pas gue selidiki ternyata ibu itu identitasnya palsu. Nah, jiwa kepo gue kan jadi meronta-ronta, akhirnya gue pakai keahlian yang gue punya buat cari tahu identitas sebelumnya yang dia ubah."
"Terus darimana lo tahu kalau dia itu ibu yang sudah melahirkan gue, sedangkan gue aja nggak pernah tahu namanya. Setiap gue nanya nama ibu, bapak selalu gak jawab dan berakhir mengalihkan pembicaraan lain."
"Lo emang gak lihat di batu nisan?"
"Cuma berupa batu nggak ada epitaf."
"Naaaah. Dari situ harusnya lo sepemikiran sama gue bahwa nyokap lo masih hidup. Bisa aja itu kuburan palsu."
"Iya sih, tapi kan darimana lo bisa yakin kalau ibu-ibu yang lo selidiki adalah ibu kandung gue?"
"Dari pemikiran gue setelah melihat-lihat yang ada. Ibu itu punya kemiripan sama lo. Dari hidung, mulut, sampai ke jalngus nya mirip lo Yo."
"Jalngus?"
"Iya jalngus, jalanan ingus. Ini loh Yo, yang di sini." Dimas sambil memegang filtrum (lekukan antara hidung dan mulut).
"Itu namanya Filtrum, Dimas. Menurut gue hasil analisa lo masih butuh penyelidikan lebih lanjut. Namun hal ini juga tidak bisa diabaikan begitu saja."
Untuk sejenak, Rio terpaku menyelami pikirannya. Bagaimana pun omongan Dimas tidak bisa didiamkan.
"Oke kalau begitu. Gue bakal cari evidence yang lebih kuat lagi."
"Gue juga ikut nyari kali ini. Sekarang kita pulang, kerjaan udah nungguin gue di rumah."
"Siap bos."
...*****...
Kantor Starqueen.
Upaya penyelesaian tentang masalah yang pernah disinggung Handi saat bertandang ke Starqueen, sudah selesai dengan rapi. Indy tidak dibebankan ganti rugi waktu yang terbuang karena dari hasil analisis kejadian perkara, waktu yang sempat terbuang selama beberapa jam ada unsur kesalahpahaman internal customer. Juga pada aspek-aspek lain, Starqueen tidak terbukti mengalirkan produk gagal ke konsumen setelah melalu tahapan trial.
Indy bisa bernafas lega akan hal itu.
Waktu sudah menunjukkan petang. Indy merenggangkan otot leher yang terasa kaku, menyandarkan tengkuknya di kursi yang empuk. Namun se-empuk-empuknya kursi direktur, bagi Indy masih lebih nyaman bersandar di pangkuan Rio.
Pikiran Indy tertuju pada Rio lagi. Perempuan itu sontak mengambil hp nya bukan untuk menghubungi, melainkan melihat-lihat kegiatan Rio di rumahnya melalui CCTV.
Indy mesem-mesem ketika melihat Rio tidak memakai baju dan hanya memakai celana seragam abu-abu. Anak itu sedang mengepel lantai dengan mesin pel. Hal tidak terduga pun terjadi sontak menyipitkan mata Indy. Rio terlihat membuka reslletiing celana abu-abunya, melorootkan celana sampai ke bawah hingga ia nampak memakai kolor.
Celana abu-abu yang dilepaskannya, Rio sampirkan di leher. Detik berikutnya Indy cengengesan karena Rio merubah tatanan sampiran celananya yang tadinya di leher, sekarang dipakaikan ke kepala dan di gelung serupa nenek gayung.
Oh jadi gini penampilannya kalau aku lagi di kantor. Celana bisa sampai ke kepala. Giliran ada aku di rumah, rapih nya bukan maeeen.
"Nona, ada yang ingin bertemu. Saya minta beliau menunggu di ruang sebelah." Vena menginterupsi.
"Siapa dia?"
"Pak Lukas. Apakah Nona ingin menemuinya?"
.
.
.
Bersambung.
Heh, jd keinget gaya helikopter nya Gea sm Babang Satria🤣