Akibat mengintai sang ayah yang dicurigai selingkuh, Freya justru berakhir di kamar hotel bersama seorang Pria. Namun, siapa sangka jika semua ini hanya jebakan agar Freya menerima perjodohan bisnis dari keluarganya. Lantas, bagaimanakah Freya menjalani pernikahannya, sedangkan Freya sedang memperjuangkan teman satu kampusnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tie tik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai Memperhatikan
Alexander termangu setelah membuka pintu kamar. Tatapan matanya tertuju ke arah tempat tidur. Dia mengamati Freya yang sedang tengkurap sambil menangis. Suara isak tangisnya terdengar pilu hingga membuat perasaan Alexander tak karuan. Sebenarnya dia sendiri tidak suka melihat wanita mendapatkan kekerasan fisik.
Pria tiga puluh tahun itu berjalan menuju kamar mandi. Tak lama setelah itu dia keluar dengan membawa gayung berisi air hangat dan handuk kecil. Setelah meletakkan gayung di atas nakas, Alexander menggulung lengan kemejanya hingga siku. Dia duduk di tepian tempat tidur yang ditempati oleh Freya.
"Duduklah," ucap Alexander seraya menyentuh lengan Freya. "Sudah jangan menangis," ujar Alexander.
Suara isak tangis tak terdengar lagi. Freya mengubah posisinya duduk bersandar di headboard ranjang. Dia menatap Alexander sekilas dan setelah itu menatap ke arah lain. Perasaan marah, kecewa dan sedih membaur menjadi satu di dalam hati.
"Jangan bergerak. Aku akan membersihkan pipimu," ucap Alexander.
"Aaw, panas."
Freya mendesis saat Alexander menyentuh pipinya dengan handuk yang sudah direndam dalam air hangat. Pria keturunan Jerman itu mengompres pipi Freya dengan air hangat agar tidak memar. Keduanya tak saling bicara. Akan tetapi, beberapa kali saling adu pandang.
"Aku sudah berusaha menjadi yang terbaik di depan Alex, tetapi dia tidak pernah menatapku. Terkadang aku merasa terhina karena seringkali Alex bilang jika fisikku tidak menggugah napsunya. Aku sangat terluka setelah tahu jika seleranya bukan wanita sexy, melainkan seorang pria."
Alexander memejamkan mata tatkala teringat kalimat panjang yang diucapkan Freya kepada Mirei kala itu. Dia belum bisa menerima tuduhan yang dilayangkan Freya, jika dirinya seorang g4y. Alexander sendiri bingung harus bagaimana menjalani rumah tangga ini.
"Aku bukan g4y. Aku pria normal," ucap Alexander sambil menatap Freya beberapa detik lamanya.
"Aku ... aku ... aku." Freya menggerakkan bola matanya ke kiri dan ke kanan untuk mencari jawaban yang tepat.
"Tidak perlu bingung. Aku minta maaf jika sikapku selama ini sudah membuatmu terluka," ucap Alexander seraya meraih tissu yang ada di atas nakas. "Lebih baik setelah ini mandi dan istirahatlah. Aku yakin jika sekarang kamu setres dan lelah." Alexander mengusap wajah Freya dengan tissu. Wajah gadis cantik itu pun terlihat lebih bersih karena tidak ada bekas air mata di pipi.
Freya termangu mendapat perlakuan manis dari Alexander. Dia heran dan tidak percaya jika suaminya itu bisa bersikap lembut dan perhatian. Tatapan mata Freya mengikuti setiap gerak-gerik yang dilakukan Alexander di dalam kamar.
"Kenapa dia jadi bersikap manis begitu? Seharusnya dia marah ke aku 'kan?" batin Freya setelah Alexander masuk ke dalam kamar mandi.
****
Jarum jam menunjuk angka sebelas. Malam pun semakin larut. Rasa kantuk mulai menggoda dua orang pria yang sedang sibuk di ruang kerja. Beberapa kali Alexander melihat Bima menguap. Dia tahu jika asisten pribadinya itu pasti lelah karena sangat sibuk beberapa hari ini.
"Kita lanjutkan besok saja. Lebih baik sekarang kamu pulang saja. Istirahat lebih awal," ucap Alexander setelah menutup laptopnya.
"Terima kasih atas pengertiannya, Al," ucap Bima dengan diiringi senyum tipis. Pemuda dua puluh delapan tahun itu segera membereskan berkas yang sedang dikerjakan.
Alexander pun mengakhiri kegiatannya di ruang kerja. Setelah kepergian Bima, dia pun masuk ke dalam kamar. Rupanya Freya sudah tertidur pulas. Alexander mengambil kursi yang biasa dipakai Freya di walk in closet dan diletakkan di samping tempat tidur. Lantas, dia duduk di sana sambil mengamati Freya. Setiap detail pahatan indah Sang Pencipta tak luput dari pengamatannya. Baru kali ini Alexander menatap Freya layaknya wanita dewasa.
"Coba ubah pandanganmu kepada Freya. Jangan melihat bentuk tubuhnya yang mungil. Adikku tidak terlalu jelek, Al. Dia gadis yang menarik jika kamu memandangnya sebagai seorang wanita, bukan anak kecil."
"Dia sudah berusaha menarik perhatianmu, tetapi kamu terlalu sibuk sehingga tidak ada waktu bersama. Sesekali berilah waktu untuk Freya. Dia juga butuh perhatian darimu."
"Tolong jangan sakiti dia. Aku tahu kamu memiliki kekasih, tetapi adikku juga berhak mendapatkan haknya sebagai seorang istri. Aku yakin kamu bisa melewati semua ini."
"Bersikaplah yang manis, dia pasti luluh dan memberikan seluruh hidupnya kepadamu, Al. Jangan biarkan pria bernama Rama itu memenangkan perasaan Freya. Apa kamu rela kehilangan segalanya karena kalah dengan pemuda biasa?"
Alexander mengusap wajahnya setelah teringat nasihat yang diberikan Mirei beberapa hari yang lalu. Dia menghela napas berat karena belum menemukan titik terang pernikahannya bersama Freya. Alexander membungkukkan badan dengan kedua tangan sebagai penopang.
"Freya Deandra," gumamnya dengan suara lirih. "Aku tidak tahu kenapa hatiku resah seperti ini. Apalagi saat mengingat tamparan dari ayahmu. Ck. Gadis yang malang." Alexander menggeleng beberapa kali.
Alexander beranjak dari tempatnya. Lantas, dia duduk di tepian yang ranjang yang ditempati oleh Freya. Dia mengamati wajah tanpa polesan make-up itu lebih dekat lagi. "Jadi setiap malam dia tidak memakai piyama kartun lagi? Kok aku baru tahu ya?" batin Alexander setelah mengamati pakaian yang dikenakan oleh Freya.
"Cantik juga ternyata. Menggemaskan," gumam Alexander dengan diiringi senyum tipis.
Entah bagaimana awalnya, Alexander tiba-tiba mengulurkan tangan hingga menyentuh rambut Freya. Dia membelai rambut Freya dengan gerakan pelan dan lembut. Beberapa detik kemudian, tangan Alexander pun berpindah tempat. Dia membelai pipi Freya beberapa kali hingga membuat sang empu tersadar dari tidur nyenyaknya.
"Ada apa?" Freya menatap tajam Alexander tanpa mengubah posisinya. Dia terkejut dengan kehadiran Alexander di sisinya.
"Aku hanya memastikan jika pipimu tidak memar," kilah Alexander dengan tegas. Tidak ada senyum manis seperti beberapa detik yang lalu saat dirinya membelai rambut Freya.
"Terus?" Freya memicingkan mata setelah mengubah posisinya duduk bersandar di headboard ranjang.
"Besok malam kamu harus menemaniku ke pesta pernikahan kolega perusahaan dan setelah itu menghadiri acara makan malam yang diselenggarakan ko Denis," jelas Alexander sebelum beranjak dari tempatnya. "aku hanya ingin memastikan jika tidak terjadi sesuatu dengan pipimu. Besok akan ada tim stylist yang membantumu bersiap," lanjut Alexander setelah berada di atas tempat tidur.
Freya hanya menganggukkan kepala dengan tatapan yang tak lepas dari wajah Alexander. Dia semakin bingung dengan sikap yang ditunjukkan suaminya itu. Freya tidak bisa menyimpulkan apapun karena takut salah lagi.
"Kenapa menatapku seperti itu? Ada yang ingin kamu sampaikan?" tanya Alexander tanpa mengalihkan pandangan dari Freya.
Takut Freya terus barengan sama Rama dan g bisa mengawasi jarak dekat
Pasti berkesan dan g bisa di lupakan
Freya tetap jaga hati ya,,si Alex masih punya kekasih lain
tumben