Tanggal pernikahan sudah ditentukan, namun naas, Narendra menyaksikan calon istrinya meninggal terbunuh oleh seseorang.
Tepat disampingnya duduk seorang gadis bernama Naqeela, karena merasa gadis itu yang sudah menyebabkan calon istrinya meninggal, Narendra memberikan hukuman yang tidak seharusnya Naqeela terima.
"Jeruji besi tidak akan menjadi tempat hukumanmu, tapi hukuman yang akan kamu terima adalah MENIKAH DENGANKU!" Narendra Alexander.
"Kita akhiri hubungan ini!" Naqeela Aurora
Dengan terpaksa Naqeela harus mengakhiri hubungannya dengan sang kekasih demi melindungi keluarganya.
Sayangnya pernikahan mereka tidak bertahan lama, Narendra harus menjadi duda akibat suatu kejadian bahkan sampai mengganti nama depannya.
Kejadian apa yang bisa membuat Narendra mengganti nama? Apa penyebab Narendra menjadi duda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arion Alfattah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 - Memutuskan Hubungan
Seperti yang dikatakan Naqeela, gadis itu menemui calon suaminya dan hendak membicarakan pembatalan rencana pernikahan mereka.
Bulir keringat dingin mulai Naqeela rasakan di sekujur tubuhnya. Kedua tangannya saling menggenggam satu sama lainnya guna menenangkan hati yang sedang dilanda keresahan.
"Ada apa? Tumben kamu tidak kerja?" tanya calon suaminya Naqeela yang bernama FADHIL.
"Aku sudah berhenti kerja dari dua hari yang lalu," kata Naqeela seraya mendongak menatap Fadhil.
"Tidak biasanya kamu melakukan tindakan tanpa bilang padaku, kamu baik-baik saja?" Sosok itu terdengar begitu lembut bertanya tentang keadaan Naqeela. Pertanyaan itu pula seketika membuat Naqeela dirundung malang mengingat nasibnya yang tidak biasa.
"Maaf." Satu kata keluar dari bibir Naqeela dengan bola mata berkaca-kaca. Maaf saja tidak bisa mengembalikan semuanya dan kata maaf ini juga yang akan mengubah semua kondisi dia.
"Maaf? Kenapa minta maaf? Kamu tidak salah apapun loh, untuk apa coba?" Fadhil heran.
"Kita tidak bisa melanjutkan rencana pernikahan kita, maafkan aku."
Deg.
Dan seketika jantung Fadhil bergetar hebat ketika ia mendengar penuturannya Naqeela "Kamu ... Membatalkan pernikahan kita? Kenapa? Sejauh ini hubungan kita baik-baik saja, tidak ada masalah. Kamu pasti bercanda," kata Fadhil seraya menggelengkan kepalanya menatap tidak percaya sosok perempuan yang ada dihadapannya. Ia tidak menyangka Naqeela akan membatalkan rencana yang sudah berjalan 80%
Kepala gadis itu menggeleng seraya menangis tanpa suara. "Bukan itu, tapi ..."
"Dia akan menikah denganku," kata seorang pria yang entah sejak kapan berada di sana dan tidak jauh pula dari Naqeela
Bola mata Naqeela melotot, terkejut atas ucapan Narendra dan bingung kenapa pria itu ada cafe tanpa seseorang yang menemani. Untungnya Narendra duduk di kursi roda modern sehingga bisa menggerakkan satu tombol kursinya bisa maju sendiri.
"Siapa kamu? Jangan ngaku-ngaku mau menikah dengan Naqeela, saya yang akan jadi suaminya," balas Fadhil tidak terima ada pria lain yang mengaku sebagai calon suaminya Inara. Setahu Fadhil, Naqeela tipe wanita setia dan ia percaya kalau Naqeela tidak memiliki hubungan apapun selain dengannya seorang.
"Mengaku-ngaku? Saya tidak berbohong, saya memang calon suami Naqeela dan secepatnya kita akan menikah. Jadi, kamu tidak usah lagi mengharapkan wanita ini," balas Narendra sambil melirik Naqeela yang diam menatapnya dengan pandangan sedih.
"Qeela, ini tidak benar 'kan? Mana mungkin kamu mau menikah dengan orang lain pada saat pernikahan kita semakin dekat? Tidak mungkin kamu berselingkuh dibelakang aku?" tutur Fadhil meminta jawaban pasti dan ingin tahu jawabannya Naqeela.
Namun gadis itu tertunduk seraya menangis, "maaf, aku memang memilih dia."
Deg.
Lagi-lagi Fadhil di buat terkejut, benarkah Naqeela berselingkuh darinya? Sejak kapan? Jadi ...
"Kamu berselingkuh dariku?"
"Iya dan itu terjadi di belakang kamu. Asalkan kamu tahu, Naqeela sudah menyerahkan tubuhnya pada saya jadi kamu tidak usah lagi mengharapkan wanita seperti dia!" Narendra menyebarkan fitnah dan berbohong.
"Apa!? Naqeela, kamu?" Tenggorokan Fadhil tercekat seakan sulit bicara. "Apa benar kamu telah ..." Fadhil menatap lekat wajah Naqeela dengan mata penuh penuntutan, menuntut kejujuran Naqeela.
Gadis itu diam tidak menjawab, dia tidak bisa membela dirinya sendiri sebab sebelum bertemu Fadhil, Narendra sudah mewanti-wanti untuk tidak melakukan pembelaan, kalau tidak maka keluarganya yang dalam bahaya.
Namun tangisan Naqeela semakin pecah, ia terisak kencang. Tangan Fadhil mengepal, matanya merah dengan amarah luar biasa.
"Kenapa kamu melakukan ini padaku? Kenapa, hah? Sadarkah semua perbuatan kamu itu salah, kamu sampai melakukan perbuatan hina ini demi dia dan memutuskan hubungan kita? Dimana hatimu?" sentak Fadhil tersulut emosi.
"Percuma kamu bicara karena Naqeela tidak akan pernah kembali padamu. Jadi saya minta jauhi Naqeela!" Lalu Narendra mencekal tangan Naqeela, "pergi dari sini!"
"Tunggu! Kamu tidak bisa seenaknya membawa Naqeela pergi, saya tidak percaya ucapan kamu." Fadhil pun menghalangi Narendra membawa Naqeela.
"Jawab aku yang sejujurnya, apa benar kamu sudah menyerahkan diri kamu pada dia?"
Naqeela terisak, ia menunduk tidak menjawab.
"Jawab Naqeela!"
Dengan terpaksa, Naqeela menganggukkan kepalanya mengiakan tuduhan yang telah Narendra ucapkan lebih awal.
"Brengsek! Murahan, sungguh perempuan murahan!" Fadhil marah, dia pun mengatai Naqeela dan perkataan itu sungguh menyakitkan bagi Naqeela. Tidak pernah terbesit dalam pikirannya bakalan mengalami hal seperti ini, dia harus rela melepaskan jalinan kasih yang sudah terjalin cukup lama hanya karena kesalahan yang tidak pernah dia lakukan.
Berbeda dengan Narendra, pria itu menyeringai puas. "Kamu dengar? Naqeela sudah berhubungan dengan saya dan itu artinya dia sudah menjadi milik saya. Asal kamu tahu, dia lebih memilih saya karena saya lebih kaya daripada kamu."
Semakin menjadi saja kemarahan Fadhil yang memang mudah emosi. "Jadi itu alasannya, aku benar-benar tidak menyangka kamu segila ini, mulai saat ini hubungan kita selesai dan kita tidak usah kenal lagi!"
Deg.
Naqeela langsung mendongak, selesai sudah hubungan mereka. Kandas sudah kembali kisah asmara mereka hanya karena hukuman tidak beralasan. Sakit sekali melihat pria yang dia cintai membencinya.
********
Dan Narendra tidaklah main-main dalam ucapannya, pria itu sungguh menikahi Naqeela hari itu juga tanpa adanya orang-orang sebagai saksi mereka. Hanya ada Mulyana dan Zaenal dari pihak perempuan dan Narendra dari pihak laki-laki dan beberapa orang dari pihak KUA. Wulan sebagai ibunya Narendra tidak hadir sebab tidak menyetujui pernikahan Narendra.
"SAH!!"
Kata itu pun terdengar menyakitkan di telinganya Naqeela, bukan pernikahan ini yang dia inginkan, namun karena terpaksa ia harus melakukan ini demi keluarga.
"Sebagai suami Naqeela, saya akan membawa dia ke rumah saya hari ini juga." Lagi-lagi keputusan Narendra tanpa persetujuan keluarga Naqeela.
"Mana bisa begitu, kakak saya ..."
"Kamu cukup diam atau saya akan membuat kamu di keluarkan dari sekolah?" balas Narendra tegas.
"Dasar kurang ajar, beraninya mengancam. Kamu pikir saya takut, hah?" Zaenal sudah mencekal kerah baju Narendra.
"Zae, kakak minta jangan begitu."
"Ini tidak bisa dibiarkan, Kak. Dia sudah keterlaluan."
"Kalian berdua bawa Naqeela dari sini!" titah Narendra pada dua anak buahnya.
"Baik, Bos." Lalu kedua pria itu menyeret paksa Inara.
"Jangan seperti ini, saya mohon izinkan saya bicara dulu sama bapak saya." Naqeela meronta, ia enggan pergi tanpa berpamitan.
"Lepaskan kakak saya, kamu tidak berhak ..." lagi-lagi Zaenal tidak bisa berkutik ketika Narendra bersuara, "diam atau saya bu nuh kalian!" sentak Narendra seraya satu anak buahnya mengarahkan sebuah senjata.
Deg.
"Zae, bapak minta jangan," ucap Mulyana begitu lirih. Ia tidak bisa melakukan apapun selain mengikhlaskan Naqeela pergi bersama Narendra.
"Pak, mana bisa begitu, Kakak tidak salah, Pak. Kasihan dia menderita karena ulah pria gila itu." Zae menggelengkan kepalanya, dia tidak bisa membiarkan kakaknya pergi bersama orang jahat.
"Kamu mau kakak kamu tiada karena kesalahan kita? Bapak yakin Naqeela pasti kuat."
"Tapi, Pak ..."