Ratih yang tidak terima karena anaknya meningal atas kekerasan kembali menuntut balas pada mereka.
Ia menuntut keadilan pada hukum namun tidak di dengar alhasil ia Kembali menganut ilmu hitam, saat para warga kembali mengolok-olok dirinya. Ditambah kematian Rarasati anaknya.
"Hutang nyawa harus dibayar nyawa.." Teriak Ratih dalam kemarahan itu...
Kisah lanjutan Santet Pitung Dino...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom young, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Warga yang gempar
Pagi-pagi itu, Bu lurah barusaja pulang dari desa kelahirannya.
Perasanya nampak biasa saja saat memasuki rumah, lampu teras dan lampu balai masih dinyalakan, karena fikir Bu lurah, pak lurah masih tidur didalam kamar
Bu Lurah kaget ketika memasuki kamar dan melihat suaminya terbaring di tempat tidur dengan darah di ubun-ubunnya. Dia tidak bisa percaya bahwa suaminya telah meninggal dengan cara yang begitu brutal. Yang lebih kagetnya Bu lurah melihat seorang wanita muda yang sama bersimbah darah tewas di dekat suaminya.
"Aaaa... Bapak!" teriak Bu Lurah, suaranya bergetar.
Dia berlari ke arah suaminya dan mencoba untuk membangunkannya, tapi Pak Lurah tidak bergerak. Wanita muda yang berbaring di sebelah Pak Lurah juga tidak bergerak, dengan darah mengalir di ubun-ubunnya.
Bu Lurah merasa seperti telah dipukul. Dia tidak bisa percaya bahwa suaminya telah meninggal dengan cara yang begitu buruk.
"Tidak... apa yang terjadi?" kata Bu Lurah, suaranya bergetar.
Bu Lurah menatap ke arah suaminya dan wanita muda itu, merasa kesedihan dan kemarahan, campur aduk menjadi satu, melihat suaminya tewas namun sepertinya sebelum tewas suaminya kembali bermain gila.
"Bapak," kata Bu Lurah, suaranya bergetar. Ia menjerit begitu histeris.
Bu Lurah tidak bisa berhenti menangis, dia merasa seperti hidupnya telah berakhir.
Warga desa yang sedang menuju ke sawah mendengar tangisan Bu Lurah dari dalam rumah. Mereka saling menatap, merasa curiga.
"Ada apa itu?" tanya salah satu warga, suaranya penuh dengan penasaran.
"Suaranya seperti Bu Lurah," kata warga lainnya, suaranya bergetar.
Mereka bergegas menuju ke rumah Pak Lurah, merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ketika mereka tiba di rumah, mereka melihat Bu Lurah menangis di kamar.
"Ada apa, Bu?" tanya salah satu warga, suaranya lembut. Ia mencoba masuk, melihat apa yang terjadi.
Bu Lurah menatap ke arah mereka, matanya merah karena menangis.
"Pak Lurah... Pak Lurah meninggal," kata Bu Lurah, suaranya bergetar.
Warga desa itu kaget, mereka tidak menyangka, dan mereka tidak bisa percaya.
"Apa yang terjadi?" tanya salah satu warga, suaranya bergetar.
Bu Lurah tidak bisa menjawab, dia hanya menangis. Warga desa itu melihat ke dalam kamar dan melihat Pak Lurah terbaring di tempat tidur dengan darah di ubun-ubunnya. Tapi yang lebih membuat mereka terkejut ialah saat melihat jasad wanita tanpa busana yang mana sedang berbaring di samping pak lurah.
"Aaaa... ini apa?" teriak salah satu warga, suaranya bergetar.
Warga desa itu kaget, mereka tidak bisa percaya apa yang mereka lihat. Mereka mulai berteriak dan menangis, berita tentang kematian Pak Lurah menyebar dengan cepat di desa. Bahkan sekarang warga mulai berbisik mengenai sifat pak lurah, yang sebenarnya suka jajan.
Sinta yang sedang berjalan di desa, menikmati udara pagi yang segar, ia tidak sengaja ketika dia mendengar berita tentang kematian pamannya dari salah satu warga yang barusaja pulang dari rumah pak lurah. Dia merasa seperti dipukul, tidak bisa percaya, dengan apa yang sudah ia dengar
"Paman... tidak... tidak mungkin," kata Sinta, suaranya bergetar.
Dia langsung berlari ke arah rumah pamannya, hatinya berdebar dengan cepat. Ketika dia tiba di rumah, dia melihat warga desa berkumpul di depan rumah, wajah mereka penuh dengan kesedihan dan ketakutan.
"Ada apa?" tanya Sinta, suaranya bergetar.
Warga desa itu menatap ke arahnya, mata mereka penuh dengan belas kasihan. Ada juga yang menatap dengan sinis.
"Pamanmu... Pak Lurah... dia meninggal," kata salah satu warga, suaranya berat.
Sinta merasa seperti dunianya berputar, dia tidak bisa berdiri lagi. Dia jatuh ke tanah, menangis dengan suara yang keras.
"Tidak... tidak... paman... tidak," kata Sinta, suaranya bergetar.
Dia merasa seperti kehilangan satu-satunya orang yang dia andalkan, dan yang selalu ada untuknya. Sinta menangis dengan suara yang keras, tidak bisa berhenti.
"Paman... paman... mengapa?" kata Sinta, suaranya bergetar.
Warga desa itu mencoba untuk menenangkannya, tapi Sinta tidak bisa ditenangkan. Dia hanya menangis, merasa kesepian dan kehilangan.
Apalagi semua warga membicarakan pamanya yang meningal dalam keadaan Zinah. Warga melayat namun mereka saling berbisik berbicara satu sama lain.
Warga desa yang melayat Pak Lurah terus berbisik dan berbicara tentang kejadian itu. Mereka tidak bisa percaya bahwa Pak Lurah, yang selalu tampak sebagai orang yang baik dan terhormat, ternyata memiliki rahasia yang begitu besar.
Sinta masih menangis di dekat jenazah pamannya, tidak bisa menerima kenyataan bahwa pamannya telah meninggal. Dia merasa seperti kehilangan satu-satunya orang yang dia andalkan.
Tiba-tiba, Sinta berhenti menangis dan menatap ke arah warga desa yang sedang berbisik. Dia merasa ada sesuatu yang tidak beres, ada sesuatu yang tidak mereka katakan.
"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Sinta, suaranya bergetar.
Warga desa itu berhenti berbisik dan menatap ke arah Sinta. Mereka tidak tahu apa yang harus dikatakan.
"Kami... kami hanya membicarakan tentang Pak Lurah," kata salah satu warga, suaranya tergagap,
Sinta menatap ke arah mereka dengan mata yang tajam.
"Tidak bisakah, kalian membicarakan sesuatu yang lain," kata Sinta, suaranya bergetar.
Warga desa itu saling menatap, tidak tahu apa yang harus dikatakan. Tapi salah satu dari mereka, seorang wanita tua, akhirnya berbicara.
"Kami membicarakan tentang... tentang wanita yang ditemukan bersama Pak Lurah," kata wanita tua itu, ia menatap kearah Sinta sinis.
Sinta merasa seperti dipukul, dia tidak bisa percaya apa yang dia dengar.
"Apa maksudmu?" tanya Sinta, suaranya bergetar.
Wanita tua itu menatap ke arah Sinta dengan mata yang tajam.
"Kami membicarakan tentang kemungkinan bahwa Pak Lurah... bahwa dia tidak meninggal secara alami," kata wanita tua itu.
Sinta merasa seperti dunianya berputar, dia tidak bisa percaya apa yang dia dengar. Dia merasa ada sesuatu yang tidak beres, ada sesuatu yang tidak mereka katakan.
"Mungkin saja paman mu ini, dan wanita itu dibunuh! karena suami wanita itu tahu! karena pamanmu sedang memadu kasih dengan wanita ini, sungguh perbuatannya sangat hina!" Wanita tua itu mengerjapkan sebelah bibirnya.
Sinta merasa seperti terpukul, dia tidak bisa percaya apa yang dia dengar. Dia merasa ada sesuatu yang tidak beres.
"Aku tidak percaya," kata Sinta, suaranya bergetar. "Paman tidak mungkin melakukan hal seperti itu, bahkan serendah di itu." Sinta berusaha membela pamannya.
Wanita tua itu menatap ke arah Sinta dengan mata yang tajam.
"Kamu tidak tahu apa-apa, Sinta," kata wanita tua itu. "Kamu hanya melihat apa yang kamu ingin lihat. Tapi kenyataannya, pamanmu itu... dia tidak seperti yang kamu pikir." Wanita tua itu menunjuk kearah Sinta.
Sinta merasa seperti dihantam, dia tidak bisa menerima apa yang dia dengar. Dia merasa seperti kehilangan satu-satunya orang yang dia andalkan.
"Tidak, itu tidak benar," kata Sinta, suaranya bergetar. "Paman tidak mungkin melakukan hal seperti itu."
Wanita tua itu tersenyum sinis.
"Kamu akan tahu, Sinta," kata wanita tua itu. "Kamu akan tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini."
Sinta merasa seperti ada sesuatu yang tidak beres, ada sesuatu yang tidak mereka katakan. Dia merasa ada sesuatu yang harus dia lakukan, tapi dia tidak tahu apa itu..
pelan pelan aja berbasa-basi dulu, atau siksa dulu ank buah nya itu, klo mati cpt trlalu enk buat mereka, karena mereka sangat keji sm ankmu loh. 😥