NovelToon NovelToon
OBSIDIAN BLOOM

OBSIDIAN BLOOM

Status: sedang berlangsung
Genre:Transmigrasi ke Dalam Novel / Romansa Fantasi / Antagonis / Romansa / Reinkarnasi / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:798
Nilai: 5
Nama Author: Dgweny

Ia adalah Elena Von Helberg, si Antagonis yang ditakdirkan mati.

dan Ia adalah Risa Adelia, pembaca novel yang terperangkap dalam tubuhnya.

Dalam plot asli, Duke Lucien De Martel adalah monster yang terobsesi pada wanita lain. Tapi kini, Kutukan Obsidian Duke hanya mengakui satu jiwa: Elena. Perubahan takdir ini memberinya hidup, tetapi juga membawanya ke dalam pusaran cinta posesif yang lebih berbahaya dari kematian.

Diapit oleh Lucien yang mengikatnya dengan kegilaan dan Commander Darius Sterling yang menawarkan kebebasan dan perlindungan, Risa harus memilih.
Setiap tarikan napasnya adalah perlawanan terhadap takdir yang telah digariskan.

Lucien mencintainya sampai batas kehancuran. Dan Elena, si gadis yang seharusnya mati, perlahan-lahan mulai membalas kegilaan itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dgweny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8. Ksatria Musim Dingin Dan Penghianatan

Bab 8: Ksatria Musim Dingin dan Pengkhianatan

(Lady Elena Von Helberg, Darius Sterling)

Malam bulan penuh telah mencapai puncaknya. Cahaya keperakan yang dingin menembus jendela kamar tidur, menerangi ranjang besar yang kosong. Risa berdiri di tengah ruangan, mengenakan pakaian gelap, tubuhnya gemetar bukan karena kedinginan, tetapi karena adrenalin.

Di meja samping ranjang, di atas buku tebal Treatise on Northern Law, Risa meninggalkan Cincin Obsidian yang berat. Permata gelap itu tampak suram dan menindas di bawah cahaya bulan, sebuah penanda takdir yang kini ia tinggalkan. Instruksi Darius jelas: Jangan bawa Obsidian bersamamu. Kutukan itu terikat pada permata itu, dan ia tidak boleh menjadi panduan bagi Duke Lucien.

Risa berjalan ke pintu. Lisette, atas perintah Risa sendiri, telah menguncinya dari luar. Itu adalah alibi sempurna, tetapi sekarang menjadi penghalang. Risa mengeluarkan jepit rambut emas kecil dari sanggulnya. Itu adalah jepit rambut tersembunyi yang ia temukan di antara barang-barang Elena asli, sebuah alat kecil yang digunakan Elena untuk hal-hal kotor atau untuk membuka kotak-kotak rahasia.

Ia memasukkan jepit rambut itu ke dalam lubang kunci, tangannya berkeringat dingin. Di luar, mungkin ada pengawal Duke yang berpatroli, atau yang lebih buruk, Lady Clarissa yang waspada. Jika bunyi klik kecil saja terdengar, rencananya akan gagal total.

Butuh waktu yang terasa seperti keabadian. Otot-otot leher Risa tegang, menahan napasnya. Akhirnya, terdengar bunyi klik yang sangat pelan, hampir tak terdengar. Kunci berputar.

Risa perlahan membuka pintu, hanya selebar celah, dan mengintip ke koridor. Koridor itu gelap, hanya diterangi oleh obor yang jarang-jarang. Pengawal sedang berpatroli di ujung yang jauh, langkah kaki mereka teratur dan ritmis. Risa punya waktu.

Ia menyelinap keluar, menutup pintu tanpa suara. Jantungnya berdebar-debar seperti genderang perang di dadanya. Ia kini berada di jantung Sarang Gagak.

Perjalanan ke perpustakaan adalah cobaan. Sarang Gagak adalah labirin bayangan yang dirancang untuk membingungkan dan menjebak penyusup. Risa menggunakan pengetahuannya yang diperoleh dari Clarissa dan memori Elena untuk menavigasi jalur tersembunyi.

Saat ia mencapai perpustakaan, ia merasakan kelegaan yang dingin. Ruangan itu kosong. Ia bergerak cepat ke rak alkimia, di mana Simbol Sayap Perak terukir.

Ia mengulangi langkah yang ia pelajari: menekan ukiran sayap, dan memutar alur pilar ke posisi Matahari Terbit.

GRUUUK—

Rak buku itu bergerak dengan derit yang kini terasa memekakkan telinga. Pintu rahasia ke Labyrinth of Thorns terbuka.

Risa tidak membuang waktu. Ia menyelinap ke dalam lorong gelap itu, menutup pintu rak dengan mekanisme balasan yang ia temukan di dalam alur. Seketika, ia diselimuti oleh kegelapan yang pekat dan bau tanah basah.

Risa menyalakan batu api kecil yang ia selipkan di sakunya. Cahaya redupnya memperlihatkan sebuah tangga batu yang curam dan berlumut.

Labyrinth of Thorns. Nama itu terasa pas. Lorong ini ternyata adalah jaringan terowongan yang digali di bawah fondasi Sarang Gagak, yang dahulu digunakan untuk suplai dan pelarian darurat oleh keluarga De Martel. Untuk Elena dan Darius kecil, ini adalah tempat petualangan, tempat di mana mereka bisa melarikan diri dari tekanan bangsawan.

Risa menuruni tangga. Udara semakin dingin, dan kelembaban merembes melalui pakaiannya.

Ia berjalan selama yang terasa seperti satu jam. Terowongan itu berliku-liku, bercabang, dan setiap sudutnya dipenuhi kegelapan yang mengancam. Risa harus mengandalkan petunjuk samar dari memori Elena—perubahan pada lantai batu, arah angin yang bertiup.

Ksatria Musim Dingin. Pikir Risa. Dia pasti berada di ujung yang menghadap ke luar benteng, di mana lorong itu akan terbuka ke tebing atau lembah.

Ia tiba di sebuah ruangan kecil yang dingin dan kosong, hanya dipenuhi suara tetesan air. Di tengah ruangan, terpampang simbol keluarga Sterling yang besar, diukir di lantai batu.

Dan di sana, di samping simbol itu, berdiri Darius Sterling.

Darius tidak mengenakan seragam Kapten Pengawal Kerajaan yang formal. Dia mengenakan baju kulit perjalanan, pedang panjang terikat di pinggangnya, dan jubah tebal. Wajahnya, yang biasanya ramah dan tenang, kini dipenuhi kelelahan dan ketegangan. Matanya yang biru-abu-abu, secerah langit musim dingin, menatap Risa dengan campuran lega dan kekhawatiran yang mendalam.

"Elena," bisiknya, suaranya dipenuhi emosi yang tertahan.

Risa merasakan air mata menusuk matanya. Ini adalah satu-satunya orang baik yang tersisa di dunia ini. Dia adalah satu-satunya pelabuhan.

"Darius," jawab Risa, berjalan ke arahnya, tidak bisa lagi menahan diri.

Darius menariknya ke pelukan erat, pelukan persahabatan yang kuat dan hangat. "Syukurlah. Aku takut Duke Lucien telah melakukan sesuatu yang tidak termaafkan padamu. Aku hampir membayangkan kamu hanya mengirim sandi itu untuk memancingku ke dalam jebakannya."

"Aku tidak akan pernah melakukan itu," Risa meyakinkannya, mundur sedikit, tetapi memegang tangannya. "Lucien... dia memberiku cincin Obsidian. Dia menjadikanku calon Duchess. Tapi itu adalah sangkar, Darius. Dan aku harus melarikan diri."

Darius menatapnya, matanya menyapu wajahnya. "Kamu berbeda. Begitu tenang. Tapi ini adalah Elena yang kukenal. Yang berani. Elena yang dulu akan melawan Lucien secara terbuka. Elena yang sekarang... dia bermain dengan kegilaannya."

Risa menyadari ia tidak bisa berbohong kepada Darius tentang perubahannya. Darius adalah seorang SML yang memiliki intuisi yang tajam.

"Kematian mengubahku, Darius," Risa berbohong, membiarkan kelelahan Risa asli yang jujur muncul. "Ketika Lucien menyelamatkanku, aku melihat kegelapan dalam diriku. Aku harus berakting. Aku harus menjadi wanita yang ia inginkan agar ia tidak menghancurkanku, atau sebaliknya, menghancurkanmu. Aku harus menjadi Obsidian Bloom."

Mendengar nama itu, wajah Darius mengeras. "Jadi dia sudah menamainya. Obsesi. Aku tahu. Aku sudah menduga, Kutukan itu telah berpindah padamu. Kamu adalah vessel barunya."

"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Risa, putus asa. "Aku tidak bisa menikah dengannya. Dia akan mengunciku di dalam kegilaannya."

Darius mengambil gulungan dari tasnya. "Aku datang bukan tanpa rencana. Lyra memberiku pesanmu, dan aku segera menyelidiki. Kita harus memutus kutukan itu. Tapi itu membutuhkan keberanian."

"Katanya Kutukan Obsidian hanya bisa diubah jika objek obsesi pertama mati atau dengan sukarela menolak," ujar Risa.

"Itu mitos lama," potong Darius. "Ada cara ketiga, yang hanya diketahui oleh keluarga Sterling, yang memiliki sejarah dengan De Martel. Itu disebut Ritual Pelepasan Bayangan."

Darius membuka gulungan itu. Di dalamnya terdapat simbol-simbol kuno dan instruksi yang ditulis tangan.

"Kutukan Obsidian terikat pada energi gelap Duke Lucien. Itu adalah sihir kuno yang hanya bisa dipecah oleh cahaya yang setara dengan kegelapannya. Aku akan menjadi cahaya itu, Elena. Dan kamu harus menjadi katalisnya."

"Katalis apa?" Risa bertanya, suaranya ragu-ragu.

"Ritual ini harus dilakukan di tempat Kutukan itu paling kuat—di Aula Tahta Sarang Gagak—pada malam bulan penuh. Kamu harus memancing Lucien ke sana. Dan di sana, aku akan menggunakan sihir Sterling—sihir perlindungan kuno yang kami miliki—untuk memaksa Kutukan itu memilih antara aku dan kamu."

"Memilih? Apa yang akan terjadi jika Kutukan itu memilihmu?"

Wajah Darius menjadi serius. "Aku akan menjadi objek obsesinya yang baru. Lucien akan terikat padaku, dan kamu akan bebas. Aku akan menjadi bayangan di balik Obsidian, dan kamu akan bisa lari."

Risa terkejut. "Tidak! Darius, kamu tidak bisa! Lucien akan membunuhmu. Atau yang lebih buruk, dia akan menguncimu seperti dia mengunciku."

"Lebih baik aku yang terkunci, Elena," balas Darius, matanya tajam dan dipenuhi kesetiaan. "Aku adalah Ksatria Musim Dingin, dan kamu adalah Ratu yang harus aku lindungi. Aku tidak punya apa-apa untuk hilang. Aku hanya seorang Kapten. Kamu... kamu memiliki kehidupan di depanmu. Dan aku tidak akan membiarkanmu menjadi korban dari obsesi gila itu."

Risa merasa terharu sekaligus ngeri. Darius benar-benar pahlawan, siap mengorbankan dirinya.

"Tidak ada waktu lagi," kata Darius, meraih tangannya. "Kita harus segera keluar dari sini, sebelum Lucien menyadari ketidakhadiranmu. Setelah aku membawamu ke Ibu Kota, kamu harus bersembunyi. Aku akan kembali ke Sarang Gagak besok malam untuk melakukan ritual itu. Ini adalah tugasmu: jaga dirimu, Elena. Jangan pernah kembali."

Mereka berjalan menuju ujung terowongan. Risa tahu ia harus pergi. Ia harus membiarkan Darius menjadi umpan. Ini adalah satu-satunya kesempatan yang ia miliki.

Mereka tiba di ujung. Lorong itu berujung pada sebuah pintu besi yang tersamarkan di lereng gunung, tersembunyi di balik semak-semak thorn. Darius membuka kunci pintu itu dengan cepat. Udara malam yang dingin menyambut mereka, serta pemandangan Sarang Gagak yang menjulang di atas mereka.

"Elena," kata Darius, tatapannya lembut, tetapi penuh urgensi. "Pergi. Sekarang."

Risa mengangguk, hatinya hancur. "Terima kasih, Darius. Aku akan mengingat pengorbanan ini."

Dia berbalik, mengambil dua langkah ke semak-semak berduri yang akan menutupi jejaknya.

Tiba-tiba, suara yang dingin, dalam, dan dipenuhi kejutan yang mengerikan terdengar dari terowongan gelap di belakang mereka.

"Pengkhianatan yang manis, Elena. Aku tidak pernah menduga bahwa Obsidian Bloom-ku akan mencoba melarikan diri pada malam yang sama aku memberinya kepercayaan."

Lucien De Martel berdiri di tengah terowongan yang sempit, auranya memancarkan dinginnya sihir es yang mematikan. Matanya merah-gelap, tetapi kini, mata itu bersinar dengan api kebiruan. Dia tidak memakai jubah. Dia hanya mengenakan pakaian tidur, tetapi dia memegang Pedang Vengeance di tangannya.

"Lucien!" seru Darius, segera menghunus pedangnya dan melangkah di depan Risa. "Biarkan dia pergi! Ini adalah kesepakatan antara aku dan takdirmu!"

"Diam, Kapten Sterling," desis Lucien, suaranya kini bergetar karena kegilaan yang nyaris tak terkendali. "Aku tidak berbicara denganmu. Aku berbicara dengan wanitaku. Elena, kamu meninggalkan cincin itu. Kamu mengkhianatiku. Aku memberimu segalanya, dan kamu mencoba lari ke pelukan ksatria bodoh ini?"

Risa/Elena mundur, rasa takut merayapi kulitnya. Bagaimana dia bisa tahu?

"Kamu datang ke sini, dan kamu meninggalkan cincin itu, hanya untuk menemukan cara melarikan diri," kata Lucien, suaranya naik menjadi teriakan yang menyakitkan. "Apakah kamu pikir aku tidak mengenalimu? Aku tahu setiap pikiran licik yang kamu miliki, Elena!"

Dia melangkah maju, bilah pedang Vengeance menyeret di lantai batu.

"Kamu adalah obsesiku! Aku tidak akan membiarkanmu pergi ke mana pun! Dan kamu, Darius Sterling," Lucien menunjuk Darius dengan pedangnya. "Kamu yang berani menyentuh milikku? Aku akan membunuhmu, dan aku akan mengikatnya padaku dengan rantai abadi!"

Sihir es mulai membeku di sekitar Lucien. Dinding terowongan berderak. Udara di Labyrinth of Thorns berubah menjadi sangat dingin.

Darius melangkah maju. "Kalau begitu bunuh aku! Biarkan Obsidian memilihku! Aku tidak akan membiarkanmu menghancurkannya!"

"Aku tidak butuh Kutukan untuk memilih," geram Lucien, kegilaan dan obsesinya meledak. "Aku sudah memilih. Dan aku tidak akan pernah melepaskan Obsidianku!"

Lucien mengangkat pedangnya, bersiap untuk menyerang Darius, tetapi Risa tahu itu bukan hanya duel pedang; itu adalah bentrokan sihir dan kegilaan.

Risa berteriak.

"Tunggu, Lucien! Aku tidak melarikan diri! Aku datang ke sini untuk membawakanmu hadiah!"

Lucien membeku, tatapannya beralih dari Darius ke Risa, terkejut.

"Hadiah apa?" tanya Lucien, suaranya penuh keraguan yang berbahaya.

"Aku datang ke sini untuk menemukan buku-buku kuno tentang sihir perlindungan," Risa berbohong, menunjuk ke dalam terowongan. "Aku ingin mencari mantra yang dapat menghancurkan Serafina Lowe selamanya, agar dia tidak pernah lagi mengganggumu. Dan aku meminta Darius untuk menjadi penjaga rahasiaku. Dia... dia adalah Ksatria Musim Dingin kita."

Mata Darius membesar karena terkejut. Lucien menyipitkan matanya, kegilaannya berjuang melawan janji kepemilikan.

Lucien menatap Risa, lalu ke Darius, Pedang Vengeance bergetar di tangannya.

"Kamu berbohong," bisik Lucien. "Cincin itu..."

"Aku meninggalkannya karena aku akan menyentuh buku-buku sihir kuno, Lucien," Risa memotong, suaranya memohon. "Aku tidak ingin Kutukan itu mengira aku mengkhianatimu. Aku melakukan ini untuk kita. Aku hanya ingin menjadi Ratu yang sempurna."

Lucien menurunkan pedangnya sedikit, tetapi matanya masih terbakar. Dia mengambil satu langkah lagi, kegelapan di sekelilingnya berputar.

"Jika kamu berbohong, Elena," kata Lucien, suaranya dipenuhi janji kekejaman yang tak terhingga, "Aku tidak akan hanya membunuh Darius. Aku akan mengunci jiwamu dalam Obsidian, dan kita akan terikat di sini, selamanya."

"Aku tidak berbohong," kata Risa, putus asa, tangannya terentang.

Lucien melihat cincin yang ditinggalkan Risa. Dia melihat keputusasaan Risa. Dia melihat Darius di antara duri-duri musim dingin. Dia harus memilih antara obsesi yang sempurna atau kepastian pengkhianatan.

"Baiklah, Elena," kata Lucien, suaranya dingin dan mutlak. "Malam ini... aku akan percaya padamu. Tapi kita akan kembali ke Aula Tahta. Dan kamu, Kapten Sterling, akan menunjukkan padaku apa yang telah kamu temukan untuk Duchess-ku. Dan jika kamu berbohong..."

Lucien melirik Darius, Pedang Vengeance bersiap.

"Aku akan memastikan kamu, dan dia, menyesal telah menantang Obsesi."

Bersambung....

1
shookiebu👽
Keren banget nih cerita, authornya jago banget!
Dgweny: makasihhh banyak
total 1 replies
Bell_Fernandez
Plot yang rumit, namun brilian.
Dgweny: makasih banyak
total 1 replies
Tae Kook
Jangan biarkan kami menunggu lama-lama, update please~~
Dgweny: siapp , di tunggu update selanjutnya yaaaa
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!