Fitnah keji membuat Selia harus menerima cacian dan hinaan yang begitu menyakitkan. Ia dicerai karena kedapatan tidur dengan kakak iparnya bahkan penjelasannya hanya dianggap omong kosong.
Apa yang dilihat belum tentu itu yang terjadi dan dibalik kejadian itu ada seseorang yang bertepuk tangan penuh kemenangan.
Harta, Tahta, Wanita. Tiga hal sensitif itu lah yang melekat pada diri Selia yang justru menjadi bumerang untuknya. Siapa pun yang menjadi suami Selia ialah yang akan menempati posisi CEO diperusahaan.
"Semakin kamu berusaha memilikiku, semakin aku membencimu!" Selia Salsabila.
"Aku hanya menginginkan Tahta, bukan dirimu!" Hiro Barayav.
Mampukah Selia membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah?
Lalu apakah Hiro berhasil memiliki Selia dan memiliki apa yang dia inginkan?
Simak ceritanya hanya di novel Naik Ranjang : Terjerat Sang Perebut Tahta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tri Haryani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 22 Menyesal
"Mas itu suara Mama."
Selia berbicara dengan pelan dengan perasaan takut ketahuan bila ia sembunyi-sembunyi bertemu dengan Harry.
"Ssttt ...."
Harry meletakkan jari telunjuknya di bibir mengisyaratkan agar Selia tidak bicara dan semakin menaruh curiga Mama Mona yang sedang berada diluar.
"Ah, sial."
Pintu kamar terbuka membuat Harry segera menarik Selia masuk ke dalam kamar mandi. Dengan nafas tersengal dan jantung berdegup kencang keduanya bersandar di belakang pintu.
Mama Mona melangkah masuk kedalam kamar dan mengedarkan pandangannya ke penjuru kamar namun tidak ada satu orang pun yang ia lihat disana.
"Nggak ada orang," gumam Mama Mona.
Ia hendak kembali keluar namun hidungnya mencium aroma parfum yang ia kenali. Aroma parfum Selia dan parfum Harry bercampur masuk kedalam hidungnya dan membuat wanita paruh baya itu kini mengendus aroma tersebut.
Mama Mona melihat ke arah pintu kamar mandi yang tertutup rapat. Perasaannya mengatakan bila ada seseorang di dalam sana membuatnya melangkahkan kaki mendekati pintu kamar mandi tersebut.
Mendengar suara langkah kaki semakin mendekat Harry dan Selia kembali saling pandang dengan jantung berdegup kencang. Keduanya takut ketahuan bila sembunyi-sembunyi bertemu yang berujung Hiro murka dan Harry benar-benar akan dijodohkan dengan wanita lain.
"Mama ngapain?"
Mama Mona menghentikan langkah kakinya saat mendengar suara papa Louis yang berada di ambang pintu, lalu menoleh pada pria paruh baya itu.
"Ini, Pa, tadi mama dengar suara orang di dalam kamar ini jadi mama lagi nyari orang itu," kata Mama Mona.
"Orang siapa yang Mama maksud? Disini nggak ada orang," balas Papa Louis.
"Ada, Pa, tadi mama benar-benar dengar suara orang di kamar ini."
"Sebaiknya Mama siap-siap kita sebentar lagi akan pergi makan malam sama orang tuanya Clara."
Mama Mona menatap Papa Louis kemudian beralih menatap pintu kamar mandi yang masih tertutup. Ia belum rela menghentikan pencariannya dan meninggalkan kamar itu. Mama Mona sangat yakin Ia tidak salah mendengar bila tadi di kamar itu ada seseorang yang berbicara.
Dengan terpaksa wanita paruh baya itu meninggalkan kamar tamu tersebut.
Mendengar suara pintu tertutup Harry dan Selia menghembuskan nafas lega dan segera keluar dari kamar mandi.
"Untung Mama nggak sempat nyari kita kekamar mandi," kata Harry menatap Selia di sebelahnya.
Selia menganggukkan kepala dan membalas tatapan pria itu.
"Sekarang apa kamu mau menuruti mama dan papa berkencan dengan wanita itu?" tanya Selia dan Harry terdiam beberapa saat.
"Aku nggak punya pilihan lain, Sel. Aku nggak mau mama dan papa malu karena aku nggak datang," jawab Harry.
"Tapi, Mas, bagaimana kalau wanita itu tertarik sama kamu dan memaksa menikah sama kamu. Aku nggak mau kamu menikahi wanita lain," lirih Selia.
Harry menangkup kedua sisi wajah Selia dan menatap mata wanita itu.
"Percayalah hanya kamu yang aku cintai, Sel. Aku nggak akan menikahi wanita manapun selain kamu."
Harry terus meyakinkan Selia bila dirinya akan tetap menepati janjinya.
*
*
Selia duduk termenung di balkon kamar memikirkan Harry yang dijodohkan dengan wanita lain. Ia bahkan tidak menyadari kedatangan Hiro yang berdiri di belakangnya dengan tatapan datar melihat Selia yang sedang melamun.
Dengan kedua tangan di dalam saku, pria itu melangkah mendekati Selia.
"Aku nggak suka kamu memikirkan pria lain selain aku," kata Hiro namun tidak membuat Selia menoleh padanya.
"Akan lebih baik Harry dijodohkan dengan wanita lain dan aku menyetujui keputusan mama dan papa."
Kali ini Selia menoleh pada pria itu dan menatap tidak suka dengan apa yang baru saja Hiro katakan.
"Meski aku dan mas Harry pada akhirnya nggak bersama tapi aku nggak akan bersama kamu. Aku membencimu, Hiro, dan aku nggak mau hidup bersamamu!"
Hiro mengepal kuat tangannya berusaha menahan diri agar tidak tersulut emosi.
"Ada seorang gadis kecil berlari mengitari lapangan dimana ada anak laki-laki sedang bermain basket seorang diri. Dia terkena bola hingga mimisan dan pingsan. Gadis kecil itu dilarikan ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan. Ternyata dia pingsan bukan karena terkena bola tapi karena dia belum makan seharian karena diet."
Seketika kepala Selia berdenyut sakit mendengar cerita Hiro dengan bayangan kejadian terlintas dikepalanya.
"Gadis kecil itu imut dengan tubuhnya yang berisi tapi dia kurang percaya diri dan akhirnya diet. Dengan bantuan anak laki-laki itu pada akhirnya gadis itu berhasil menurunkan berat badannya dengan cara berolahraga."
"STOP!" teriak Selia memegangi kepala mengisyaratkan Hiro agar tidak melanjutkan ceritanya.
Kepalanya terasa sangat sakit mendengar cerita pria itu. Nafasnya memburu bahkan terasa sesak.
"Gadis kecil itu berhasil memiliki tubuh ideal dan sangat cantik hingga menjadi rebutan kakak beradik. Tapi sang kakak lah pememang hatinya dan mereka bertunangan sejak kecil."
Selia yang tidak tahan lagi dengan rasa sakit di kepalanya berniat pergi meninggalkan Hiro namun ia sudah tidak kuat dan akhirnya pingsan.
"Selia ... Selia ...." Hiro menepuk-nepuk pipi Selia namun wanita yang sudah pingsan itu sama sekali tak merespon.
Dengan perasaan menyesal dan khawatir, Hiro mengangkat tubuh Selia dan membawa wanita itu masuk ke dalam kamar.
Mengusap kasar wajahnya Hiro langsung menghubungi dokter setelah membaringkan Selia di tempat tidur.
Setelah menunggu hampir setengah jam dokter yang Hiro hubungi datang bersama dengan Mama Mona dan Papa Louis, Harry juga Clara yang hendak makan malam.
Hiro membiarkan dokter yang biasa menangani Selia untuk memeriksa wanita itu.
Dokter yang memeriksa Selia menggelengkan kepala saat mendapat hasil yang kurang baik.
"Apa kalian memaksa Selia untuk mengingat masa lalunya? Ini sangat beresiko dengan kondisi otak Selia yang pernah mengalami gegar otak. Dia bisa mengalami kesakitan yang akan berpengaruh pada kesehatannya bila dipaksakan untuk mengingat," jelas dokter itu setelah selesai memeriksa Selia.
Pandangan semua orang tertuju pada Hiro yang kini menjadi tersangka utama yang memaksa Selia mengingat masa lalunya. Hanya Hiro yang bersikeras menginginkan Selia mengingat dirinya.
"Saya, yang sudah memaksanya mengingat masa lalunya, dok." Dengan berani Hiro mengakuinya.
"Bajjingan! Suami macam apa kamu sengaja membuat istrimu kesakitan!"
Harry melayangkan pukulan ke wajah Hiro namun pria itu tidak membalasnya sebab mengakui bila dirinya memanglah bersalah.
"Hentikan Harry! Jangan buat keributan dan biarkan Selia beristirahat."
Harry menghentikan pukulannya namun masih menatap tajam penuh permusuhan pada sang kakak.
Semua orang keluar dari kamar itu meninggalkan Hiro yang menunggu Selia sadar. Pria itu terduduk dengan perasaan bersalah menyelimuti hatinya melihat Selia yang terbaring lemah.
"Seharusnya aku nggak memaksa kamu buat mengingatku, Selia. Kamu sudah sangat menderita dan seharusnya aku nggak menambah penderitaanmu dan membiarkan kamu membenciku bahkan melupakanku. Maafkan aku, Selia. Maafkan aku."
*
*
Jangan lupa dukungannya ya..😍
selia nya maksa untuk dateng kepesta,,harusnya selia tuh juga instropeksi,,mungkin hiro tuh uda filing kalo erina tuh ada sesuatu