Papa, Mama Jadi Hantu

Aku Pun tertidur. Sembari menunggunya. Untuk Kembali mencari mamanya, bersama. Sebab kalau bukan kita yang mencari, mungkin tak akan ketemu. Atau ketemu pun akan sangat sulit, karena posisi tak saling tahu.

Dan dalam belantara yang aneh ini, kita seakan hanya berputar pada satu wilayah yang demikian tak di pahami. Telaga itu dan hutan lebat, yang seakan tak ada habisnya. Itu yang membuat kita saling tak memahami. Namun dalam pandangan kita, seakan hutan ini dengan suasananya berganti-ganti. Sehingga membuat perkiraan kita jika sudah berganti lokasi, meskipun kondisi tetap sama saja diantara hutan dan air itu.

Entah berapa lama, Aku terlelap. Tak juga ada kepastian. Yang pasti tak sebentar, karena perjalanan matahari juga tak di pahami. Tahu-tahu sudah meluncur saja menuju peraduannya kembali. Itu yang membuat seakan waktu berjalan sangat cepat, layaknya berada di dunia lain.

Sebab memang kita tak saling tahu waktu. Meskipun kelaparan, tetap saja masih bias terlelap. Biasanya jika perut kosong, maka akan kesulitan untuk tidur, apalagi sampai lelap. Kalaupun tidur, hanya akan kesulitan. Sebentar-bentar bangun.

Seperti orang tengah menderita penyakit anyang-anyangan. Atau setidaknya di dalam tubuhnya mengidap suatu penyakit. Maka akan kesulitan terlelap.bahkan bias juga bila ada tulangnya yang bergeser. Itu juga menjadi problem. Dimana mesti di urut bagian tulang yang menonjol di belakang itu supaya tidak menceng lagi. Dan tidur kembali terlelap. Tapi, mungkin ya, karena kelelahan itu, semalaman berjalan seakan tiada henti, membuat tubuh sangat lelah.

Sehingga untuk larut dalam mimpi demikian mudah. Walau tentu saja mimpi yang di dapat tak tentu rimbanya. Alias demikian mencekam. Tiap kali pergantian mimpi, maka akan terbangun. Atau di saat nglilir itu, kemudian mimpi berubah. Meskipun inginnya kala mimpi tetap yang sama, terutama kala mimpikan sesuatu yang indah-indah, yang sangat bagus untuk di terima dengan akal sehat, misalkan bertemu artis cantik yang sangat bahenol, tapi tetapi saja impian tersebut tak mau datang lagi. Serta berganti dengan mimpi lain yang belum tentu menarik.

Bahkan yang mengerikan jika sampai di kejar mahluk yang sangat seram dengan rasa belas kasih yang sedikit sekali. Sehingga kala terbangun langsung keringat dingin mengucur, serta seakan tak mau pulih, walau menggunakan kipas sekalipun. Inilah mengerikannya mendapat mimpi teramat buruk, yang enggan pergi, kalau sudah terbangun dan berusaha melupakannya, tapi justru akan datang lagi dengan materi sama yang mestinya di hindari. Tidak seperti kali ini yang membuat langsung terlelap.

Dan kalau terbangun hanya duduk sebentar, untuk melihat sekeliling. Tapi setelah tahu kalau keadaan masih sunyi senyap, akhirnya tertidur kembali. Apalagi cuaca mendukung. Di bawah bayang pepohonan yang atasnya berdaun lebat, maka mentari seakan tak mengusik. Serta membiarkan semuanya berjalan dengan tenang, seiring semilirnya angin hutan yang dengan sayu meniup daun-daun hingga menimbulkan suara lembut dengan sedikit berisik.

Tahu-tahu sudah malam. Dan matahari seakan tak menampakkan diri lagi. Hilang bersama impian yang buyar. Aku menatap sekelilingku. Masih sama. Sunyi. Senyap. Mencekam. Namun aku seakan tak takut. Walau sendirian. Anakku belum juga nampak.

Mungkin aku mesti mencarinya. Yah seharian ini aku terlanjur terlena. Dalam buaian mimpi yang berganti-ganti. Kini mesti bangun, dan melanjutkan pencarian. Sebab jika tidak, bagaimana semuanya bisa terungkap.

Semakin lapar aku. Tapi bagaimana lagi. Tak ada apapun.