Papa, Mama Jadi Hantu
“Papa, itu mama!“
“Mana?“
Aku menatap satu bayangan putih. Seakan melayang di air. Melayang. Seperti tak ada beban untuk tetap melawan gravitasi bumi. Dan dia tetap saja bisa menahan tarikan tersebut.
Lalu dia pergi. Dalam sebuah bayang yang seakan menjadi sayap buat seorang Wanita Anggun. Dengan pakaian yang lambat laun berkibar dan Langkah perlahan, semakin meninggi, lalu mengecil, karena jaraknya memang menjauh.
Telaga di depanku sangat luas. Sehingga terlihat kalau sangat dalam. Aku yakin itu. Dan kalaupun ikut menjejakinya, maka akan langsung tenggelam. Apalagi alirannya dengan warna yang pekat, maka sudah pasti bisa di perkirakan kedalamannya. Soalnya kalau air tak dalam, maka akan Nampak dasarnya. Apalagi air yang ada begitu jernih. Bisa di lihat kalau meraup dengan tangan, maka akan langsung tampak jernihnya. Air pun memenuhi. Tempat Dimana beberapa sumber air mengalirkan alirannya dan bermuara pada cekungan tersebut. Dan di alirkan lagi melalui Sungai kecil yang kedalamannya kalah dari telaga yang lumayan lebar tersebut. Sehingga air masih tetap ada walau Sungai tersebut selalu memuntahkan airnya juga. Air yang mengalir ibarat rejeki. Jika lancar rejeki lancar. Tapi ini suatu keadaan Dimana air memang memenuhi sebuah lokasi yang serupa cekungan. Kalau cekungannya luas, maka akan banyak juga menampung air. Dan jika tidak, maka akan langsung penuh, serta bakalan meluber, hingga sekelilingnya yang kebanjiran. Tapi jika salurannya lancer, maka akan langsung mengalirkan ke muara. Atau pada Sungai yang lebih luas. Tapi jika kecil saja maka sebutannya juga lain. Bukan lagi telaga, tapi hanya sendang saja, atau bahkan lebih kecil hanya semacam genangan saja. Bila air itu bertambah luas, maka di sebut danau, tapi di jawa istilah tersebut tak ada. Maka danau yang ada hanya telaga. Atau bahkan rawa. Misalkan rawa yang luas di suatu daerah bakalan di sebut danau secara ilmiah, tapi oleh Masyarakat sekitar di sebut demikian. Karena memang tempat yang dimaksud tadi tidak sesuai dengan gambaran tadi. Bahkan suatu segara, yang di sebut laut, lebih biasa di ungkapkan buat menamakan danau, karena memang itu bukan sebutannya. Dan di daerah barat akan di sebut situ. Juga misalkan bendungan hanya di sebut waduk, walau tampungan airnya juga tak kalah dengan danau. Juga istilah tersebut sangat popular di luar jawa. Misalkan danau Toba, danau Singkarak, danau Maninjau, yang memang sangat luas. Akan tetapi untuk yang lebih kecil hanya di sebut telaga. Mungkin memang di Jawa tak terlampau besar, jadi kebanyakan hanya di sebut telaga atau rawa, yang merupakan genangan air dengan kedalaman tidak terlampau dalam, akan tetapi bisa luas juga cakupannya. Bahkan banyak diantaranya sebagai sendang atau kedung saja, yang pada dasarnya sama saja pengertiannya. Walau ada yang membedakannya. Karena sendang adalah sebuah cekungan air yang tak seberapa luas, akan tetapi belum tentu berada di aliran Sungai sementara kebalikannya, kalau kedung itu berada dalam suatu aliran Sungai akan tetapi membentuk cekungan yang sama dengan sendang tadi. Makanya sendang kebanyakan menjadi akhir dari aliran yang mengalir, tapi yang keluar tak seberapa banyak. Bahkan banyak diantaranya yang cuma menguap saja kondisi airnya sehingga cenderung hanya itu saja.
Dan dia terus berlalu. Dalam kelebatan bayang putih.
Aku berusaha mengejar. Tapi tak dapat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments