Demi membalas sakit hatinya pada ayahnya, Jansen Howard tidak pernah berniat menamatkan kuliahnya oleh sebab itu dia sudah berkuliah selama 5 tahun di universitas milik ayahya sendiri. Tidak hanya itu saja, Jansen Howard pun membentuk sebuah geng motor dan membuat banyak kekacauan namun dengan kekuasaan yang ayahnya miliki, dia bisa terbebas dengan mudah tapi semua itu tidak berlangsung lama karena semua kesenangan yang dia lakukan mulai terancam akibat seorang dosen cantik yang mampu melawannya.
Elena Jackson adalah putri seorang mafia yang keluar dari zona aman serta pengaruh besar keluarganya. Dia memilih untuk menjadi dosen disebuah universitas yag ada di kota London namun pekerjaan yang hendak dia nikmati justru membuatnya mendapatkan misi untuk menangani Jansen Howard. Merasa mendapatkan tantangan, Elena tidak menolak oleh sebab itu, hari beratnya dengan sang murid yang lebih tua darinya itu dimulai. Apakah Elena mampu menyelesaika misi dan mengatar Jansen pada pintu kelulusan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni Juli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rasa Percaya Yang Sudah Tidak Ada
Lantai yang dingin, penjara yang tenang dan damai. Mungkin dialah satu-satunya narapidana yang betah berlama-lama di dalam penjara itu karena di sana tidak ada ayah yang menyebalkan dan tidak ada ibu tiri serta Richard yang menyebalkan, dia sungguh merasa mendapatkan kedamaian di dalam penjara itu tapi bukan berarti dia mau berlama-lama berada di sana meski tempat itu menenangkan karena dia ingin membalas kedua pencuri yang sudah masuk ke dalam rumahnya lalu mengambil segalanya darinya.
Makanan selalu diantar ke dalam penjara untukku. Jansen memang mendapatkan perlakuan yang lain dari pada yang lainnya karena hanya dia sendiri yang tidak boleh keluar dari sel tahannya sementara yang lain boleh keluar untuk makan bersama lalu melakukan kegiatan yang lain bersama rekan satu penjara.
Tentunya perlakuan istimewa itu diminta oleh Anne Howard. Dengan uang yang cukup tebal diberikan pada sipir penjara, Anne meminta mereka untuk tidak memberikan kebebasan untuk Jansen. Semua itu dilakukan agar Jansen tertekan pada keadaannya sehingga memperburuk mentalnya tapi sampai sekarang, pemuda itu sangat menikmati waktu kesendiriannya di dalam penjara.
Suara ketukan kaki dan ketukan tongkat di jeruji besinya membuat Jansen berpaling. Seorang sipir penjara berdiri di depan pintu sambil mencari kunci penjara itu dari beberapa kunci yang ada. Jansen yang sedang berbaring beranjak dan duduk di atas lantai. Sepertinya ada yang menjenguk dan entah kenapa dia berharap Elena yang datang.
"keluar, ada yang hendak bertemu denganmu!" ucap sang sipir.
"Siapa?" tanya Jansen.
"Keluar saja!"
Jansen beranjak, sipir itu hampir memukulnya menggunakan tongkat namun Jansen menangkap tongkat itu dan menatapnya dengan tajam. Sang sipir melangkah mundur dan menelan ludah, sebaiknya dia tidak cari gara-gara dengan putra pejabat itu meski dia sangat ingin memukulnya sampai babak belur.
"Jangan coba-coba, aku akan memukulmu tanpa ragu bahkan kau bisa mati di tanganku. Aku tidak keberatan menambah masa tahanan karena aku sudah sangat betah di dalam penjara ini jadi jangan coba-coba jika masih sayang nyawa!" ancamnya.
"Tidak perlu mengancam, aku tidak takut denganmu!" tongkat yang ada di tangan Jansen ditarik hingga lepas dan setelah itu sang sipir melangkah mundur.
Jensen melangkah keluar, dia sudah yakin pasti Alena karena kedua baji*ngan itu tidak mungkin mau repot menunggunya apalagi ayahnya yang sudah tidak mungkin datang untuk menjenguknya. Seperti yang dia duga, memang Elena yang datang. Pemuda itu duduk dengan angkuh dan mengangkat kedua kakinya serta meletakkannya ke atas meja.
"Kau lagi!" ucapnya sambil menatap Elena dengan tatapan mencibir.
Elena cuek saja, tanpa mempedulikan tatapan Jansen. Setelah selesai memberikan pelajaran, Elena pergi ke penjara untuk mencari tahu kronologi kejadian yang telah menimpa Jansen. Dia harap pemuda itu bekerja sama tapi tatapan mata tidak menyenangkan Jansen dan sikap tidak bersahabat pemuda itu justru membuatnya ragu.
"Apa kau rindu denganku sebab itu kau datang mencari aku?" tanya Jansen basa basi.
"Jangan asal bicara, aku datang ingin berbicara denganmu!" ucap Elena.
"Berbicara apa? Aku rasa tidak ada yang perlu di bahas, bu dosen!"
"Tolong kerja samanya, Jansen. Aku ingin mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi padamu hari itu jadi katakan padaku agar aku bisa menemukan buktinya."
"Sudah tidak perlu, aku sangat betah di sini!"
"Jansen!" Elena berteriak sambil memukul meja. Sudah dia duga sikap pemuda itu pasti sangat menyebalkan dan dia harus bersabar.
"Kau lihat, tidak ada yang peduli padaku. Ayahku pun tidak lalu untuk apa kau peduli denganku? Kita tidak memiliki hubungan apa pun lalu untuk apa kau merepotkan dirimu sendiri untukku?"
"Apa kau tidak percaya padaku, Jansen?" dia curiga pemuda itu tidak percaya oleh sebab itu Jansen bersikap angkuh dan menyebalkan seperti biasa.
"Tidak ada yang aku percayai di dunia ini, tidak ada. Ayah kandungku sendiri tidak bisa dipercaya lalu bagaimana aku bisa mempercayai orang lain? kau orang baru, kita baru kenal lalu bagaimana aku bisa percaya denganmu apalagi kau orang asing bagiku? Di luar sana yang membenci aku sangat banyak dan kau, tidak mungkin tidak membenci aku!" ucap Jansen.
"Baiklah, sepertinya kau sudah kehilangan rasa percayamu. Aku memang orang asing, baru mengenalmu tapi aku bisa menilai dan aku tidak termasuk orang-orang yang membenci dirimu. Aku tidak bersuka cita dengan apa yang telah terjadi padamu, aku bahkan tidak untung apa pun karena menolongmu tapi aku peduli padamu. Aku tidak bisa diam saja melihat ketidakadilan yang terjadi padamu. Aku tahu kau butuh bantuan, Jansen. Aku tahu kau tidak akan berbuat di luar batas meski kau sudah banyak membuat onar. Senakal-nakalnya dirimu, aku yakin kau tidak mungkin melakukan perbuatan keji apalagi hampir membunuh orang!" jelas Alena panjang lebar.
"Tidak perlu mengatakan hal seperti itu, aku tidak semenyedihkan seperti yang kau kira!"
"Baiklah, sekarang katakan padaku apa yang terjadi. Hanya itu yang ingin aku tahu. Mungkin kau tidak percaya padaku karena kita orang asing tapi aku akan membuktikan bahwa aku tidak seperti yang lainnya. Aku akan mengeluarkan dirimu dari penjara lalu menjadikanmu sebagai pria berguna sehingga kau tidak dipandang sebelah mata lagi orang-orang. Di saat seperti ini, seharusnya kau menunjukkan pada ayahmu jika kau bisa berdiri sendiri tanpa bantuan darinya."
"Untuk apa kau membantu aku? Aku hanya orang yang membawa masalah!" ucap Jansen.
"Sudah aku katakan, aku peduli padamu. Aku tidak bisa melihatmu seperti ini apalagi aku yakin jika kau tidak bersalah. Aku bukan orang yang suka menghakimi, aku akan membela yang benar jika orang itu benar dan aku akan menghukum orang yang salah jika orang itu memang salah!"
Jansen diam, mencoba mencari kebohongan dari perkataan Elena tapi dia tidak menemukan kebohongan itu bahkan Elena terlihat begitu serius ingin membantunya. Jika begitu, dia akan mencoba mempercayai wanita itu agar dia bebas dan dia harap Elena tidak mengecewakan dirinya.
"Mau mengatakannya padaku, bukan?" tanya Elena.
"Aku sedang beristirahat di taman tapi kedua puluh pemuda itu datang dan menyerang aku menggunakan tongkat dan benda tajam. Apa kalian semua buta? Aku tidak mungkin membawa senjata tajam ke kampus apalagi menantang dua puluh orang sekaligus. Masih beruntung aku masih hidup meski aku berhasil membuat mereka babak belur!" dia cukup bangga karena dia bisa memukul dua puluh orang itu sampai babak belur.
"Kenapa kau tidak mengatakan hal ini pada pihak berwajib?" tanya Elena, dia ingin tahu kenapa Jansen diam.
"Apa akan ada yang percaya? Hanya ada prestasi buruk yang aku lakukan, hampir semua tahu dan di saat kau melakukan pembelaan diri, apa akan ada yang percaya? Sebaiknya diam, tidak mengeluarkan banyak tenaga karena semuanya akan berakhir sama!"
"Baiklah, meski tidak ada yang percaya tapi aku percaya. Terima kasih atas informasinya, aku pasti akan mengeluarkan dirimu jadi tunggulah dan jangan mencari perkara dengan siapa pun. Kau mengerti?"
"Baiklah," jawab Jansen dengan malas.
"Bagus, ini untukmu!" Elena memberikan makanan yang dia bawa sebelum dia pergi.
"Hanya ini?" tanya Jansen.
"Lain kali aku akan datang lagi. Ingat untuk tidak mencari perkara dengan siapa pun agar tidak menambah masalah!" ucap Elena yang sudah melangkah pergi.
"Hei, lain kali bawakan aku yang lebih enak!" teriak Jansen.
"Isi dompetku tipis, aku belum mendapat gaji tapi sudah mendapat masalah!" Elena sudah melangkah pergi karena dia sudah tahu apa yang harus dia lakukan. Jansen tersenyum lalu melihat makanan yang ada di atas meja. Baiklah, dia akan benar-benar mempercayai wanita itu meski sesungguhnya tidak ada alasan baginya untuk mempercayai Elena.