El Zibrano Alemannus, duda muda beranak satu dengan paras yang begitu rupawan dan mempesona. Menjadi miliarder di usia muda membuat wanita manapun mengantri untuk menjadi ibu susu putranya.
Sayang sekali, tuan muda El yang tampan nan bejat bersumpah menolak semua wanita manapun untuk bisa menjadi istri dari putranya. Ia sangat membenci wanita setelah perceraiannya dengan Fera.
Hingga ia bertemu dengan wanita cantik nan sederhana yang menarik perhatiannya. Di mana El melupakan sumpahnya demi bisa mendapatkan wanita tersebut.
•••
"Jadilah ibu susu dari putraku, akan kuberi berapapun uang yang kau minta," ucap El Zibrano.
"Apa kau gila? Aku belum menikah, bagaimana bisa aku menyusuinya?" tolak Lea Cornelio.
El mendekati Lea dengan tatapan smirknya.
"Tentu bisa. Dengan sedikit rangsangan," jawabnya membuat Lea mengernyitkan dahinya.
"Akhhh," desah Lea kala El meremas benda kenyalnya lalu menghisapnya kuat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puppy Bangtan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 22
Sedangkan di mansion ada El yang saat ini tengah duduk di teras dengan sebatang rokok di tangannya.
Tatapan serius nan tajamnya membuat siapapun sangat takut untuk menatapnya.
Bahkan para pengawal yang sejak tadi berdiri di depan rumah, tak berani bergerak sedikitpun.
Rasanya sekujur tubuhnya sudah kaku saat ini hanya karena takut tatapan tajam El.
Hingga terlihat sebuah motor moge memasuki pelataran mansion.
El menghembuskan asap rokoknya kala melihat betapa cantik dan keren wanitanya saat ini kala mengendarai motor mogenya.
Lea memasukkan motornya ke dalam garasi tanpa perlu takut atau sembunyi-sembunyi saat tahu El sudah pulang.
Ia keluar dari garasi dengan wajah yang sedikit murung.
El langsung beranjak dari kursi dan mematikan rokoknya.
Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan berdiri di depan pintu sembari menatap Lea yang tampak menunduk dengan lesu.
"Dari mana?" Lea mendongak menatap El yang terlihat begitu datar dan lekat menatapnya.
"Beli pumping ASI," jawabnya dengan jujur tanpa menambahkan jika ia baru saja selesai bertarung dengan sepupunya.
"Ada?" tanya El dengan ketar-ketir.
Lea menggelengkan kepalanya membuat El bersorak girang dalam hatinya.
Hingga tatapan El tertuju pada pipi kanan Lea yang merah.
El langsung mengangkat dagu Lea untuk memeriksa pipi Lea lebih jelas.
El juga melihat jaket Lea sedikit berdebu.
"Beli pumpingnya di mana?" tanya El mengintrogasi.
Lea menghela nafas berat kala masih didekte olehnya.
"Di minimarket lah, masak di Lebanon," ketusnya dengan kesal.
"Terus kenapa pipimu merah?" tanyanya dengan sedikit penuh penekanan.
Lea lagi-lagi menghela nafas berat.
"Aku capek," keluhnya dengan lesu sembari menepis tangan El dari dagunya.
El sudah melayangkan tatapan tajamnya lalu tanpa banyak kata ia mengangkat tubuh Lea untuk masuk ke dalam mansion.
"Turunkan aku," tekan Lea dengan wajah yang ditekuk kala El mengangkat tubuhnya dengan tiba- tiba.
El hanya diam tak menjawab sembari membawa Lea ke kamar.
Sesampainya di kamar, El mendudukkan Lea di sofa.
Ia kembali keluar kamar tanpa mengatakan sepatah katapun.
"Kenapa dia begitu labil sekali," dumel Lea sembari melepas sepatunya.
Tatapannya tertuju pada baby Enzo yang sudah terlelap.
"Maaf ya sayang, tadi enggak nemu pumping ASInya, enggak tahu bandit mana yang memborongnya," ucapnya pada baby Enzo yang sudah pulas tertidur.
Tak lama El kembali dengan membawa es batu dan handuk kecil.
Lea seketika langsung merubah ekspresinya menjadi dingin dan datar.
El menarik kursi untuk duduk di depan Lea.
Dengan pelan ia mengompres pipi Lea dengan es batu.
Kini suasana sedikit canggung kala El terlihat diam.
Lea memainkan jarinya dan ingin mengatakan sesuatu yang sudah lama ingin ia katakan.
"Sebelumnya terima kasih telah merawat papaku di rumah sakitmu, tapi sepertinya aku tidak bisa terus membiarkan papa berada di sana. Aku akan membawanya pulang," ujarnya sembari menunduk memainkan jarinya.
El yang tengah mengompres pipi Lea kini fokus meneliti pahatan Tuhan yang paling sempurna tersebut dengan lekat.
"Lalu kau akan tinggal di mana?" tanya El dingin.
"Di mana saja kecuali di rumahmu," jawab Lea sembari menatap El.
El menautkan kedua alisnya tanda kesal.
"Untuk semua biaya tagihannya akan kubayar tanpa sisa, tapi tidak sekarang. Aku akan mencari pekerjaan lebih dulu untuk bisa membayarmu," ucapnya pada El.
El meneliti kedua manik mata Lea dengan terang-terangan.
"Bagaimana ada wanita keras kepala sepertimu. Kenapa susah payah membayar semua tagihan rumah sakitnya jika kamu bisa menikah denganku dan menikmati semua hartaku," gumam El membuat Lea berdecak kesal.
Lea diam sejenak, ia lalu kembali mengutarakan tawarannya.
"Yaaa! Bagaimana dengan tawaranku kemarin?" El menaikkan sebelah alisnya kala Lea menanyakan tentang tawaran.
"Yang mana? Menjadi istriku?" godanya pura-pura lupa.
Lea dengan reflek memukul paha El dengan keras.
"Tentang menikah dengan Oliv," ketusnya dengan kesal.
El tertawa kala melihat wajah kesal Lea yang terlihat cantik dan menggemaskan saat ini.
Ia lalu meletakkan es batu serta handuknya di atas meja.
Dengan jarak yang dekat El menatap Lea.
"Berapa kali harus kukatakan padamu, sekalipun kamu memberikan tawaran yang jauh lebih menarik, pilihanku tetap kamu. Aku tak akan menggantimu dengan berbagai tawaran apapun. Kau tetap milikku, sekarang nanti atau selamanya," ucapnya dengan suara yang serak dan seksi.
Lea seakan terhipnotis dengan ucapan El barusan.
Hingga sentilan pada hidung Lea menyadarkan dirinya.
"Lain kali cari alasan yang tepat untuk bisa kabur dariku. Karena kupastikan kau tak akan bisa lepas dari jeratan ku," ucapnya dengan begitu yakin.
Lea berdecak mendengar hal itu membuat El tertawa kecil.
"Aku ingin sekali mengalami transmigrasi seperti di novel atau di drama agar tidak bertemu dengannya, entah bagaimana bisa aku bertemu dengan pria mesum sepertinya," dumel Lea lirih.
El yang mendengar hal itu tak bisa menahan tawanya.
"Yaaa! Mendekatlah," ucap El pada Lea.
Lea menaikkan sebelah alisnya curiga pada El.
Tapi meski ragu, Lea mencoba untuk mendekat pada El.
Cup
Lea membulatkan kedua matanya kala El mengecup singkat bibirnya.
"Yaaa bangsat! Kemari kau," teriak Lea kesal kala El mencium bibirnya.
El sudah berlari menjauh dari Lea dengan tawa yang puas.
•••
Setelah selesai mandi, kini Lea hendak beranjak tidur karena begitu lelah.
Dan Lea baru menyadari sesuatu.
"Tunggu, kenapa sofanya tunggal semua? Di mana sofa panjang yang biasa ada di sini," gumamnya heran dan baru sadar sejak masuk kamar tadi.
Lea lalu melihat keluar kamar, untuk memeriksa ruang tengah, ruang keluarga hingga ruang santai di mana semuanya hanya ada sofa tunggal.
Lea berdecak kala ia bingung harus tidur di mana.
Ia kembali ke dalam kamar dan menatap sofa tunggal tersebut.
"Masak iya tidurnya sambil duduk?" gumamnya yang bingung.
Lalu tatapannya beralih pada ranjang luas El.
"Kalau tidur sama si mesum yang ada nanti di unboxing lagi, kan tambah berabe," gumamnya dengan bingung.
Karena El keluar sebentar entah kemana, Lea memutuskan untuk tidur di ranjang saja.
Namun ia tidak langsung tidur begitu saja, ia memberikan pembatas di ranjang dengan guling.
Lalu juga meninggalkan catatan pada selembar kertas dengan tulisan Melewati batas kubantai habis.
Lalu Lea berbaring di ranjang dan memejamkan matanya yang sudah tinggal 5 Watt.
Tak lama El masuk ke dalam kamar dan melihat Lea sudah pulas di atas ranjangnya membuat El tersenyum lebar.
"Untung sofanya udah kupindahkan semua ke kamar Ziko," gumam lirih El sembari naik ke atas ranjang.
El melihat selembar kertas tersebut.
Detik kemudian ia tertawa kecil kala membaca tulisannya.
BRUGH
El melemparkan gulingnya ke lantai lalu menarik pelan tubuh Lea untuk mendekat dengannya.
"Persetan besok dibantai habis, yang penting malam ini tidur berdua," gumamnya sembari memeluk erat Lea sembari memberikan beberapa tanda pada tengkuk belakang Lea.
•••
Sedangkan di rumah lain ada Nancy yang baru saja pulang dari luar.
Ia melepas jaket hitamnya dan berniat untuk mandi.
Selesai mandi Nancy duduk di meja riasnya dengan senyum yang sumringah.
Ia mematut dirinya di cermin dengan rasa bangga.
"Aku sangat puas sekali hari ini," gumamnya yang mana suasana hatinya begitu senang sekali.
Krekkk
Nancy menoleh dengan cepat dan sedikit terkejut kala mendengar suara tersebut.
Dengan cepat Nancy berjalan ke jendela untuk memeriksanya.
Nancy menyibak gordennya dengan takut namun ternyata jendelanya lupa ia kunci karena itu menimbulkan suara.
"Kenapa aku bisa lupa menguncinya," gumamnya sembari menghembuskan nafas lega dan hendak mengunci jendelanya.
BRAK
"Argh," teriak Nancy terkejut kala seseorang dari balkon masuk ke dalam kamarnya.
"Siapa kamu?" teriak Nancy sembari mundur dan mencari sesuatu untuk ia gunakan sebagai senjata.
Tanpa menjawab pertanyaan Nancy, pria itu langsung menikam perut kanannya.
Slep
"Arghh," pekik Nancy kesakitan sembari memegangi tangan pria itu dengan mata yang memerah kala belati tajam itu masuk ke dalam perutnya.
BRUGH
Pria itu menarik pisaunya membuat Nancy terbaring di ranjang.
"Si-siapa kam-kamu?" tanya Nancy sembari memegangi perut kanannya.
Pria itu hanya tersenyum miring dan sedikit mengangkat topinya agar Nancy dapat melihatnya.
"Dewa kematianmu," jawabnya yang mana ia kembali menusukkan pisaunya pada perut Nancy secara acak.
Darah segar mengalir keluar dari perut Nancy di mana sprei putih bersih itu kini sudah bersimpah darah.
Pria itu terlihat sangat puas kala melihat detik-detik Nancy mendekati ajalnya.
Mata sayu yang menatapnya seakan meminta pengampunan benar-benar membuatnya sangat puas.
Nancy yang mendekati ajalnya, kini berusaha menatap lekat wajah pria itu.
Meski sedikit remang-remang namun ia bisa melihat bentuk dari wajahnya.
Ia terlihat sangat menakutkan sekali.
Seperti seorang iblis.