Sean, seorang Casanova yang mencintai kebebasan. Sean memiliki standar tinggi untuk setiap wanita yang ditidurinya. Namun, ia harus terikat pernikahan untuk sebuah warisan dari orang tuanya. Nanda Ayunda seorang gadis yatim piatu, berkulit hitam manis, dan menutup tubuhnya dengan jilbab, terpaksa menyanggupi tuntutan Sean karena ulah licik dari sang Casanova.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon uutami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 31
"Makasih, Mas."
Dengan senyum merekah di bibirnya, Nanda menyerahkan helm pada Irham. Setelah tadi mereka pulang bersama dan ikut mengajar renang. Dengan motor matiknya, Irham, mengantar Nanda pulang, bersama Kanaya yang berdiri di depan.
"Ini rumah kak Nanda?" Kanaya takjub melihat rumah Sean dari luar pagar.
"Bukan. Kaka cuma tinggal di sini," sahut Nanda lembut mengusap kepala Kanaya.
"Ooh, berarti ini rumah kakak kan?"
Irham ikut tersenyum dengan ucapan keponakannya itu. "Maaf, ya," katanya pada Nanda yang menanggapi dengan gelengan.
"Loh, bukan ya?"
"Kan tadi kak Nanda udah bilang bukan. Tinggal bukan berarti punya, Naya." Irham mencubit gemas pipi keponakannya.
"Oohh, jadi kak Nanda ngekos di sini?"
"Iya." Nanda membenarkan saja dari pada panjang urusan jika sudah ditanya oleh anak kecil.
"Emang kamu ngekos di sini?"
"Enggak, anggap aja gitu."
"Bayarnya dengan kerjaan ya?"
Nanda terkekeh kecil.
"Udahlah kalau mas mau balik. Udah sore, kasian Kanaya."
"Iya, iya." Irham menstater motornya."Aku pergi ya?"
Nanda mengangguk, melambaikan tangan. "Dah Naya."
"Dah kak Nanda!"
Motor Irham bergerak menjauh, Nanda masih memandang sampai hilang diujung gang, barulah ia melangkah masuk.
"Astaghfirullah!" Nanda memegangi dada kaget. Begitu membuka pintu, Sean berdiri bersandar di sisi pintu samping jendela yang sedikit tersibak gordennya.
"Kau membuatku kaget saja, kak."
"Kenapa?"
Nanda mendengus, melewati begitu saja Sean yang masih nyaman dengan posisinya sekarang.
"Kenapa jam segini baru pulang?"
Nanda memutar tubuhnya malas. "Bukankah kita sudah sepakat untuk tidak saling mencampuri urusan pribadi masing-masing?" Sergahnya.
"Ya, tapi gara-gara kamu baru pulang aku jadi telat makan," kata Sean mengikuti langkah Nanda.
Gadis itu terkekeh geli, "ayolah, kau sudah dewasa. Kalau lapar ya tinggal makan."
"Tidak ada makanan di rumah."
"Masak!"
"Capek."
"Ya jajanlah di luar, atau delivery order."
"Capek, ribet."
Nanda mendesah pelan, rasanya ia harus menyimpan lebih banyak stok sabar. Melirik jam di dinding ruang tengah. Sudah pukul lima sore, ia memang tadi sempat jalan-jalan dulu dengan Irham dan Kanaya sebelum pulang.
"Tunggu sebentar, aku masakin."
Akhirnya, Nanda menyerah. Ada sebersit rasa bersalah yang hadir karena ia enak-enakan makan diluar dengan Irham tadi, sementara Sean menahan lapar di rumah. Padahal, baru satu jam Sean menginjakkan kaki di sana sepulang kerja.
Nanda masuk ke kamarnya, menyimpan tas dan membersihkan diri. Tak butuh waktu lama, ia sudah keluar lagi dengan memakai piyama hitam motif bintang dan jilbab bergo warna senada.
Sean rupanya sudah menunggu di dapur, dengan menghisap sebatnya.
"Ya ampun, bisa nggak sih kalau di dalam rumah jangan merokok?" omel Nanda mengipas depan hidungnya.
"Ini rumahku," sahut Sean enteng.
"Iya, iya. Aku tau. Tapi aku tak bisa masak dengan asap rokok disekitar."
Lelaki berkaus merah itu mematikan rokoknya di asbak. "Sudah."
Nanda mengernyit, "tumben dia penurut begini?" gumamnya sangat pelan.
"Tunggu saja dibelakang, kamu bisa merokok di sana. Nanti kalau sudah siap, aku panggil," ujar Nanda membuka pintu kulkas. Memilih bahan untuk ia masak.
"Heemm," deham Sean berlalu begitu saja. Membuat Nanda sedikit heran karena merasa Sean agak berbeda. Lebih pendiam dan dingin. Tak banyak berkata seperti biasa.
"Dia kenapa sih?" gumam gadis itu terheran, "Apa asap rokok udah mengkontaminasi otaknya?"
Bergidig sendiri, lalu memutuskan membuat makan malam segera.
.
.
"Kak!"
Nanda melongok ke halaman belakang, Sean tak ada di sana.
"Dimana dia?" gumamnya sendiri. Melangkah lagi ke arah samping rumah, dimana terdapat kolam renang disana.
"Keknya nggak mungkin deh kalau di sini. Cuma ada kolam renang juga," gumamnya lagi. Tapi, matanya melihat pintu ruang santai yang terhubung ke kolam renang terbuka.
"Beneran di sini?" bergumam lagi seraya berjalan sampai ambang pintu.
"Kak?"
Sean yang sedang duduk di bibir kolam dengan kaki menjuntai itu menoleh.
"Makanan sudah siap."
Karena lelaki itu juga beranjak, Nanda mendekat.
"Kakak ngapain di sini?" Nanda ikut duduk di bibir kolam, hanya ia menyilang kaki karena tak ingin celananya basah.
"Warna air bikin tenang ya?"
Nanda mengangguk setuju. Menatap dari samping lelaki yang melihat lurus ke depan.
"Tapi... Aku nggak bisa berenang."
"Kakak nggak bisa berenang beneran, emang?"
Sean menoleh ke arah Nanda, hingga tatapan keduanya bertemu di satu titik. Mengangguk pelan.
"Kamu nggak percaya?"
Lelaki itu melekuk senyum misteriusnya. Lalu tiba-tiba menjatuhkan diri kolam, hingga airnya menciptakan gelombang dan memercik ke tubuh Nanda. Reflek berdiri dan menjauh, melihat ke arah kolam dimana Sean mencebur tadi.
"Kak!"
dah tau sean udah muak sama kamu udah dblokir pula ehhh PD bgt sok nlpon2
🤭👍🌹❤🙏
sean siap siap otakmu dipenuhi nanda nanda dan nanda 🤣🤣