Siapa yang ingin hidup dalam kekurangan semuanya pasti mau hidup serba berkecukupan. Tapi itu takdir tak seorang pun tau hidup mereka akan seperti apa.
Ira seorang ibu rumah yang dulu berada diatas di hantam badai hingga terjatuh kebawah.
Mana dulu yang mengaku sebagai saudara? Tak satu pun ada yang peduli. Suaminya terpaksa jadi ojol untuk mencukupi kebutuhan hidup. Akankah hidup Ira berubah?Lantas bagaimana dengan keluarganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ima susanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Pekerjaan Ira tak ada habis - habisnya, hampir tak ada waktu untuk dirinya istirahat barang sejenak. Bahkan untuk makan saja ia tak sempat hanya air putih sedari tadi yang sempat ia minum. Budenya sama seklai tidak memberi jeda pada dirinya.
"Ira ini ayamnya kamu goreng semuanya !" perintah bude melabrak semakin ayam yang masih mengeluarkan asap karna baru selesai diungkap.
"Baik, bude. Tapi aku istirahat sebentar ya, bude."
"Alah ga usah istirahat, pekerjaan nanti ga bakal kelar - kelar." larang wanita yang usia sudah hampir kepala enam.
Ira hanya bisa patuh karna ia sama seklai tidak berani membantah. Baju yang ia kenakan sudah basah oleh keringat. Dan aromanya juga sudah sangat asam. Menjelang ashar Ira ijin pada budenya untuk pulang kerumah sebentar menengok anak - anak sekalian ganti baju.
"Ga usah pulang, nanti siapa yang baru bude untuk mengisi besek - besok ini. Kalau masalah baju nanti bude carikan baju bekas bude yang udah ga kepakai. Lumayan kamu ga usah beli baju." bude Ira tertawa sambil mengolok - ngorok keponakannya itu.
Karena larangan itulah makanya Ira tidak jadi pulang kerumahnya. Pekerjaan baru beres hingga menjelang magrib.
"Ira, ini baju ganti buat kamu, sono ugh mandi." ujar sepupu Ira yang kebetulan sudah pada berdatangan. Kakak - kakaknya juga sudah terlihat bersama keluarga mereka. Semuanya nampak beramah tamah dengan budenya. Semantara Ira hanya bisa menatap pilu bagaimana saudara - saudaranya menjauhi dirinya.
Selepas magrib tamu satu persatu muali berdatangan. Ira kembali di disibukkan dengan banyak pekerjaan. Sementara itu tak ada satu pun dari kakak, ipar ataupun sepupunya membantu pekerjaan Ira.
Tubuhnya yang sudah lelah tak sanggup lagi bertahan akhir nya Ira jatuh tak sadarkan diri di dapur.
Tetangga yang kebetulan ikut bantu - bantu segera menolong Ira. Kebetulan Haris suaminya Ita juga baru datang dan berniat menemui istrinya kaget melihat istrinya di gotong dan ia mempercepat langkahnya menghampiri istrinya.
"Istri saya kenapa, bu?" tanya Haris pada salah seorang yang menolong Ira tadi.
"Istrimu di temukan pingsan di dapur, sepertinya terlalu lelah bekerja sedari pagi hingga sekarang." ucap yang lain.
"Saya juga ga melihat Ira makan sedari pagi karna banyak pekerjaan yang mesti ia kerjakan." tambah yang lain.
"Ya Allah dek, kasihan kamu." Ira mulai tersadar dari pingsanya setelah salah seorang ibu - ibu mengoleskan minyak kayu putih pada hidung dan tengkuknya.
"Mas, kapan sampai?" Ira berusah untuk bangun dan dibantu suaminya?.
"Kamu kenapa, dek?"
"Ga kenapa - kenapa, bang. Aku baik - baik saja kok." Ira masih saja menutupi kebenaranya.
"Kalau lelah kenapa ga istirahat dulu, kasihan badanya." Haris memberikan segelas air teh manis yang di buat oleh salah seorang ibu - ibu yang ada disana.
Ira menghabiskan segelas air teh manis dengan beberapa kali temukan saja saking hausnya.
"Lebay, baru kerjaan segitu saja sudah pingsan." ucap bude tanpa ada rasa bersalah sama sekali. Padahal ia yang memaksa Ira bekerja tanpa ada henti - hentinya.
Wajah Haris memerah menahan amarah, tanganya sedikit lebih keras mencengkeram tubuh istrinya yang ia pegang. Ira meringis saat merasakan sakit pada kedua tanganya. Haris menyadari bahwa ia telah menyakiti istrinya dan buru - buru minta maaf.
...****************...
Assalamualaikum kk, terimakasih sudah mampir. Satu komen dari kk sangat bearti bagi kelanjutan cerita berikutnya. Jangan lupa tinggalkan jejak berupa Like dan komen serta vote yang banyak supaya thor makin semangat 😊😘😘🙏🙏🙏
nauzubillah mindalik