NovelToon NovelToon
Uang Kaget Bergetar

Uang Kaget Bergetar

Status: tamat
Genre:Matabatin / Sistem / Tamat
Popularitas:16.1k
Nilai: 5
Nama Author: samsuryati

bagaimana rasanya ketika kamu mendapatkan sebuah penawaran uang kaget?

Rara di hina dan di maki selama hidupnya.

Ini semua karena kemiskinan.

Tapi ketika dia merasa sudah menyerah, Dia mendapatkan aplikasi rahasia.

Namanya uang kaget.

Singkatnya habis kan uang, semakin banyak uang yang kau habiskan maka uang yang akan kamu kantongi juga akan semakin banyak.

Tapi hanya ada satu kesempatan dan 5 jam saja.

Saksikan bagaimana Rara menghasilkan uang pertama kali di dalam hidupnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon samsuryati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

29

Adrian Mahendra melajukan mobil sport-nya melintasi kawasan ,Menteng, daerah elite di jantung Jakarta Pusat, dengan kecepatan yang menunjukkan kegelisahan. Pohon-pohon besar yang berjajar di sepanjang jalan, bangunan tua bergaya kolonial yang masih kokoh berdiri, semua tampak kabur di balik kaca jendela mobilnya. Dia bahkan tak sempat melirik taman-taman kecil yang biasanya ramai dengan para pejalan pagi.

Begitu gerbang besi besar terbuka secara otomatis, dia langsung masuk ke halaman rumah besarnya yang luas. Vila megah bergaya klasik itu berdiri megah dengan marmer putih di tiang-tiang depannya,mewah, tapi dingin.

Tak bersahabat.

Semua pelayan yang sedang bekerja di halaman langsung menoleh, tapi bukan dengan hormat. Tatapan mereka dingin.

Menghakimi.

Seolah kehadiran Adrian hanyalah gangguan yang tak bisa mereka tolak karena garis nasab.

Dari penjaga gerbang, penyiram bunga, hingga tukang sapu, semuanya menunduk bukan karena hormat, tapi karena enggan menatap wajah anak haram yang tak pernah diinginkan di rumah itu.

Adrian sudah terbiasa. Dia bahkan tak melirik balik. Kepalanya tegak, tapi pikirannya kusut. Kaki panjangnya melangkah cepat menaiki anak tangga besar menuju pintu utama.

Begitu masuk, seorang pria paruh baya dengan setelan rapi membungkuk singkat,Pak Roni, kepala pelayan utama keluarga Mahendra.

“Selamat datang, Tuan Adrian,” katanya dengan suara datar. “Tuan Besar dan Tuan Tua sedang menunggu Anda di kamar atas.”

Adrian hanya mengangguk tanpa berkata apa pun. Ia tahu, ‘menunggu’ di sini bukan berarti rindu. Lebih sering berarti interogasi atau… bentakan.

Ia menaiki tangga besar dengan karpet merah tua, menuju ke lantai dua. Di depan pintu kamar besar di ujung lorong, dia sempat menarik napas dalam-dalam sebelum mengetuk.

“Masuk,” terdengar suara berat dan berwibawa dari dalam.

Dia membuka pintu.

Di dalam, dua pria duduk di kursi besar yang menghadap jendela taman belakang. Ayahnya,Herman Mahendra, pria dengan rahang kokoh dan tatapan tajam. Di sebelahnya, kakeknya,Tuan Mahendra Tua, pria sepuh dengan tongkat ukiran naga, wajahnya penuh keriput namun sorot matanya masih setajam silet.

Adrian berdiri tegak. Tak ada pelukan, tak ada senyum.

"Inilah keluargaku. Keluarga yang tak pernah benar-benar menganggapku bagian dari mereka."

Dulu, Adrian dibawa pulang oleh ayahnya dalam keadaan mendadak,tanpa penjelasan panjang, tanpa persetujuan siapa pun. Ibu kandungnya, seorang wanita biasa yang meninggal karena komplikasi saat melahirkannya, tak pernah sempat memperjuangkannya. Istri sah ayahnya menolak mentah-mentah, namun karena tekanan dari kakek, Adrian tetap tinggal.

Ia tumbuh dalam rumah besar ini, lengkap dengan makanan mahal, baju bermerek, dan pendidikan terbaik. Tapi tak ada satu pun dari itu yang datang dengan kasih sayang.

Setiap langkahnya diawasi. Setiap geraknya dibatasi. Dan uang saku? Pas-pasan untuk standar keluarga Mahendra. Cukup untuk bertahan hidup di sekolah elite, tapi tidak cukup untuk membentuk citra seorang bangsawan.

Itulah sebabnya Adrian Mahendra mulai mendekati para gadis kaya di sekolah. Gadis-gadis muda sangat mudah di tipu , mereka juga mudah terpesona pada wajah tampan nya. Mereka memberi banyak hal perhatian, uang dan kadang tempat untuk kabur dari kebekuan rumah ini.

Kini saat menatap ayah dan kakeknya, Adrian merasa dingin merayapi tulangnya.

“Ayah Kakek,Ada yang ingin dibicarakan?” tanyanya dengan suara datar. U

Tuan Mahendra Tua menatapnya lama.Dia tidak pernah menganggap rendah cucu ini.Tidak ada yang seminta di lahirkan menjadi anak haram.Yang salah adalah pelaku nya kan.

Jadi dia sedapat mungkin meletakkan cucu ini di sisinya. mendidik dan mencegahnya agar tidak menjadi korban bully di keluarga ini.

Tapi kabar yang dia terima hari ini sangat menyedihkan sekali dan dia menyesalkan jika Adrian melakukan tindakan semacam itu.

Terkadang sulit untuk menjadi orang yang tengah.“Kami dengar kau bertemu dengan putri dari Mahesa Group hari ini.” katanya.

Seketika, Adrian tahu arah pembicaraan ini. Tapi dia tetap diam. Senyum tipisnya kembali muncul.

"Jadi, bahkan mereka pun tertarik dengan kekuatan Mahesa?"pikir nya.

Adrian membayangkan jika kakek akan memujinya karena berteman baik dengan seseorang seperti gadis jadi keluarga Mahesa.

Ini ada waktunya untuk dia bersinar dalam keluarga ini.

Tapi Adrian tidak tahu jika Sebenarnya dia salah dalam menebak.

Adrian masih berdiri tegak di depan dua pria paling berpengaruh dalam hidupnya, tapi tak satu pun memberi tatapan hangat seperti dulu terutama kakeknya.

“Apa yang kau lakukan, Adrian?” suara ayahnya tajam, bagai cambuk yang menghantam telinga.

Adrian membuka mulut, belum sempat menjawab, sesuatu melayang cepat dari arah kanan ,vas kristal besar di meja kopi. Pecah menghantam dinding di dekat kepala Adrian. Dia terkejut, tubuhnya refleks mundur setengah langkah.

Astaga,Kakeknya yang melempar barang.

Untuk sesaat, waktu seakan berhenti.

Kakek Mahendra tak pernah melakukan itu sebelumnya. Tak pernah mengangkat suara, apalagi tangan. Dari semua anggota keluarga, hanya sang kakek yang masih menyisakan sedikit rasa manusiawi terhadap dirinya.

"Kakek...

“Jangan kira kau bisa mempermalukan nama Mahendra sesuka hatimu!” geram kakeknya, wajah tuanya tampak memerah.

“Aku… aku tak mengerti…,” gumam Adrian yang benar-benar terguncang.

Ayahnya melemparkan setumpuk berkas ke meja kaca. “Kau bertemu putri dari Mahesa Group, dan pemegang saham paling dominan,telah menghubungi kami langsung!”

Kakek Adrian membenarkan posisi duduknya, suaranya masih bergetar tapi lebih terkendali. “Dia memberikan ultimatum. Jika kau tidak segera dikeluarkan dari kartu keluarga, dia akan menarik seluruh sahamnya, mengklaim kendali perusahaan, dan menyingkirkan seluruh keluarga Mahendra dari Mahendra Group.”

Jujur kakek mahenda merasa prihatin dengan cucu ini dan dia dibesarkan dengan tangannya sendiri. Tapi saat ini meskipun dia menyangkal tapi dia tidak bisa menghancurkan Mahendra group ,hanya gara-gara seorang cucu saja.

jika 1 perlu dikorbankan untuk semuanya maka...uhh...

Adrian melongo.

“Tunggu… siapa dia? Bagaimana bisa ada pemegang saham yang lebih besar dari kalian?”

Pemegang saham apa, keluarga Mahendra group memegang seluruh saham terbesar di sini. Jadi pemegang sana Apa yang dimaksudkan oleh kakek.

Kenapa dia tidak mengerti.

Ayahnya menatap tajam, tapi raut penyesalan masih terpancar di sana.

“Itulah kesalahan kami selama ini. beberapa waktu yang lalu ,seseorang membeli saham-saham minor dari investor kecil. tidak ada pernah tidak ada yang pernah menyangka jika seseorang mampu membeli begitu banyak saham di pasar saham. Dan sekarang, dia menguasai lebih dari 51 persen. Kami sudah tak punya suara mayoritas.”

Ini hanyalah sebuah kelalaian dalam intuisi. perusahaan melemparkan saham-saham kecil dan minoritas di pasar saham hanya sebagai cara untuk menongkrak harga saham perusahaan. mereka tidak akan pernah menduga jika akan ada orang yang benar-benar membelinya dan itu membelinya sekaligus.

Atau yang lebih dikenal memborong seperti membeli goreng pisang.

Anehnya dia tidak mengetahui siapa orang ini. hlHal ini baru diketahui jadi pagi dan itu pun ketika menyangkut masalah Adrian Mahendra. Jika tidak ada masalah ini mungkin mereka tidak akan pernah menyadarinya sama sekali.

Jadi kuncinya ada pada Putra haramnya ini.

“Apa hubungannya denganku?” suara Adrian meninggi, bergetar. “Apa karena aku bicara pada Rara?”

“Tidak hanya bicara!” hardik kakeknya. “Kau muncul di kantornya, membuat keributan dan meninggalkan kesan seolah sedang mengincar Putri Mahesa ini ! Sekarang Itu bukan urusan pribadi lagi, itu sudah menjadi politik bisnis, Adrian!”

Adrian menggertakkan gigi. dia tidak percaya hanya dengan mencoba mendekati Rara maka dia menjadi sial seperti sekarang.“kakek Ayah aku...Aku hanya ingin ...”

“Cinta?” Ayahnya tertawa sinis. “Kau pikir hanya dengan ini sudah mampu menjadi kehancuran bisnis kami? Hanya karena kau tak bisa menahan diri untuk kembali jadi pemangsa gadis kaya?”

Kata-kata itu menusuk tajam.

"kakek...

Adrian mengepalkan tangan. “Aku tidak berniat mengambil apa pun dari Rara. Aku hanya… ingin menjelaskan, minta maaf...”

Kakeknya berdiri.

Langkahnya perlahan namun penuh tekanan. “Sudah terlambat. Surat pengeluaranmu dari kartu keluarga sedang diproses. Kami akan menyatakan bahwa kau bukan bagian dari garis Mahendra, dalam dua hari”

"jika kau memiliki kemampuan maka lakukanlah sesuatu agar Gadis itu menarik tuduhannya"kata kakek lagi dengan sedih.

tapi tidak ada yang bisa dia lakukan sekarang.

Adrian mematung. Wajahnya pucat.

“Aku ini cucumu,” katanya pelan. “Apa tak ada artinya semua ini? Bertahun-tahun aku bertahan di rumah ini… bertahan dari penghinaan, dari tatapan sebelah mata...”

“Kami memberimu atap, sekolah, nama,” potong sang ayah. “Tapi kau tetap jadi risiko terbesar kami sekarang. Kalau kau masih punya harga diri, pergilah sebelum surat itu sampai besok pagi.”

Sunyi.

Adrian menatap satu per satu wajah mereka. Matanya berkaca-kaca, tapi bukan karena kelemahan—karena harga dirinya terinjak oleh mereka yang mengaku keluarganya.

Tanpa sepatah kata lagi, dia berbalik dan meninggalkan ruangan.

Langkahnya berat, tapi tak gentar. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia benar-benar sendiri.

Adrian Mahendra berjalan tergesa keluar dari gerbang rumah megah di Menteng, daerah elite yang selama ini tak pernah benar-benar memberinya rasa "rumah".

Langkah kaki Adrian berat, namun tetap angkuh. Kepalanya menunduk sedikit, bukan karena malu,melainkan karena dendam yang menggumpal dalam dada.

“Rara… kenapa kau lakukan ini padaku?” gumamnya dalam hati. “Apa kau sengaja? Apa kau ingin membuatku jatuh sedalam ini?”

Wajah Rara terbayang di benaknya. Tatapan gadis itu yang dulu terasa hangat, kini bagai belati. Adrian tak bisa menerima bahwa satu gadis yang bahkan dulu tak pernah masuk dalam perhitungannya,kini mampu mengguncang seluruh fondasi hidupnya.

Mobil sport hitamnya meluncur kencang menuju bar langganan di kawasan SCBD. Musik keras dan lampu temaram menyambut, tapi tidak satu pun bisa menenangkan pikirannya.

 Di meja bar, Adrian menenggak whiskey satu demi satu, wajahnya datar tapi hatinya berkecamuk.

Memiliki wajah tampan adalah sebuah serangan bagus untuk seorang gadis muda yang bisa ditipu. Tapi tanpa latar belakang dan uang,dia hanya akan menjadi orang yang sia-sia.

“Keluar dari kartu keluarga?” pikirnya. “Itu berarti tak ada warisan, tak ada nama, tak ada kekuatan.”

"Sial Rara, apa yang sudah kau lakukan kepadaku? Padahal aku hanya ingin dekat... uhhh Rara...awas saja kau ..Ra!!"

Kemarahannya benar-benar sudah sampai ke ubun-ubun. Tapi hanya sebatas itu dan dia tidak bisa melakukan apapun saat ini.

Yang dia bisa lakukan hanyalah meredakan ketegangan di dalam hatinya sendiri.

Tangannya merogoh saku.

Mengambil ponsel, ia mulai menelusuri kontak satu per satu,nama-nama perempuan yang pernah datang dan pergi dari hidupnya.

Melissa. Celine. Ratih. Ayu.

Ia menghubungi salah satu—l,suara manja langsung menyambut.

“Hai, Adrian. Sudah lama… kamu rindu aku, ya?” suaranya merdu dan centil.

Biasanya, itu cukup untuk membuatnya tersenyum licik dan memikirkan beberapa tindakan yang sembrono.

Tapi malam ini,ia hanya terdiam. Pandangannya kosong menatap gelas di hadapannya.

Tidak ada rasa bahkan tidak ada keinginan yang berlebihan ketika mendengar suara yang terdengar merayu itu.

“…Tidak jadi, aku hanya menelepon karena iseng.” Ia langsung menutup telepon dengan pelan.

Napasnya berat.

Ada yang salah. Bahkan para gadis itu kini tidak memberinya rasa apa-apa. Semua terasa kosong.

Tangan kirinya mengepal di atas meja bar. Semua ini terjadi karena satu nama.

Rara.

Gadis yang dulu tak dianggapnya lebih dari latar belakang panggung... kini menjadi pusat kehancuran hidupnya.

Dia menyesal sudah memprovokasi Rara tadi siang .

Seandainya dia tidak melakukan itu.

Tapi semakin ia tenggelam dalam pikiran itu, semakin jelas pula kesadarannya.“Jika Rara bisa menekanku sejauh ini... maka dia juga bisa mencabut tekanan itu.”

Dan hanya dia yang bisa melakukannya.

Adrian berdiri. Tubuhnya agak goyah, tapi tekadnya mengeras. Dia membayar minumannya dan melangkah keluar, menatap langit Jakarta yang masih mendung.

Adrian memacu mobilnya ke apartemennya.Di dalam hati dia sudah mengertakan giginya.

“Aku harus meminta maaf padanya.”

Meski dadanya terasa tertusuk ego, Adrian tahu, ini bukan soal harga diri lagi,ini soal bertahan hidup.

 Dan Rara... adalah satu-satunya pintu keluarnya.

Tapi masalahnya hanya satu.

Dia tidak tahu alamat rumah Rara aku tidak memiliki nomor teleponnya. Jadi bagaimana dia harus menemukan Rara.

Tidak lama kemudian,Adrian berjalan mondar-mandir di kamar apartemennya yang mewah namun terasa pengap malam itu. Matanya merah karena kurang tidur dan pikiran yang kacau. Tangannya tak berhenti menggulir daftar kontak di ponselnya.

“Nomor Rara... alamatnya... kenapa aku nggak pernah peduli sebelumnya?”

Karena Rara bukanlah calon target yang dia incar Jadi kenapa dia menyimpan nomornya. Tapi saat ini dia marah pada diri sendiri.

Padahal Jika dia memiliki nomor Rara mungkin dia tidak akan menjadi seperti sekarang.

Ahhh bagaimana bisa menemukan nomor Rara.

Ia mulai menelpon satu per satu mantan teman sekelas mereka di SMA.

"Maaf, kamu tahu kontak Rara?"

"Eh? Rara? Ooh tidak ada,lagian kita sejak kelulusan kemarin Udah nggak kontak. Kenapa emang?"

"Ada urusan penting. Bisa tolong kasih tahu?"kata Adrian yang setengah mendesak.

"Sorry, gue nggak bisa bantu."

Adrian tidak berhenti sampai di situ, Dia menelpon seseorang lagi dan jawabannya masih sama.

Tiap kali jawaban itu datang, detak jantung Adrian semakin cepat. Rara sebenarnya tidak begitu populer di sekolah dan dia tidak memiliki banyak teman di sana.

Inilah sulitnya.

 Dia tahu waktunya terbatas. Ayahnya tidak pernah main-main soal ultimatum. Dan jika nama itu benar-benar dicoret dari kartu keluarga, maka semua akses dan fasilitas yang dimilikinya akan lenyap dalam semalam.

"Aku harus ketemu Rara malam ini juga... atau semuanya selesai."

Wajah ayah dan kakeknya yang murka kembali terbayang. Tangan Adrian mengepal kuat-kuat. Semua ini karena satu gadis yang dulu bahkan tidak ia lirik.

"Tapi kenapa sekarang aku justru berharap dia menengok ke arahku sekali saja?"

"Ya Tuhanku ....

Sementara itu, di sisi Rara...

Rara baru keluar dari kamar mandi, rambutnya masih setengah basah, dan piyama sutra biru lembut membalut tubuhnya. Ia berjalan ke ranjang, menyalakan lampu tidur, dan menyandarkan tubuh pada tumpukan bantal empuk.

Matanya terasa berat, tapi pikirannya masih melayang.

"Besok ke Swiss..." gumamnya pelan. "Akhirnya, langkah baru dimulai."

Dia sudah menyiapkan segalanya: urusan legal perusahaan, pengalihan jabatan sementara, sampai pengawalan pribadi selama tinggal di luar negeri. Semuanya berjalan sesuai rencana.

Dan tentang Adrian Mahendra?

"Kalau dia cukup pintar, dia pasti tahu batasannya. Kalau tidak... yah, bukan urusanku lagi."

Rara menatap ke langit-langit kamar, mengingat tatapan Adrian tadi siang yang penuh percaya diri, tapi juga mengundang rasa jijik. Ia tak mengungkapkan semuanya tadi, tapi rasa itu masih melekat dalam hati.

"Pria itu... hanya menyukaiku saat dia tahu aku bisa menyelamatkan hidupnya."

Dengan napas panjang, Rara memejamkan mata. Besok akan panjang. Dia ingin tidur nyenyak malam ini.

1
Heni Setianingsih
Luar biasa
Ainii 2809
apa ini aka dilanjutkan tor ceritanya
Ainii 2809: ok tor tapi jiand kalu dilanjutin bagus endinya gantung sih
Disty Aulya Syamlan: lho udah, gini aja ceritanya
total 3 replies
Rani Muthiawadi
hooot thort pasti seruu soalnya beda sama kiamat yg lainnya
Lala Kusumah
ceritanya bagus seruuuu juga menarik tidak berbelit-belit, teruslah berkarya dengan karya-karyanya yang bagus lagi, semangat sehat ya 💪💪😍
Lala Kusumah
wah giliran Adrian ya yang dapat sistem uang kaget, aku mau juga Thor 😂😂🙏🙏
Disty Aulya Syamlan
semangat athor. luar biasa kejutanmu 🎉🎉🎉🎉🎉🎉
Disty Aulya Syamlan
mulai kembali.......
Endah Herawati
good... going better.. semangat Thor
Lala Kusumah
wadaw...
Wanita Aries
Wuaduh harus berkencan dgn byk pria 🫣
Wanita Aries
Bagus ra udh bener apa yg km lakuin wlw kejam tp mmng apa yg mereka lakukan harus dbayar.
Vivo Y93
semangat
🌻nof🌻
kira2 ada kesempatan kedua buat korban gak?🤔
yanthi
petani tp punya sistem thor
senyaman mu nulis aja thor manut AQ
Endah Herawati
Akan lbh baik kalau Rara akhirnya memberi maaf kpd orang2 yg nyakitin dia, dgn syarat ketat spy mrk jd orang baik.... tdk mengulangi kesalahan mrk. jd kan Rara tokoh yg kuat, tegas tapi baik hati... usul aja Thor... 🤗
Aryanti endah
Luar biasa
Lala Kusumah
lanjuuuuuuuuut...ish si Doni yang tak tau diri pengen dihajar itu mah
🌻nof🌻
Jack pikirannya masih bener
Wanita Aries
Doni gilak 😡 seharusnya rara pny bodyguard biar gk di sentuh dgn musuh2nya.

Byk typo ehh author
Kurniawan Khang
wah terima kasih atas novelnya sangat bagus,saya suka sistem pertanian,perikanan,kuliner.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!