Ig: Tantye 005
Juara Favorit pembaca Air mata Pernikahan 2
Menikah karena perjodohan membuat Harun membutuhkan waktu lama untuk mencintai istrinya-Haura. Di hari Aniversarry mereka yang pertama, pria itu berencana mengatakan cintanya pada Haura.
Namun, kebenaran tentang wanita itu membuat Harun mengurungkan niatnya. Alih-alih mengatakan cinta, Harun malah mengusir Istrinya dari rumah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 22 ~ Tabir Pernikahan
"Vi, Vivian?" Harun terus memanggil nama adiknya berulang kali, tapi tidak ada sahutan apapun di seberang telpon.
Karena merasa khawatir, pria berkemeja hitam itu lantas meninggalkan Cafe. Melajukan mobilnya di atas kecepatan rata-rata menuju kampus Vivian, takut terjadi hal buruk pada adik tirinya.
Langkah lebar Harun terus saja berpijak silih berganti menyusuri lapangan, koridor bahkan tangga setelah sampai di kampus yang sangat sepi. Tujuan pertama Harun tentu saja kelas Vivian, tapi pria itu tidak menemukanya di sana.
"Liat gadis berambut sebahu tinggai 160 cm, tidak? Namanya Vivian?" tanya Harun pada gadis yang tidak sengaja dia lewati. Nafas pria itu memburu dengan keringat cercucuran sebab berlari terus menerus.
"Vivian fakultas Seni? Tadi saya lihat dia berjalan ke sana kak!" Menunjuk lorong yang sangat sepi akan pengunjung. Meski begitu tidak mengurungkan niat Harun untuk kesana mencari adik tirinya.
Ketika akan sampai di sebuah gudang, Harun mendengar suara jeritan gadis di dalam gudang. Dengan langkah cepatnya, Harun mendekati gudang lalu menendang pintu.
Pria itu terkejut bukan main melihat Vivian akan dilecehkan oleh dua orang pria berbadan kekar.
Bugh
Bugh
Harun menendang pundak pria yang telah membuka kemeja Vivian sehinga membentur bangku usang. Dengan sigap menarik adiknya kedalam pelukan, dengan sebelah tangan menahan pukulan pria lainnya.
"Beraninya kalian melecahkan adikku!"
Brak
Harun memutar tubuhnya dengan Vivian berada dalam pelukan sehingga tendangannya tepat di dada pria itu.
Setelah melumpuhkan keduanya, Harun membawa Vivian pergi. Gadis itu terus menangis dalam pelukan Harun. Di dalam mobil, Harun mengusap air mata Vivian dengan tisu.
"Sudah Vi, sekarang kamu aman. Ada kakak di sini," bisik Harun kembali memeluk adiknya yang terlihat sangat terpukul. Penampilan gadis itu terlihat acak-acakan belum lagi kancing kemeja telah terlepas memperlihatkan taktop Vivian.
"Ak-aku takut kak, aku tidak mau ke kampus lagi. Aku tidak mau kenal sama pria manapun selain kakak." Tangisan Vivian semakin histeris di pelukan Harun.
***
Kontrakan.
Hari ini Haura tidak keluar untuk berbelanja bahan-bahan yang diperlukan sebab merasa tidak enak badan, terlebih di bagian perut. Wanita itu terus saja meringis sambil memegangi perutnya yang terasa di remas-remas oleh tangan tidak kasak mata.
"Sembuhkanlah rasa sakit aku ya Allah. Aku tidak sanggup menahannya sendirian," lirih Haura dengan keringat dingin yang mulai bercucuran.
Terlebih tidak ada yang bisa Haura mintai tolong sebab jam-jam seperti ini para tetangga belum ada yang pulang.
"Mas Harun," panggil Haura terus berusaha agar tetap sadar. Mengusap perutnya dengan minyak kayu putih yang selalu menemani.
Wanita itu berbaring di atas kasur lantai sangat tipis dengan wajah memerah menahan sakit. Tidak ingin janinnya kenapa-napa Haura terpaksa menghubungi Harun. Namun, pria itu tidak menjawab panggilannya, bahkan untuk yang ke 3.
"Kamu pasti baik-baik saja Nak. Maaf bunda buat kamu bekerja terlalu keras," ucapnya pada sang janin.
Haura bekerja keras karena tidak ingin janinnya kekurangan apapun, tapi dia malah membahayakan anaknnya sendiri.
Jika Haura sedang menahan kesakitan dan menderita seorang diri, maka berbeda dengan Harun yang sibuk menenangkan Vivian dalam pelukannya. Keduanya sudah berada di rumah. Namun, Vivian belum juga tenang dan tidak ingin ditinggalkan oleh Harun.
"Kita harus apakan Vivian, Harun? Bunda tidak tahu harus melakukan apa. Sekarang dia sangat takut pada pria." Elena ikut terisak sambil mengelus pundak putrinya yang masih bergetar.
Hati wanita paruh baya itu berteriak penuh kegirangan sebab berhasil membuat Harun semakin bersimpati pada Vivian.
Vivian bukan ingin dilecehkan, hanya saja menyewa orang untuk melecehakan dirinya agar bisa mengambil perhatian pria yang dia cintai.
"Sudah Vi, semuanya akan baik-baik saja."
"Aku takut kak. Bagaimana jika tidak ada pria yang menyukaiku dan tidak ada yang menikahiku? Aku sudah kotor, tubuhku ...."
"Diamlah, semuanya akan baik-baik saja."
"Harun," panggil Elena.
Harun lantas melirik bundanya yang terlihat sangat khawatir. "Kenapa, Bunda?"
"Apa kau ingin menutupi aib adikmu, Nak?"