Akibat kesalahannya di masa lalu, Freya harus mendekam di balik jeruji besi. Bukan hanya terkurung dari dunia luar, Freya pun harus menghadapi perlakuan tidak menyenangkan dari para sesama tahanan lainnya.
Hingga suatu hari teman sekaligus musuhnya di masa lalu datang menemuinya dan menawarkan kebebasan untuk dirinya dengan satu syarat. Syarat yang sebenarnya cukup sederhana tapi entah bisakah ia melakukannya.
"Lahirkan anak suamiku untuk kami. Setelah bayi itu lahir, kau bebas pergi kemanapun yang kau mau."
Belum lagi suami teman sekaligus musuhnya itu selalu menatapnya penuh kebencian, berhasilkah ia mengandung anak suami temannya tersebut?
Spin of Ternyata Aku yang Kedua.
(Yang penasaran siapa itu Freya, bisa baca novel Ternyata Aku yang Kedua dulu ya.)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suami Sementara
"Mama, papa, jangan pergi, jangan tinggalin Eya. Mama ... papa ... "
Abidzar yang awalnya tertidur seraya duduk bersandar di kepala ranjang seketika terjaga saat mendengar lirih tangisan serta gumaman wanita yang tertidur di sampingnya. Abidzar mengerutkan keningnya saat menyadari ternyata Freya tengah bermimpi. Ia yakin, saat ini ia tengah memimpikan kedua orang tuanya.
"Ma, pa, Eya mau ikut mama papa. Hiks ... hiks ... Ma, Pa, jangan tinggalin Eya. Ajak Eya pergi dari sini. Eya sudah tak tahan Ma, Pa. Eya mau ikut mama dan papa. Tolong jangan tinggalin Eya sendiri. Eya mau ikut mama dan papa, jangan pergi, Ma, jangan pergi, Pa. Mama ... Papa ... hiks ... hiks ... kenapa kalian tega tinggalin Eya, Ma, Pa, kenapa? Mama ... Papa ... "
Freya makin menangis histeris membuat Abidzar seketika panik. Ia pun mencoba membangunkan Freya dengan menggoyangkan pundaknya. Namun baru saja telapak tangannya menyentuh kulit Freya, Abidzar seketika tersentak. Rasa panas begitu terasa di telapak tangannya. Panasnya begitu menguar sampai-sampai seakan membakar kulit telapak tangannya. Ia benar-benar terkejut ternyata Freya mengalami demam yang sangat tinggi.
Abidzar mendadak panik. Ia tak pernah sepanik ini sebelumnya. Bila pun Erin sakit, mereka pasti langsung ke rumah sakit dengan tenang tanpa kepanikan sedikit pun.
"Kenapa dia bisa tiba-tiba demam? Apa itu karena aku sudah berlaku kasar padanya? Padahal aku langsung mencabut milikku karena terlalu terkejut. Aku bahkan tidak menggerakkan diriku sama sekali di dalamnya karena aku sadar dia pasti akan makin kesakitan bila aku menggerakkan milikku di dalamnya." Gumam Abidzar kebingungan seraya meraup kasar wajahnya.
Tak ingin Freya makin sakit, ia pun bergegas ke dapur untuk mengambil air hangat. Tapi ternyata di sana tidak ada termos. Kamar mandi paviliun ini juga tidak memiliki penghangat air. Jadi ia segera mengambil panci dan mengisinya air lalu menyalakan kompor dan memasak air itu sebentar agar lebih hangat.
Untuk mengompres demam tidak disarankan menggunakan air dingin. Sebab dengan menempelkan kompres dingin, tubuh justru akan menerjemahkannya sebagai ancaman terhadap proses melawan infeksi. Akibatnya, tubuh akan semakin meningkatkan suhunya dan demam pun jadi semakin parah. Selain itu, hal tersebut justru akan berisiko menurunkan suhu tubuh secara tiba-tiba. Akibatnya tubuh pun akan seketika menggigil. Sebaliknya, kompres air hangat memicu produksi keringat sehingga suhu tubuh akan menurun secara alamiah dari dalam. Selain itu, kompres hangat mampu membantu melancarkan aliran darah dan membuat kita lebih nyaman.
Setelah air yang ia masak sudah cukup hangat, Abidzar pun segera mematikan kompor dan menuangkan airnya ke dalam baskom. Ia bawa air itu ke dalam kamar dan meletakkannya di atas meja. Ia juga mencari kain yang bisa ia gunakan untuk mengompres kepala Freya. Namun mendadak hatinya tercubit saat membuka lemari tua di kamar itu. Ternyata pakaian Freya hanya ada beberapa lembar saja. Wajah Abidzar seketika memerah saat mendapati pakaian dalam Freya yang bisa dikatakan tak layak.
Abidzar memejamkan matanya sejenak. Lalu ia memilih pakaian yang berupa kaos dan mencelupkannya ke dalam air hangat, memerasnya kemudian menempelkannya ke dahi Freya.
Satu jam telah berlalu, tapi panas tubuh Freya tak kunjung berkurang. Hanya gumamannya saja yang sudah berganti racauan lemah dan lirih. Abidzar yang benar-benar khawatir, lantas pergi ke rumah depan untuk mencari obat penurun panas di kotak obat. Setelah mendapatkannya, ia pun menepuk pipi Freya berharap agar perempuan itu terbangun dan mau meminum obatnya.
"Fre, bangun, Fre, minum obat dulu." Ucapnya pelan sambil menepuk pelan pipi Freya. Namun Freya tak kunjung membuka matanya.
Hingga entah dapat ide dari mana, Abidzar mengambil sebutir obat penurun panas lalu memasukkannya ke dalam mulut. Setelah itu ia meminum air dengan obat yang masih berada di dalam mulutnya. Kemudian ia menarik sedikit tengkuk Freya dan membuka sedikit mulutnya menggunakan tangan. Setelah mulut Freya terbuka sedikit, ia pun menempelkan bibirnya dan bibir Freya sambil memindahkan obat dan air dari dalam mulutnya ke dalam mulut Freya .
Freya pun tanpa sadar menelan air plus obat itu dengan sedikit terbatuk-batuk membuat Abidzar bernafas lega. Namun hal itu ternyata tidak sampai membuat Freya terbangun.
"Apakah perbuatanku tadi begitu menyakitimu? Bila benar, aku mohon maafkan aku." Ucap Abidzar lirih sambil menatap lekat ke arah Freya.
Tak terasa, jarum jam terus berputar. Bahkan fajar sudah mulai menyingsing. Tapi Abidzar sudah terlalu mengantuk, tanpa sadar terlelap di samping Freya. Hingga samar-samar lantunan ayat suci dari masjid yang cukup jauh dari rumah itu membangunkan Freya. Matanya seketika membulat saat mendapati Abidzar sedang duduk seraya tertidur di sampingnya. Ia meraba dahinya, ada bajunya yang basah yang ia yakini digunakan Abidzar untuk mengompresnya.
"Apa semalam aku demam?" gumamnya sambil meraba tubuhnya yang memang lebih hangat dari biasanya.
Ia pun beringsut pelan-pelan untuk turun dari atas ranjang agar ranjang tua itu tidak berderit dan membangunkan Abidzar. Namun seketika matanya terbelalak saat menyadari tubuhnya kini hanya tertutupi oleh selimut tipis.
Abidzar yang memang sensitif terhadap gerakan pun seketika mengerjapkan matanya. Ia sedikit tersentak saat menyadari Freya ternyata telah bangun.
"Kamu sudah bangun?" tanya Abidzar.
Freya mengangguk seraya mengeratkan selimut yang membalut tubuhnya.
Abidzar mencoba mendelik. Ia ingin memeriksa dahi Freya, tapi Freya justru reflek memundurkan tubuhnya membuat Abidzar salah tingkah.
"Aku ... aku cuma mau memeriksa demam mu, sudah turun atau belum." Jelasnya agar Freya tak salah paham.
"Aku ... aku sudah baik-baik saja, tuan." Cicit Freya tapi belum percaya sepenuhnya. Ia pun bergerak dengan cepat dan menempelkan telapak tangannya di dahi Freya membuat perempuan itu terkesiap.
"Masih agak panas walau tidak sepanas semalam. Kau tunggu di sini." Ucapnya membuat Freya kebingungan sendiri.
Lalu Abidzar keluar sebentar dan segera kembali lagi ke kamar.
"Kau tunggu sebentar. Aku sedang memasak air panas untukmu. Tubuhmu masih agak panas. Tidak baik mandi air dingin. Aku akan ke depan sebentar. Kau tetaplah di sini. Jangan kemana-mana, mengerti?" Ucapnya membuat dahi Freya berkerut.
'Apa tuan salah makan? Kenapa sikapnya tiba-tiba aneh seperti ini?' batin Freya bertanya-tanya. Namun ia masih takut menyuarakan kebingungannya. Ia masih takut banyak bicara dengan laki-laki itu baru saja berbicara padanya itu.
"Apa kau bisu? Kenapa hanya diam? Kau mengerti kan kata-kataku barusan?" Tanya Abidzar. Meskipun suaranya pelan, tidak sinis seperti sebelumnya, tapi tetap saja membuat Freya sedikit bergetar takut.
"Ma-maaf. Saya mengerti, tuan." Cicit Freya dengan kepala tertunduk.
Abidzar mengangguk dengan wajah datarnya. Lalu ia pun segera keluar entah kemana. Freya hanya bisa termangu seraya menunggu. Bahkan untuk bergeser satu centi saja ia tak berani. Entah kemana sifat beraninya dahulu. Semua seakan lenyap tak berbekas. Hanya ada si Freya yang penakut dan cengeng. Atau sebenarnya inilah sifat aslinya? Hanya Freya dan Tio lah yang tahu.
Setelah 15 menit berlalu, Abidzar pun telah kembali lagi ke paviliun. Dilihatnya Freya masih diam di tempat, tak bergeming sedikitpun membuatnya tanpa sadar tersenyum tipis. Lalu ia segera kembali ke dapur dan menyiapkan air mandi untuk Freya. Setelah siap, ia pun kembali ke kamar membuat perempuan yang sedang melamun itu sedikit tersentak.
Penampilan Abidzar ternyata telah berubah. Kini ia telah mengenakan baju Koko dan sarung serta peci putih di atas kepala membuat Freya sedikit terpesona. Sepertinya kepergian Abidzar tadi untuk membersihkan diri dan bersiap shalat subuh. Namun secepat mungkin ia tepis kekaguman itu. Ia tidak boleh terpesona dengan laki-laki itu sebab laki-laki yang berstatus suami sirinya itu hanya lah suami sementara. Ia ada yang memiliki. Hubungan mereka pun akan segera berakhir saat ia telah melahirkan anak yang mereka idamkan ke dunia.
"Airnya sudah siap. Kau mandilah dan segera ambil wudhu." Titahnya membuat Freya sedikit mengernyitkan dahinya.
Freya pun segera turun dari atas ranjang sambil memeluk erat selimut yang membungkus tubuhnya. Ia mengambil handuk dan segera masuk ke kamar mandi yang berada di dapur.
Seperginya Freya, Abidzar menghela nafas panjang. Sebenarnya ada rasa canggung saat menghadapi Freya. Bagaimana pun, apa yang dilakukannya semalam pasti begitu membekas di benak wanita itu. Selain itu, ada beberapa tindakannya yang sungguh tak pernah terpikirkan akan dilakukannya pada wanita itu.
...***...
...HAPPY READING 😍😍😍...
bisa menjadi pembelajaran dlm menapaki jln didunia ini hrs baik.
hukum tabur tuai tetep berlaku trus