Ini kisah cinta Sinaga, pria beristri yang jatuh cinta pada wanita yang mengandung anaknya. Mereka bukan kekasih, bukan musuh. Mereka hanya orang asing yang terjebak oleh keadaan. Karena satu malam, Moza hamil. Bagaimana Moza menjalani hidupnya? Apa Naga tahu, bahwa wanita asing itu mengandung benih yang tak sengaja ia tanam.
Follow akun Instagram Sept
Sept_September2020
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Istri Pertama
18+ Istri Gelap #22
Oleh Sept
Istri Pertama
Siapa yang tidak mau menikah? Menikah dengan pria tampan dan mapan pasti dambaan semua kaum Hawa. Tapi apa jadinya bila ajakan itu datang dari pria yang notabennya sudah menikah dan masih menikah. Apakah Moza akan menerima begitu saja?
Bila ia tolak, Moza juga akan tambah sengsara. Hidup bersama, sering bertemu namun tanpa ikatan, barangkali setan akan berbondong-bondong datang menyerang dari segala arah. Hal paling burukpun bisa terjadi, yaitu lahirnya adik Sedny. Kini Moza sedang dilema, tolak atau terima?
“Kau pasti sangat terkejut, tapi coba pikirkan. Aku tidak ingin lahir Sendy yang lain.”
Deg
Moza tersentak, apa yang ada dalam kepala mereka ternyata sama. Terlalu beresiko bila ini dibiarkan begitu saja tanpa kejelasan. Tapi bagaimana nanti dengan istri pertama Naga?
“Moza ... kau mendengarku, kan?”
Wanita itu lantas mendongak, menatap Naga kemudian malah bertanya balik. “Bagaimana dengan istrimu?”
“Mungkin akan sulit mendapatkan ijin darinya, dan pasti butuh waktu. Tapi, akan aku usahakan pernikahan ini akan resmi nantinya. Hanya saja, dalam waktu dekat ini, mungkin hanya bisa pernikahan secara agama. Bila kamu mau, semua akan segera diurus.” Terang Naga.
“Jika butuh waktu untuk mendapat ijin dari istri pertama, berarti ini adalah pernikahan siri?” batin Moza. Mungkin manita sepertinya memang tak pantas mendapat status resmi, paling-paling jadi istri simpanan, istri gelap, istri yang kehadirannya tidak pernah diakui oleh dunia. Moza pun jadi salah paham. Ia merasa Naga sengaja mengajak menikah hanya untuk menghalalkan tubuhnya. Bukan untuk status Sendy semata.
“Sampai kapan pun, tidak akan ada wanita yang mau memberikan ijin pada suaminya untuk menikah lagi.” Suara Moza terdengar berat, seberat keputusan yang harus ia ambil.
“Jadi kau menolak?” Naga mengasumsikan bahwa kata-kata Moza barusan adalah artinya tidak.
“Entahlah, ini adalah pilihan yang sulit bagiku.”
“Akan lebih menyulitkanmu bila kita tidak segera menikah.”
Moza kembali tersentak dengan pernyataan Naga, pria itu sepertinya makin lama semakin membuatnya merasa terancam dan terdesak. Moza pikir, Naga hanya ingin tubuhnya. “Apa dia tak mendapat kepuasan dari istrinya?” tanya Moza dalam hati sembari melirik Naga. Pria tampan dengan pesona yang sulit ditolak. Sayang, sampai sejauh ini, Naga belum mampu membuat hatinya bergetar hingga membuatnya luluh.
“Beri aku waktu,” Moza meminta tambahan waktu untuk berpikir.
“Besok, hanya sampai besok. Aku tidak mau menunggu lama.” Naga mulai terlihat memaksa.
Karena hari mulai gelap, Naga pun bersiap pulang. Sebelum meninggalkan rumah itu, ia mengecup dulu pipi Sendy. Berharap suatu saat nanti mereka bisa tinggal bersama-sama, tapi itu sepertinya tidak mudah.
“Aku pulang dulu.”
Moza mengangguk, mengantar kepergian Naga sampai depan rumah. Begitu mobil Naga keluar dari rumah itu, saat di depan gerbang yang menjulang tinggi tersebut, lagi-lagi seseorang mengambil foto Naga.
Di tempat yang berbeda, kamar Sierra. Wanita itu melempar ponselnya ke lantai. Membuat benda pipih nan canggih itu menjadi puing-puing, hancur berserakan di lantai. Sierra menjerit, melempar apa saja yang ada di depannya. Hingga kamar yang semula rapi tersebut berubah menjadi kapal pecah. Porak poranda, hancur berantakan.
Ketika Naga sudah tiba di rumah, dan memasuki kamar utama. Kamar sudah terlihat rapi kembali. Hanya saja, matanya sempat menatap sekilas ke dinding. Sebuah noda, mungkin belum sempat dibersihkan oleh asisten rumah tangganya. Atau mungkin ART melewatkannya.
Setelah mandi, Naga baru merasa ada yang kurang, sejak pulang ia belum melihat Sierra, istrinya. Pria itu lantas mencari Sierra, bukan karena rindu. Hanya saja biasanya istrinya itu tak pernah ke mana-mana bila ia pulang.
Tengah malam, Naga yang tertidur langsung terhenyak kaget ketika kamarnya diketuk sangat kencang. Ia menunggu Sierra sampai ketiduran. Sebelumnya ia sudah menghubungi nomor istrinya, namun tidak aktive. Bagaimana aktive, HP Sierra sudah menjelma jadi puing-puing kecil.
“Dari mana?”
Naga menutup hidungnya, bau menyengat minuman keluar dari mulut Sierra. Ada apa ini? Mengapa istrinya pulang-pulang malah mabuk berat?
“Sierra ... kau habis minum?” Naga memegang pundak wanita tersebut, membuat Sierra menatap ke arahnya.
“Sedikit ... hanya sedikit,” ucap Sierra dengan lirih.
“Ada apa denganmu?” Naga mengoyang-goyangkan tubuh istrinya, mencoba membuat Sierra tersadar.
“Ada apa denganku?” Sierra kemudia terkekeh, ia tertawa seperti orang gila. Sesaat kemudian tubuhnya merosot, ganti menjadi tangis yang tak jelas.
“Sierra!” Naga membangungkan istrinya itu, ia mempopong Sierra ke atas ranjang. Sebuah ranjang tak pernah panas sebelumnya.
“Apa yang terjadi padanya?” tanya Naga sembari melepas sepatu hak tinggi yang masih dikenakan Sierrra.
Saat Naga akan menaruh sepatu Sierra pada tempatnya, wanita itu malah bangkit. Dengan terhuyung karena kepalanya yang terasa pusing, Sierra lantas memeluk tubuh Naga dari belakang. Melingkarkan lengannya di pinggang sang suami dengan erat. Seakan tidak mau membagi suaminya itu kepada wanita lain di luar sana.
“Lihat aku! Lihat aku saja!” tangis Sierra pecah. Wanita itu terisak di balik punggung suaminya. Suami yang selama ini tak pernah menatap dirinya.
Naga tertegun, pasti Sierra tahu. Besar kemungkinan Sierra mengetahui perihal wanita lain. Pria itu tak heran, sebab istrinya bukan wanita polos yang mudah ia kelabuhi.
“Sierra tenanglah!” Naga berbalik, kini ia bisa melihat betapa hancurnya perasaan wanita tersebut.
Sierra terlihat kalut, di tengah rasa mabuk yang melanda ia kini mulai mencurahkan isi hatinya. “Apa kurangku?” tanyanya dengan suara yang serak karena sembari terus menangis.
“Maaf ... ini memang salahku. Harusnya kita mengakhirinya lebih cepat.”
“Mengakhiri? Kita bahkan belum memulainya!” teriak Sierra dengan prustasi.
“Sierra! Tenangkan dirimu!”
“Bagaimana aku bisa tenang?” Sierra menutup wajahnya dengan kedua tangan, wanita itu menangis. Menangisi nasib buruk sebagai istri yang tak pernah dicintai suaminya. Perjodohan ini benar-benar membuatnya muak. Sierra tak terima, bila pernikahan ini berakhir begitu saja.
“Kau sedang mabuk Sierra, kita bicarakan besok pagi saat kau tenang.”
“Tidak! Aku masih sadar, sangat sadar. Sakit ini begitu nyata, hingga leherku terasa tercekik ketika menginggat kalian berdua!” Sierra kembali berteriak pada Naga.
Naga mundur, ia menjauhi Sierra. “Kau membuntutiku?” tuduh Naga. Ia tak menyangka bahwa Sierra akan mengirim mata-mata untuk mengawasi dirinya.
“Tunggu saja, akan aku buat wanita itu hancur!” sumpah Sierra.
“Bicaramu makin ngelantur.”
“Kenapa? Apa Mas meragukanku?” Kini tatapan Sierra berubah sinis.
“Sierra ... cukup!” sentak Naga yang lama-lama lelah dengan rancauan Sierra.
“Ini belum cukup, tak adil bila aku harus kalah dengan wanita itu. Hanya karena kalian memiliki anak, ini tidak adil,” batin Sierra. Wanita itu sudah menyelidiki semuanya. Ia tahu bahwa suaminya juga telah memiliki anak. Makin terpuruklah Sierra, ia merasa pasti akan kalah.
Sesaat kemudian, ia mengusap pipinya yang sudah basah. Sierra lantas mendongak dan kembali berbicara. Kali ini tidak mengebu-ngebu seperti beberapa saat lalu.
“Berikan aku anak! Aku akan menutup mata seolah tak melihat kalian!” pinta Sierra dengan nada putus asa. Bersambung.
Nih, Mbak Sierra kasih ijin poligami. Tapi mintak dibuat hamil dulu. Eh ...
Yuk kenalan sama penulis ISTRI GELAP, Instagram : Sept_September2020