NovelToon NovelToon
MEMPERBAIKI WALAU SUDAH TERLAMBAT

MEMPERBAIKI WALAU SUDAH TERLAMBAT

Status: sedang berlangsung
Genre:Bapak rumah tangga / Selingkuh / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Aliansi Pernikahan / Mengubah Takdir
Popularitas:686
Nilai: 5
Nama Author: frj_nyt

Ongoing

Feng Niu dan Ji Chen menikah dalam pernikahan tanpa cinta. Di balik kemewahan dan senyum palsu, mereka menghadapi konflik, pengkhianatan, dan luka yang tak terucapkan. Kehadiran anak mereka, Xiao Fan, semakin memperumit hubungan yang penuh ketegangan.

Saat Feng Niu tergoda oleh pria lain dan Ji Chen diam-diam menanggung sakit hatinya, dunia mereka mulai runtuh oleh perselingkuhan, kebohongan, dan skandal yang mengancam reputasi keluarga. Namun waktu memberi kesempatan kedua: sebuah kesadaran, perubahan, dan perlahan muncul cinta yang hangat di antara mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon frj_nyt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

21

Beberapa hari setelah Feng Niu menghilang semalaman, rumah itu berubah. Bukan secara fisik furnitur masih di tempat yang sama, lukisan di dinding tetap tergantung rapi, cahaya matahari tetap masuk melalui jendela besar setiap pagi. Tapi udara di dalamnya terasa lebih berat, seolah setiap sudut menyimpan sesuatu yang tidak diucapkan.

Xiao Fan berubah. Perubahannya tidak dramatis. Tidak ada tangisan histeris, tidak ada amukan. Justru sebaliknya ia menjadi terlalu tenang untuk anak seusianya. Ia berhenti berlari di lorong rumah. Berhenti bertanya terlalu banyak. Berhenti memanggil “Mama” tanpa alasan.

Sekarang, setiap kali Feng Niu keluar rumah, Xiao Fan hanya duduk di lantai dekat pintu, memeluk lututnya, menunggu sampai suara langkah itu benar-benar menghilang. Tidak menangis. Tidak mengejar. Hanya menunggu… lalu berdiri dan kembali ke kamar. Ji Chen melihat semua itu. Dan setiap kali melihatnya, dadanya terasa seperti ditekan perlahan tidak sampai sesak, tapi cukup menyakitkan untuk disadari.

Hari keempat setelah kejadian itu, Xiao Fan mulai tidak mau tidur sendiri. Awalnya Ji Chen mengira itu hanya fase sementara. Anak-anak seusia itu memang sering mengalami ketakutan malam. Tapi malam demi malam berlalu, dan Xiao Fan selalu terbangun dengan napas terengah, mata basah, tubuh kecilnya gemetar.

“Ayah…” panggilnya setiap kali. Ji Chen tidak pernah menolak. Ia akan mengangkat Xiao Fan, membawanya ke kamar sendiri, membiarkannya tidur di sisi ranjang. Kadang anak itu memeluk lengan Ji Chen begitu erat, seolah takut ditinggalkan.

Malam kelima, Xiao Fan terbangun sambil menangis pelan. Bukan teriakan. Tangisan itu tercekik, tertahan, seperti anak yang tidak berani bersuara terlalu keras. Ji Chen langsung duduk. “Kenapa, Nak?” Xiao Fan tidak langsung menjawab. Ia menggosok matanya, lalu menatap Ji Chen dengan wajah bingung.

“Mama pergi lagi?” tanyanya. Ji Chen terdiam sejenak. “Tidak,” jawabnya pelan. “Mama tidur.” Xiao Fan menunduk. “Oh…” Satu kata itu membuat Ji Chen ingin memejamkan mata.

Hari-hari berikutnya berjalan lambat. Ji Chen mulai mengatur ulang jadwal kerjanya. Ia pulang lebih awal, menolak beberapa jamuan makan malam, memindahkan rapat ke pagi hari. Chen Li, sekretarisnya, menyadari perubahan itu tapi tidak bertanya. Xiao Fan kini hampir selalu berada di dekat Ji Chen. Jika Ji Chen ke dapur, Xiao Fan ikut. Jika Ji Chen duduk membaca berkas, Xiao Fan duduk di lantai dekat kakinya, menyusun balok kayu tanpa suara. Jika Ji Chen ke kamar mandi, Xiao Fan akan berdiri di luar pintu. “Ayah jangan lama-lama,” katanya suatu kali.

Ji Chen keluar dan jongkok di depannya. “Kenapa?” Xiao Fan ragu, lalu berkata, “Takut ayah pergi juga.” Kalimat itu terlalu besar untuk anak tiga tahun. Ji Chen memeluknya erat. “Ayah tidak ke mana-mana,” katanya, menekan kepala Xiao Fan ke dadanya. “Ayah di sini.” Xiao Fan mengangguk, tapi pelukannya tidak mengendur.

Feng Niu menyadari perubahan itu. Tapi kesadarannya datang terlambat dan tanpa keinginan untuk benar-benar memahami.

Suatu sore, ia pulang dan melihat Xiao Fan tertidur di sofa, bersandar di sisi Ji Chen. “Kenapa dia manja sekali sekarang?” tanyanya sambil meletakkan tas. Ji Chen tidak langsung menjawab. “Dia sulit tidur,” katanya akhirnya. “Sering mimpi buruk.”

Feng Niu mengangkat bahu. “Biasakan saja. Jangan terlalu dimanja.” Ji Chen menoleh. “Dia anak kita.”

“Aku tahu,” balas Feng Niu datar. “Itu tidak berarti aku harus selalu ada.” Ji Chen ingin berkata banyak hal. Tentang ketakutan. Tentang malam-malam panjang. Tentang bagaimana Xiao Fan terbangun sambil memanggil nama ibunya bukan ayahnya. Tapi ia tahu. Kata-kata itu tidak akan sampai.

Seminggu berlalu. Xiao Fan mulai berhenti menangis sama sekali. Itu seharusnya kabar baik. Tapi Ji Chen tahu ini bukan perkembangan yang sehat. Anak itu menjadi terlalu patuh. Jika Feng Niu membentak, Xiao Fan tidak bereaksi. Jika Feng Niu pergi tanpa pamit, Xiao Fan tidak bertanya. Ia hanya diam. Dan diam itu lebih menakutkan daripada tangisan.

Suatu malam, Ji Chen duduk di kamar Xiao Fan, menemani anak itu tidur. Lampu malam menyala redup. Boneka beruang kecil tergeletak di samping bantal. “Fan,” panggil Ji Chen pelan. “Hm?”

“Kamu marah sama Mama?” Xiao Fan berpikir lama. “Aku tidak marah,” katanya akhirnya. “Lalu?” Xiao Fan memeluk bonekanya. “Aku takut.”

“Kamu takut apa?”

“Takut Mama tidak suka aku.” Kalimat itu menghantam Ji Chen lebih keras daripada tamparan mana pun. “Kenapa kamu berpikir begitu?” Xiao Fan mengangkat bahu kecilnya. “Mama selalu pergi. Kalau aku baik-baik saja, Mama mungkin tidak marah.” Ji Chen menutup mata. Anak tiga tahun tidak seharusnya berpikir seperti itu.

Malam itu, setelah Xiao Fan tertidur, Ji Chen duduk sendirian di ruang kerja. Lampu meja menyinari tumpukan dokumen yang tidak ia sentuh. Pikirannya penuh. Ia teringat percakapan dengan kakaknya, Fu Ji Rong, beberapa bulan lalu. “Anak bukan hanya butuh rumah, Ji Chen,” kata Ji Rong saat itu. “Dia butuh rasa aman.” Saat itu Ji Chen mengangguk tanpa benar-benar memahami. Sekarang, kata-kata itu terasa terlalu nyata.

Beberapa hari kemudian, Feng Niu kembali pergi tidak semalaman, tapi cukup lama hingga larut. Xiao Fan sudah tertidur ketika ia pulang. Ji Chen duduk di ruang tamu. “Kita perlu bicara,” katanya. Feng Niu melepas sepatu. “Bisa besok?”

“Tidak.” Feng Niu mendesah. “Apa lagi?”

“Xiao Fan berubah.”

“Dia akan baik-baik saja.”

“Tidak,” Ji Chen menggeleng. “Dia tidak baik-baik saja.” Feng Niu menatapnya. “Kau terlalu sensitif.” Ji Chen berdiri.

“Dia anak kita,” ulangnya. “Dan dia sedang belajar bagaimana dunia memperlakukannya dari kita.” Keheningan jatuh. Feng Niu memalingkan wajah. “Aku lelah.” Ia pergi ke kamar. Ji Chen tetap berdiri di tempatnya. Untuk pertama kalinya, ia merasa sendirian di rumahnya sendiri.

Malam itu, Xiao Fan terbangun lagi. Bukan karena mimpi buruk. Ia hanya membuka mata, lalu memanggil pelan, “Ayah…” Ji Chen langsung menghampiri. “Ada apa?”

Xiao Fan meraih tangan Ji Chen. “Ayah… jangan tinggalkan aku.” Ji Chen menelan ludah. “Ayah tidak akan pergi.” Xiao Fan memejamkan mata lagi. Tangannya tetap menggenggam. Dan Ji Chen tahu anak ini tidak meminta banyak. Ia hanya meminta satu hal sederhana: Seseorang yang tidak pergi. Dan sejak malam itu, Ji Chen membuat keputusan dalam diam. Jika harus ada satu orang yang tetap berdiri di rumah ini Maka itu akan jadi dirinya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!