Rinda mengenalkan sahabatnya yang bernama Dita dengan Danis, kekasihnya. Sikap dan kebiasaan Danis berubah, setelah Rinda kenalkan pada Dita. Tidak ada lagi Danis yang selalu ada disetiap Rinda membutuhkannya. Karena setiap kali Rinda butuh Danis, pria itu selalu bersama Dita.
Rinda menyesal mengenalkan Dita pada Danis. Rinda tidak menyangka orang terdekatnya akan mengkhianati dirinya seperti ini.
Puncak penyesalan Rinda, dia melihat dengan mata kepalanya sendiri, Danis dan Dita masuk ke dalam hotel sambil menautkan jari-jari tangan mereka. Kebetulan Rinda sedang bersama Keenan, pria yang baru saja menjadi temanya. Rinda tidak tahu, jika Keenan adalah calon suami Dita.
Bagaimana sikap Rinda selanjutnya pada Danis dan Dita?
Keputusan apa yang akan dipilih Rinda tentang hubungannya dengan Danis
Bagaimana sikap Rinda pada Keenan, setelah tahu pria itu calon suami Dita?
Yuk simak cerita 'MENYESAL' selengkapnya, hanya di NOVEL TOON
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 Rumit
"Tidak hanya laki-laki, perempuan pun sama. Sebagian dari mereka juga tidak bisa menahan diri. Mereka yang tidak bisa menahan pun, ada yang menyalurkannya dengan cara yang baik, karena takut dosa. Ada juga yang dengan bermain disana sini. Semua kembali pada diri masing-masing. Bagaimana mereka harus menyikapinya."
Paman Reza membantu Keenan menjawab. Dia sempat menggelengkan kepala mendengar jawaban Keenan yang mengatakan, " Aku bukan bagian dari mereka yang kebanyakan itu."
Paman Reza paham, Keenan tidak ingin terlihat buruk dihadapan keponakannya. Paman Reza menjawab seperti itu pun, karena banyak kasus yang dia tangani adalah perceraian. Sebagian besar selingkuh dan biasanya akan diiringi dengan kekerasan rumah tangga. Riska dan mama Ana termasuk dua dari sekian banyak kliennya.
Meski Jay dan papa Heru tidak melakukan kekerasan secara fisik, namun secara tidak sadar, mereka melakukan kekerasan psikis. Yang terkadang lebih sulit untuk diobati, karena selalu membekas.
Paman Reza sendiri duda. Istrinya meninggal karena sakit dua tahun yang lalu. Sebagai laki-laki, terkadang dia merasa butuh untuk menyalurkan kebutuhan biologis. Hanya saja, paman Reza mengalihkan kebutuhannya itu dengan sibuk bekerja, dari pada mencari wanita panggilan. Selain dosa, bisa saja tertular penyakit berbahaya.
Dan disaat paman Reza merasa kesepian, dia akan mengunjungi kediaman ayah Riza. Bahkan terkadang dia menginap di kediaman saudara kembarnya itu. Ada Ardian sebagai pengobat rindu paman Reza pada cucu-cucunya.
Putra paman Reza tinggal diluar negeri, karena bekerja di kedutaan. Sedangkan putri paman Reza, ikut suaminya tinggal di Surabaya. Sejak istrinya meninggal, paman Reza hidup sendiri.
Anak-anak paman Reza, ayah Riza dan bunda Nara menyarankan, agar paman Reza menikah lagi. Bukan tidak ingin, paman Reza belum menemukan teman hidup yang bisa sebagai teman dihari tuanya. Karena pernikahan bukan hanya kebutuhan dibawah perut saja. Tapi mencari teman hidup yang bisa sama-sama saling melengkapi.
"Kamu kenapa masih disini?" Paman Reza bertanya pada papa Heru.
"Cepat temui perawat, katakan kamu ayah Dita yang akan mendonorkan darah." Paman Reza kembali bicara.
"Dita harus segera ditolong. Kamu ayahnya, jangan hanya diam saja."
"Om Heru seperti orang yang bingung," ucap Keenan setelah pria paruh baya itu pergi.
"Ya, dia sendiri yang membuat hidupnya rumit." Jawab paman Riza.
"Paman, mungkinkah Dita itu anak papa?"
Paman Reza menoleh pada keponakannya itu. Dia lupa, kalau Rinda tidak tahu masalah ini. Hanya mereka para orang tua yang tahu sebenarnya dan menutupi hal ini dari Ana.
"Ceritanya panjang Nda. Cukup kalian tahu saja, Dita itu memang anak kandung Heru."
Rumit, itulah yang papa Heru rasakan saat ini. Hidupnya selama ini disokong mama Ana. Sekarang mereka akan bercerai, tentu saja dia bingung. Dari mana dia bisa menghidupi keluarganya yang lain, jika tidak ada bantuan dari istri pertamanya.
"Sudah tahu tidak mampu, berani-beraninya menikah lagi." Rinda mengomentari kelakuan suami mama Ana itu.
Rinda tahu, yang kaya itu mama Ana. Lebih tepatnya orang tua mama Ana. Sebagai anak satu-satunya, semua harta orang tua mama Ana jatuh ke tangan mama Ana. Papa Heru ikut mengelola aset orang tua mama Ana. Dari sana, dia mendapatkan penghasilan tambahan.
Penghasilan tambahan itu disalah gunakan dengan menikah lagi. Cukup mengejutkan bagi Rinda mengetahui Dita adalah anak kandung papa Heru. Itu berarti, pria itu sejak awal menikah dengan mama Ana sudah mendua. Karena tidak pernah ketahuan, dia berani kembali bermain api. Bukan terbakar, tapi justru apinya padam.
"Aku walau mampu tidak akan seperti om Heru," ujar Keenan.
Paman Reza tertawa. "Jangan kamu pikir dengan bicara seperti itu Rinda bisa langsung percaya," ucap paman Reza.
"Sudahlah, sebaiknya kamu antar keponakan paman pulang Keen."
"Tapi Paman, -.
"Lihat pakaian kamu yang kotor itu." Paman Reza memotong ucapan Rinda yang ingin beralasan.
"Nurut apa yang Paman katakan Nda," ucap paman Reza lagi mengingatkan Rinda.
"Dengarkan apa kata paman Rin." Keenan ikut menasehati.
Rinda terpaksa setuju untuk pulang. Paman Reza sudah berjanji akan segera memberi kabar tentang Dita setelah berhasil transfusi darah.
Di depan rumah sakit Keenan dan Rinda bertemu mama Ana. "Mama belum pulang?" Tanya Rinda.
"Mama tadi ke sini sama paman kamu. Sekarang Mama menunggu sopir untuk jemput Mama."
"Pulang sama Keenan saja Tante. Rinda juga mau pulang."
"Iya Ma, pulang sama Nda dan Keenan saja." Rinda menambahkan ucapan Keenan.
Mama Ana setuju, mereka satu tujuan. Sopirnya masih berada di kantor Reza, membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sampai ke rumah sakit. Sementara mama Ana ingin cepat pulang. Dia lelah, bukan hanya fisik tapi hatinya yang terluka. Mama Ana ingin mengadu pada Yang Maha Kuasa. Meminta jalan yang terbaik, seperti yang paman Reza sarankan. Sebelum mengajukan perceraian ke pengadilan agama.
Sepanjang perjalanan, Keenan sebisa mungkin mengajak mama Ana bicara. Agar wanita paruh baya itu tidak terlalu memikirkan masalah Dita dan papa Heru. Dan tidak terasa, mereka tiba di depan kediaman ayah Riza, yang berarti di depan kediaman mama Ana juga.
"Terima kasih Keen," ucap mama Ana.
"Sama-sama Tante."
Rinda pamit pada mama Ana untuk langsung pulang ke rumah orangtuanya. Mama Ana mempersilakan. Saat tiba di rumah, Rinda terkejut dengan pernyataan bunda Nara yang bertanya, "Kamu kenapa Nda?"
"Dita kecelakaan," jawab Rinda.
"Kamu membantunya?" Tebak bunda Nara.
Rinda mengangguk. "Sama Keenan dan Danis juga," jawab Rinda.
"Danis?" ulang bunda Nara.
"Ya sudah, sana kamu bersih-bersih," ucap bunda Nara lagi setelah tidak menyangka Danis ada bersama Keenan dan Rinda.
"Kamu juga Keen, pakaian kamu juga kotor." Bunda Nara beralih pada Keenan, setelah Rinda berlalu.
"Sebentar, Bunda ambilkan pakaian ganti kamu." Keenan mengangguk lalu menunggu bunda Nara yang mengambilkan pakaian ganti untuknya.
"Ini punya almarhum Rendi. Maaf, bunda tidak menyimpan pakaian baru untuk kamu kenakan." Bunda Nara bicara sambil memberikan pakaian Rendi pada Keenan.
"Tidak apa-apa Bunda, ini saja sudah cukup. Terima kasih."
Bunda Nara tersenyum. Lalu dia mengajak Keenan menuju kamar tamu. Kamar yang biasa ditempati paman Reza, setiap kali menginap.
Rinda sudah selesai membersihkan diri dan berganti pakaian. Begitupun dengan Keenan. Keduanya tidak sengaja bertemu di depan tangga. Rinda baru turun dari kamarnya. Sementara Keenan baru saja keluar dari kamar tamu.
Rinda tertegun melihat Keenan mengenakan pakaian Rendi. Pakaian itu hadiah ulang tahun dari Rinda untuk saudara kembarnya. Setiap tahun mereka bertukar kado dan saling mengucapkan selamat berdua, sebelum keluarga lain yang memberikan selamat dan doa untuk mereka.
Rinda baru saja ingin bicara, "Pakaian itu sangat cocok dipakai Keenan." Namun, ucapan salam dari Riska dana anak-anak, membuat Rinda mengurungkan niatnya.
"Mami Nda!" Zea memanggil Rinda sambil berlari mendekati tantenya itu. Rinda segera merendahkan tubuhnya.
"Mami, kenapa papa tidak pulang-pulang. Tidak telepon Zea dan kakak juga. Zea, kan kangen."
Hati Rinda terenyuh mendengar pertanyaan keponakannya itu. Sejak kejadian di roof top rumah sakit, Jay tidak lagi pulang ke rumah ayah Riza. Rinda melihat ke arah Riska. Kakaknya itu menjawab dengan gelengan. Itu berarti Riska juga tidak tahu tentang keberadaan Jay.
"Mungkin dia bersama Wanda." Rinda bicara tanpa suara pada Riska. Kakaknya mengakat kedua bahunya.
Dugaan Rinda salah, Jay juga tidak bersama Wanda. Pria itu bahkan mengabaikan Wanda selama istrinya itu di rumah sakit. Wanda justru mengira Jay ada bersama Riska. Suaminya itu tidak berani menemuinya setelah ketahuan oleh Riska.
"Mungkin ada yang harus papa kalian kerjakan di Jakarta. Karena kalian masih libur, jadi tidak diajak pulang." Rinda mencoba menjawab sebisanya saja.
Tersirat penyesalan di benak Rinda, karena dia sudah bermain kasar pada kakak iparnya itu. Saat itu dia benar-benar butuh pelampiasan kemarahan dan kekesalannya. Rinda tahu itu salah, tapi semua sudah terjadi. Rinda akan mencoba menghubungi Jay demi keponakannya.
Kakaknya akan jadi mantan istri bagi Jay. Tapi tidak untuk Zio dan Zea. Tidak ada yang namanya mantan anak. Lalu Rinda teringat ucapan Danis. Kecelakaan yang Dita alami seolah seperti disengaja. Lebih tepatnya sudah direncanakan untuk melukai Dita.
Pertanyaannya, siapa yang ingin melukai Dita. "Tidak mungkin bang Jay, kan?" gumam Rinda yang bisa didengar oleh Keenan.
Keenan sendiri sudah menerima laporan dari orang-orangnya mengenai kecelakaan yang dialami Dita. Keenan peduli bukan karena Dita, tapi karena Rinda sangat khawatir dengan sahabatnya itu.
"Kalian dari mana?" ucap Rinda lagi bertanya pada Zea, Zio dan Ardian.
"Dari mini market." Zio yang menjawab.
"Sebentar lagi waktunya makan siang. Ayo cuci tangan dan kaki kalian. Setelah itu tunggu di meja makan. Mami dan Mama, mau bantu nini siapkan makanannya. Ok!"
"Ok Mami," jawab Ardian, Zio dan Zia bersamaan.
"Rin," Keenan memanggil Rinda setelah anak-anak pergi ke kamar mandi untuk melakukan apa yang Rinda perintahkan.
"Iya," jawab Rinda setelah menerima bantuan Keenan untuk berdiri.
"Anak buah David sudah menemukan pelaku yang menabrak Dita."
"Alhamdulillah," balas Rinda. Itu berarti mereka bisa tahu, benarkah disengaja seperti dugaan Danis. Atau hanya kebetulan saja.
"Siapa?" tanya Rinda lagi.
Makin seru