Seorang pria yang mendapat warisan leluhur setelah diceraikan oleh istrinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aiza041221, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7
Malam berganti dengan cepat, Suparman terbangun saat waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, dengan rasa malas Suparman langsung menuju kamar mandi yang berada di belakang rumahnya untuk membersihkan diri.
Setelah selesai membersihkan diri, Suparman segera menuju ke dapur untuk membuat kopi panas, namun Suparman hanya bisa pasrah saat menyadari tidak ada gula maupun kopi, bahkan segenggam beras pun dia tidak punya.
" Hufffftttt, Linda benar-benar keterlaluan, masa beraps pun tidak ada sama sekali, kalau begini terpaksa harus makan di warung." gerutu Suparman sambil berjalan ke kamarnya untuk mengambil uang.
Suparman berjalan menuju warung nasi dengan penuh semangat, tidak ada sedikitpun rasa sedih yang dia rasakan walaupun kini hidup sendirian.
" Nina, nasi satu sama ayam goreng dan sayur kangkung ya? Minumnya es teh manis." ucap Suparman begitu dia tiba di warung nasi yang berada cukup jauh dari rumahnya.
" Siap mas Parman?" balas Nina yang langsung menyiapkan pesanan Suparman.
Sambil menunggu makanan yang dia pesan, Suparman membuka hp miliknya untuk menjelajahi aplikasi tok-tok. Tak berselang lama makanan yang dia pesan pun datang.
Suparman makan dengan sangat lahap seperti orang yang sudah satu Minggu belum makan sama sekali, bahkan Nina sampai melongo melihat cara Suparman makan.
" Mas Parman sudah berapa hari tidak makan nasi? Kok sepertinya sangat kelaparan?" tanya Nina dengan senyum manisnya.
" Hehehehehehehe, memang begini cara makanku Nina, apa ada yang salah?" balas Suparman sambil menyalakan sebatang rokok setelah dia menghabiskan makanannya.
" Tidak ada yang salah mas, aku justru malah senang mas Parman makan dengan lahap, berarti makanan yang aku buat sesuai selera dengan mas Parman." ujar Nina sambil melanjutkan aktivitasnya membereskan dagangannya.
Setelah menghabiskan sebatang rokok dan membayar makan kepada nina, Suparman langsung menuju ke warung Mona untuk membeli kebutuhan rumah.
" Mona, beli beras lima kilo, telor dua kilo, mie goreng dan mie rebus masing-masing sepuluh bungkus, rokok dua tiga empat dua bungkus sama gula dua kilo dan kopi kapal keruk yang besar." ucap Suparman begitu dia tiba di warung Mona.
" Beras lima kilo, lima puluh ribu. Mie rebus dan mie goreng masingmasing sepuluh bungkus, lima puluh ribu. Rokok dua bungkus, empat puluh delapan ribu. Gula dua kilo dan kopi lima puluh ribu, telor dua kilo, tiga puluh dua ribu. Totalnya dua ratus dua puluh ribu mas Parman." balas Mona setelah selesai menghitung belanjaan milik Suparman.
" Terima kasih Mona, ini uangnya?" ucap Suparman sambil menyerahkan dua lembar uang pecahan seratus ribu dan satu lembar uang pecahan dua puluh ribu.
Setelah berbelanja, Suparman langsung kembali ke rumah. Tanpa berlama-lama, ia menanak nasi dan membuat segelas kopi panas.
Suparman menikmati hari pertamanya sebagai duda dengan bermalas-malasan, setelah menghabiskan kopi dan sebatang rokok. Kemudian, ia beranjak ke belakang rumah untuk mengambil parang.
" Lebih baik aku ke hutan saja, mungkin bisa dapat ayam hutan untuk lauk malam ini. Daripada bosan di rumah terus, lagipula tidak ada kerjaan," gumam Suparman.
Dengan tekad yang mantap, Suparman berjalan kaki menuju hutan yang tidak jauh dari rumahnya. Butuh waktu setengah jam bagi dia untuk tiba di pinggiran hutan di ujung desanya.
" Mau kemana Man?" tanya Jaenab tetangga Suparman yang merupakan istri dari Hasan.
Jaenab merupakan wanita yang lumayan cantik berusia dua puluh lima tahun dengan bemper dan buah semangka sama besarnya.
" Eh, Jaenab. Aku mau berburu di hutan, kamu sendiri mau kemana bawa keranjang segala?" Sahut Suparman sambil menghampiri Jaenab.
" Man, aku sedang mencari jamur di hutan. Sudah sebulan Kang Hasan belum kirim uang, bayaran sekolah Juna sudah nunggak dua bulan," jawab Jaenab sambil menghela nafas panjang.
" Kalau jamur, di dalam hutan masih banyak, di luar sudah jarang. Kalau kamu mau, ikut aku nanti. Aku tunjukkan tempat di mana banyak jamur yang harganya lumayan mahal." ujar Suparman dengan santai.
" Ok, Man? Daripada tidak dapat apa-apa disini, lebih baik aku ikut kamu?" balas Jaenah mengiyakan ajakan Suparman.
Jaenab sama sekali tidak berpikir buruk terhadap Suparman, karna selama ini Suparman terkenal sebagai pria baik-baik didesanya.
Suparman dan Jaenab pun langsung memasuki sedikit ke dalam hutan, dengan parang di tangannya memudahkan Parman dan Jaenab untuk menerobos rumput liar yang cukup tinggi.
Hingga beberapa saat akhirnya mereka tiba di sebuah lembah yang terdapat cukup banyak jamur berharga lumayan mahal, mata Jaenab langsung berbinar saat melihat banyaknya jamur di hadapan mereka.
" Jaenab, itu jamur yang kamu cari, aku ke sana sedikit ya? Tadi aku melihat sepertinya ada kelinci hutan, siapa tau bisa aku dapatkan." ucap Suparman sambil berjalan meninggalkan Jaenab.
" Jangan jauh-jauh Man? Aku tidak berani berlama-lama sendirian disini?" balas Jaenab sambil mulai mengambil jamur dan memasukannya ke dalam keranjang bambu yang dia bawa.
Setelah beberapa saat berjalan meninggalkan Jaenab, Suparman melihat dua kelinci hutan yang bertubuh gemuk, Suparman yang tidak ingin buruannya lolos, segera menggunakan kekuatan kolor saktinya, dia membayangkan memiliki kecepatan yang sangat tinggi dan gerak yang sangat lincah.
Begitu merasa ada aliran hangat di kedua kakinya, Suparman langsung berlari dengan kecepatan penuh menuju ke arah kedua kelinci itu. Dengan kecepatan yang berasa dari kolor sakitnya tidak sulit bagi Suparman untuk menangkap kedua kelinci itu.
Setelah mengikat kedua kaki kelinci dengan tali dari akar pohon, Suparman kembali melanjutkan buruannya, kali ini dia mengincar beberapa burung pegar yang sedang asik nongkrong di atas pohon sambil berkicau.
' jangan kalian pikir karna kalian berada di atas pohon aku tidak bisa menangkap kalian, walaupun aku Suparman bukan Superman tetapi aku memiliki kolor sakti' batin Suparman dengan senyum lebar menghiasi wajahnya.
Setelah memikirkan jika dirinya bisa terbang layaknya seorang Superman di dalam film, Suparman langsung melesat dengan sangat cepat bak burung elang mencari mangsa. Hanya dalam beberapa gerakan saja, dia sudah berhasil mendapatkan lima burung pegar di tangannya.
' sepertinya hari ini hasil buruanku sudah cukup, sebaiknya aku segera kembali menemui Jaenab. Siapa tau dia membutuhkan bantuanku untuk memanen jamur hutan' gumam Suparman setelah dia selesai mengikat lima burung pegar yang dia dapatkan dengan akar pohon.
Sambil membawa dua ekor kelinci dan lima burung pegar ditangannya, Suparman langsung berjalan menuju tempat dimana Jaenab sedang memanen jamur.
" Jaenabbb.. kamu dimana!!" teriak Suparman saat dia tidak menemukan sosok Jaenab dan hanya melihat keranjang Jaenab yang sudah terisi penuh dengan jamur.
" Mann... aku di sini, tolong Man. Aku digigit ular berbisa," bisik Jaenab lemah dari balik batu besar.
Tanpa banyak bicara, Suparman segera bergegas menuju asal suara Jaenab. Betapa terkejutnya dia saat menemukan Jaenab sudah terkapar tak berdaya dengan tubuh yang mulai membiru.
" Jaenab, di mana kamu digigit? Aku akan menghisap racunnya," ucap Suparman dengan panik.
Rasa bersalah menyelimuti Suparman, karena bagaimanapun, kondisi Jaenab saat ini adalah akibat dirinya yang mengajak Jaenab menjelajah lebih dalam ke hutan.
Suparman hanya bisa melongo saat Jaenab yang sudah lemas memberi tanda bahwa dia terkena gigitan ular.
Menyadari bahwa Jaenab bisa segera meninggal jika tidak segera mendapatkan pertolongan, Suparman langsung menaikkan daster Jaenab. Saat daster itu terangkat, dia melihat luka gigitan ular yang sudah membiru di bagian tersembunyi tubuh Jaenab.
Setelah menghela nafas panjang dan berpikir bahwa kolor sakti miliknya akan membuat dirinya kebal terhadap racun ular, Suparman langsung menghisap luka gigitan tersebut yang berada di samping sawah yang ditumbuhi rumput liar lebat.
" Cihhhhhh... " Segumpal darah hitam Suparman muntahkan setelah menghisap luka bekas gigitan ular yang berada di tubuh Juleha.
Tidak hanya sekali, Suparman melakukannya beberapa kali hingga akhirnya darah yang dia hisap sudah berubah warna menjadi darah segar seperti pada umumnya.
" Jaenab, bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Suparman setelah memastikan bahwa dia telah mengeluarkan semua racun ular di tubuh Jaenab.
" Sepertinya sudah rada mendingan, Man? Hanya tubuhku yang masih terasa sangat lemas." balas Jaenab sambil tersipu malu.
Jaenab tak pernah membayangkan ada pria lain selain suaminya yang melihat sawahnya.
Namun, dia tidak menyalahkan tindakan Suparman, karena apa yang dilakukan Suparman adalah untuk menyelamatkan nyawanya.
" Jaenab, aku minta maaf atas tindakanku tadi. Aku juga minta maaf karena aku yang mengajakmu ke hutan, sehingga kamu mengalami musibah ini," ujar Suparman, matanya sesekali melirik ke arah sawah milik Jaenab.
" Iya, tidak apa-apa, Man? Tapi kamu sebaiknya betulkan dulu dasterku, jangan hanya melihat sawahku terus-menerus," balas Jaenab dengan senyum mengejek ke arah Suparman.
" Maaf, Jaenab. Lagi pula, sangat disayangkan jika melewatkan kesempatan melihat pemandangan seindah ini. Kamu istirahat sebentar ya, aku akan mencari kayu bakar untuk memasak kelinci yang aku tangkap. Kita bakar kelinci dulu, biar tenagamu pulih sebelum kita melanjutkan perjalanan," ujar Suparman sambil membetulkan posisi daster Jaenab dan membantunya bersandar pada batu besar agar lebih nyaman.