Denara baru saja menyelesaikan sebuah novel di sela-sela kesibukannya ketika tiba-tiba dia terikat pada sebuah sistem.
Apa? Menyelamatkan Protagonis?
Bagaimana dengan kisah tragis di awal tapi menjadi kuat di akhir?
Tidak! Aku tidak peduli dengan skrip ini!
Sebagai petugas museum, Denara tahu satu atau dua hal tentang sejarah asli di balik legenda-legenda Nusantara.
Tapi… lalu kenapa?
Dia hanya ingin bersenang-senang!
Tapi... ada apa dengan pria tampan yang sama disetiap legenda ini? Menjauhlah!!
———
Happy Reading ^^
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DancingCorn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kisah Ande-Ande Lumut (20)
Setelah beberapa saat, langkah kaki terdengar mendekat. Yuyu muncul dari balik bayangan pohon sambil menyeka keringat di dahinya. “Aku selesai,” katanya dengan sentuhan kelelahan diantara alisnya.
Ande segera berdiri, menepuk debu dari pakaiannya. Dia menoleh pada Denara. “Kalau begitu, aku pulang dulu,” ucapnya, suaranya tetap tenang namun ada kesan enggan yang samar.
Denara berkedip, merasa aneh dengan kata-katanya. Tapi dia cepat tersenyum. “Baiklah. Hati-hati, jalannya berbahaya saat malam.” Suaranya pelan, hangat.
Ande hanya mengangguk pelan, lalu berjalan menyusul Yuyu, meninggalkan jejak langkah yang cepat menghilang dalam bayang malam.
————
Keesokan harinya, Denara membantu Ibu Klenting mengurus berbagai pekerjaan rumah. Setelah selesai mencuci pakaian di sungai, dia mendengar kabar bahwa Yuyu Kangkang telah meninggalkan desa untuk mencari keluarganya.
Tergesa, Denara pulang dan mulai menyiapkan beberapa bungkusan bekal. Dia kemudian bergegas menuju pintu masuk desa, berharap masih bisa menyusul Yuyu.
Namun setelah lama menunggu, sosok yang dinanti tak kunjung muncul. Langit mulai memudar. Dengan hati yang gelisah, Denara akhirnya memutuskan untuk pergi ke hulu sungai, menuju rumah Ande. Dia masih ingat semalam Yuyu Kangkang menginap dirumah Ande.
"Permisi..." seru Denara sambil berteriak di depan pintu rumah Ande.
Beberapa penduduk desa yang lewat menoleh ke arahnya dengan pandangan heran. Seorang ibu-ibu menghampiri, matanya menatap bingkisan besar di bawah kaki Denara.
"Ada apa, Kuning?" tanyanya, nadanya penuh rasa ingin tahu.
Denara tersenyum sopan. "Oh, aku dengar Paman Yuyu akan pergi hari ini. Aku hanya ingin memberikan sedikit bekal untuk perjalanannya."
Ibu itu mengangguk pelan, tampak paham. Sejak Klenting Kuning kembali ke desa, kabar cepat menyebar. Semua orang tahu dia tidak menjadi pemenang dalam sayembara Ande-ande Lumut. Tapi mereka juga tahu bahwa selama dua tahun terakhir, Klenting Kuning berada di bawah perlindungan Yuyu Kangkang dalam perjalanannya.
"Bagus jika kamu masih bisa mengingat kebaikan orang lain," sahut ibu lain sambil mengangguk-angguk puas.
Beberapa ibu-ibu kemudian mulai berkumpul untuk mengobrol dan bergosip. Membandingkan dan menyalahkan. Denara hanya berdiri disana dengan senyum kecil.
Ibu-ibu pedesaan, mau di zaman apapun masih sama saja.
Perlahan-lahan topik bergeser pada Klenting Kuning. Denara merasakan firasat buruk dihatinya.
"Ya... kalau dia memang tidak menang dalam sayembara itu, kenapa masih dekat-dekat dengan Yuyu?" bisik seorang ibu-ibu dengan nada sinis.
"Jangan-jangan mereka ada hubungan khusus," sahut yang lain pelan, matanya menyipit curiga. "Memang sih, Yuyu kelihatan muda... tapi usianya kan sebaya kita."
"Itu dia. Sayang sekali, gadis secantik Klenting Kuning malah terlihat... murahan, bergaul dengan laki-laki setua itu."
"Eh, siapa tahu mereka sudah menikah diam-diam?" celetuk satu lagi dengan suara dibuat samar. "Kalau nasi sudah jadi bubur, kita cuma tinggal dengar kabar pernikahan mereka nanti."
Benar saja, mereka bergosip tentangnya.
Meskipun bisikan para ibu-ibu itu terdengar pelan, Denara masih bisa menangkap suara mereka dari jarak ini.
"Padahal dulu dia yang paling patuh... Tapi sekarang, malah berani datang ke rumah laki-laki sendirian," gumam salah satu.
"Katanya sih mau berterima kasih. Tapi siapa yang tahu apa niatnya sebenarnya," timpal yang lain, nadanya seolah membenarkan, bukan membela.
Denara mengeratkan pegangan pada bungkusan di tangannya. Dia mencoba mengabaikan bisikan-bisikan tajam itu. Meskipun dia Denara, bukan Klenting Kuning, dia masih merasa sedikit tidak nyaman dengan kata-kata para bibi desa ini.
Saat itu, seorang pemuda muncul dari kejauhan. Dia mengenakan pakaian sederhana, tapi ada sesuatu dalam sikap dan sorot matanya yang mencerminkan aura bangsawan.
"Kuning," panggilnya lembut.
Mata tajamnya menyapu kerumunan ibu-ibu sebelum akhirnya jatuh pada Denara. Alisnya sedikit mengernyit ketika melihat bungkusan besar yang dibawa gadis itu.
"Oh, bukankah ini Nak Ande? Dari mana saja?" sapa salah satu ibu-ibu cepat-cepat, senyum manis tergantung di wajahnya.
Yang lain tak mau kalah. "Sudah makan belum? Kalau belum, mampir saja ke rumah. Kebetulan Arum sedang di rumah."
"Melati juga ada di rumah, loh! Kalau lapar, ayo mampir, Nak Ande."
Denara yang menyaksikan pemandangan itu sempat terkejut.
Ande... apakah dia sebenarnya calon suami potensial?
Memang, wajahnya tampan untuk ukuran rakyat biasa. Rumahnya pun bagus, dibangun dengan kokoh dan rapi, jelas dia tidak kekurangan uang. Memikirkan semua itu, Denara mengangguk dalam hati.
Tidak diragukan lagi, Ande memang calon menantu ideal. Pantas saja Para Bibi di desa ini bersikap seperti ini.
Ande melirik tindakan dan ekspresi Denara yang berubah-ubah. Entah bagaimana, dia sepertinya bisa menebak isi pikiran gadis itu.
Untuk meredakan suasana, dia mengalihkan perhatian ibu-ibu dengan cepat.
"Ehem, aku sudah makan. Mungkin lain kali saja. Ngomong-ngomong, Kuning, ada apa kamu di sini?"
Denara menatapnya tak percaya. Orang ini… hanya dengan satu kalimat, dia bisa mengalihkan fokus semua ibu-ibu ke dirinya. Tapi mungkin ini juga kesempatan untuk meluruskan gosip, jadi dia langsung menjawab.
"Ini, bukankah Kang Yu menginap di sini semalam? Aku dengar dia akan pergi, jadi aku ingin memberinya beberapa perbekalan," katanya sambil mengangkat sedikit bungkusan yang dia bawa.
Mata Ande seketika berubah. Ada kilat dingin yang melintas dalam sorotnya.
Kang Yu… Beraninya si kepiting itu menerima perhatian dari Klenting Kuning.
Jangan-jangan… selama dua tahun ini mereka…
Ande buru-buru menghela napas, mencoba menenangkan gejolak cemburu yang mulai muncul di dadanya.
Jelas itu tidak mungkin terjadi. Dia menerima pesan setiap bulan dari Yuyu Kangkang selama ini. Jadi kurang lebih dia tau hubungan kedua orang ini.
"Tapi… dia sudah pergi pagi tadi," katanya tenang. "Aku pun tak sempat melihat saat dia berangkat."
Denara menunduk, bingung. "Ternyata begitu... Aneh, aku sudah menganggapnya seperti kakak sendiri. Melihatnya pergi tanpa pamit seperti ini... sedikit membuatku kesal," gumamnya dengan sedikit keras, seolah tidak terjadi apa-apa, namun sebenarnya memberi penjelasan pada ibu-ibu disekitarnya.
"Oh, jangan khawatir," Ande segera menenangkan. "Dia meninggalkan surat. Katanya akan kembali beberapa hari lagi."
Denara mengangguk pelan, matanya sedikit lega. "Baiklah, kalau begitu... aku akan kembali. Terima kasih."
Tanpa menunggu lebih lama, dia melangkah pergi, meninggalkan Ande yang kini harus kembali menghadapi ibu-ibu yang masih berdiri di sana.
Ada senyum nakal di wajah Denara. Dia pulang dengan perasaan yang jauh lebih ringan. Lagipula dia sudah meluruskan kesalahpahaman tentang hubungannya dengan Yuyu Kangkang. Itu cukup untuk hari ini.