Cinta yang terhalang restu dan rasa cinta yang amat besar pada kekasihnya membuat Alea Queenara Pradipta mau menuruti ide gila dari sang kekasih, Xander Alvaro Bagaskara. Mereka sepakat untuk melakukan hubungan suami istri di luar nikah agar Alea hamil dan orangtua mereka mau merestui hubungan mereka.
Namun di saat Alea benar-benar hamil, tiba-tiba Xander menghilang begitu saja. Bertemu lagi lima tahun kemudian, tetapi Xander telah menikah.
Lalu bagaimana nasib Alea dan anaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Perjodohan
Bukan tanpa alasan Romi pada akhirnya mau menerima Alea dan Axelio. Bukan saja karena dirinya tidak ingin dimusuhi se-umur hidup oleh keluarganya sendiri, tetapi juga benar yang di katakan oleh Nina, jika dirinya memang tidak bisa hidup tanpa keluarganya, maka dari itu Romi menjatuhkan ego dan juga harga dirinya untuk kembali membawa keluarganya kembali ke rumah mereka.
Malam itu juga Alea kembali ke rumahnya setelah lima tahun, tentunya bersama Axelio. Jangan ditanya seberapa bahagia Alea saat itu.
Sepanjang perjalanan Axelio tidur di pangkuan Alea, telihat sekali bocah itu sangat lelah. Di sampingnya ada Romi, sedangkan Nina dan Lena berada di mobil yang berbeda.
Setelah melewati satu jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di kediaman Pradipta. Romi turun lebih dulu lantas membantu Alea keluar dari mobil.
Alea lebih dulu menyerahkan Axelio pada Romi lantas turun dari mobil. Ia berjalan sembari melingkarkan tangannya di lengan Nina, membiarkan Axelio digendong oleh Romi. Pandangan Alea mengarah ke depan. Senyum membingkai di wajah Alea melihat rumah masa kecilnya yang masih berdiri sangat kokoh.
"Welcome back home, Alea," sambut Nina disambut anggukkan oleh Alea.
Mereka masuk ke dalam rumah, Nina dan Lena memilih duduk di ruangan tengah, sedangkan Alea dan Romi pergi ke kamar Alea untuk membaringkan Axelio.
"Untuk sementara biarkan dia tidur di kamarmu," ucap Romi setelah membaringkan Axelio. "Nanti Papi siapkan kamar sendiri untuk Axel," sambung Romi.
"Iya, Pi," balas Alea diikuti anggukkannya.
"Kau juga istirahat! Papi keluar dulu," ucap Romi membuatmu Alea kembali mengangguk.
Romi berbalik berniat untuk pergi. Namun Alea memanggilnya membuat langkah Romi terhenti. "Papi," panggil Alea.
Romi berkali-kali sembari bertanya, "ada apa?"
"Thank you," ucap Alea.
Romi menunjukkan senyumnya sembari mengangguk. Sebelum keluar, pria paruh baya itu lebih dulu mengusap surai Alea.
-
-
-
Pada esok harinya Alea bangun lebih awal, ia segera bersiap untuk pergi ke kantor. Setelah itu membantu Axelio bersiap untuk ke sekolah. Selesai dengan itu keduanya keluar kamar, berjalan menuruni anak tangga. Satu tangan Alea memegangi beberapa berkas dan satu tangannya lagi menggandeng tangan Axelio. Alea sedikit kewalahan saat Axelio melompat-lompat di anak tangga.
"Axel, hati-hati," tegur Alea.
Mereka sampai di lantai bawah, sama-sama mengayunkan langkah menuju meja makan. Rupanya keluarga mereka sudah berkumpul di sana.
"Pagi semua," sapa Alea.
"Pagi juga," balas semuanya.
"Pagi, Kakek, Nenek, Aunty," sapa Axelio.
"Pagi Cucu Kakek," balas Romi. Sesaat pandangan Romi terus terpaku pada Axelio, memerhatikan wajah bocah itu dengan kening yang mengerut.
"Axel ingin duduk di samping Kakek," pinta Axelio.
"Baiklah." Alea menarik kursi di sebelah Romi untuk tempat Axelio, sedangkan dirinya duduk di sebelah kiri Axelio. Ia segera menyiapkan sarapan untuk putranya.
"Kakek kenapa melihat Axel seperti itu?" tanya Axelio membuyarkan lamunan Romi juga membuat semua orang menoleh, melihat ke arah Romi.
"Kenapa bocah ini mirip sekali dengan laki-laki berengsek itu?" tanya Romi.
Alea yang sedang mengoles selai strawberry ke atas roti, seketika menghentikan aktivitasnya lantas menoleh ke arah Romi.
"Aku mana tahu, Papi. Aku juga tidak bisa memilih dia harus mirip dengan siapa," jawab Alea.
"Yang Alea katakan itu benar," ucap Nina. "Lagi pula apa salahnya dia mirip dengan Xander. Laki-laki itu ayah biologisnya Axel," imbuh Nina.
"Bersyukur dengan itu Papi. Axel terlihat sangat tampan," imbuh Lena.
"Bukan itu yang Papi maksud," ucap Romi. "Tapi …." Romi menggantungkan ucapannya.
"Tapi apa?" tanya Nina.
"Alea, kita atau bahkan orang lain pun tahu bahwa Kau dan laki-laki itu belum menikah. Axel mirip sekali dengan laki-laki itu. Tanpa harus melakukan tes DNA, semua orang sudah pasti tahu jika Axel anak laki-laki itu. Bagaiamana tanggapan mereka nanti," jelas Romi. "Kalian tahu maksud Papi, bukan?"
"Alea tahu, Pi. Bahkan Axel pun tahu maksud Papi," jawab Alea.
"Iya, Kakek. Axel tahu," imbuh bocah kecil itu. "Makannya setiap Axel keluar rumah, pergi ke tempat umum, Axel akan memakai topi dan masker, biar nantinya tidak ada yang mengenali wajah Axel," imbuh Axelio membuat semua orang tercengang.
"Kau yang menyuruhnya melakukan itu, Alea?" tanya Nina. Nadanya terdengar tidak senang.
"Bukan, Mam. Tapi —" Ucapan Alea dipotong oleh Axelio.
"Bukan Mami yang menyuruh Axel, Nenek. Tapi Axel sendiri yang mau. Axel tidak mau ada yang menghina mami dengan mengatakan mami perempuan murahan karena hamil sebelum menikah," jelas Axelio.
"Ya Tuhan. Bocah sekecil ini bisa bicara seperti ini." Romi syok mendengar penjelasan dari Axelio.
"Kau baru tahu jika cucumu ini cerdas," ucap Nina. Pandangan Nina beralih pada cucunya dengan mengembangkan senyumnya. "Kau sangat melindungi Mamimu rupanya."
"Axel laki-laki yang baik, Nenek. Jadi Axel harus melindungi perempuan," ucap Axel polos.
Perkataan polos Axelio mengundang tawa semua orang. Tangan Romi langsung terulur untuk mengacak-ngacak rambut cucunya. "Kau memang sangat pintar," puji Romi.
"Tapi, Axelio. Kau tidak perlu melakukan itu terus menerus, okay," ucap Nina.
"Axel akan terus melakukan itu sampai papi Axel kembali," balas Axelio.
"Axel, bahkan sampai sekarang papi kamu belum ada kabar sama sekali. Bagaimana jika papi Axel tidak kembali untuk selamanya? Tidak mungkin Axel selalu menutupi wajah Axel, bukan?" tanya Romi.
"Kalau begitu nikahkan mami dengan pria lain," jawab Axel membuat Alea menganga, tidak percaya putranya akan mengatakan hal itu.
"Jangan mengada-ngada, Axelio," tegur Alea.
"Itu ide yang bagus," seru Nina.
"Mami," tegur Alea.
"Kalau begitu, Papi akan segera carikan laki-laki untukmu Alea," ucap Romi.
"Papi," rengek Alea.
"No debat!" pungkas Romi membuat Alea berdecak kesal.
"Alea, kita sudah pernah membahas ini sebelumnya, bukan. Dan kau sudah menyetujuinya," ucap Nina.
"Aku tahu, Mam. Tapi rasanya aku —"
"Dengar, Alea! Kau tidak bisa terus hidup dan mengurus Axel sendiri," tukas Nina.
"Aku tidak sendiri. Ada kalian, bukan?" balas Alea.
"Jelas itu berbeda," ucap Nina. "Kau jangan cuma memikirkan dirimu sendiri. Pikirkan juga tentang Axel, tentang tanggapan miring orang-orang terhadap anakmu," bujuk Nina membuat Alea diam.
"Diam artinya kau setuju, Alea," ucap Romi.
"Terserah kalian saja," balas Alea pasrah.
"Good," seru Nina lantas pandangannya mengarah pada Romi sambil berkata, "kita harus cari yang terbaik untuk putri kita."
"Axel, juga punya satu kandidat," ucap Axelio.
"Ha, benarkah? Siapa?" tanya Nina antusias.
"Namanya uncle Brian. Kata Mami dia temen papinya Axel," jawab Axelio. "Axel sudah sering bertemu dengan uncle Brian. Dia orangnya sangat baik."
"Hah, benarkan? Kalau begitu …." Romi menghentikan perkataannya lantas memandang ke arah Alea. "Alea, undang dia untuk makan malam di rumah kita!" perintah Romi.
"Tapi —"
"Tidak ada tapi-tapian lakukan saja!" tukas Romi.
astaga kapan dapat karma dia
penasaran dengan ortu Xander saat tau ada cucu nya
pasti seru