Apa reaksimu ketika tiba-tiba saja seorang gadis cantik dari planet lain masuk ke kamarmu?
Terkejut? Kaget? Ya, begitu juga dengan Nero. Hanya beberapa jam setelah ia ditolak dengan kejam oleh siswi sekelas yang disukainya, ia bertemu dengan seorang gadis mempesona yang masuk melalui lorong spasial di kamarnya.
Dari saat itulah Nero yang selama ini polos dan lemah perlahan berubah menjadi pribadi yang kuat dan menarik. Lalu membalikkan anggapan orang-orang yang selama ini telah menghina dan menyepelekannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J.Kyora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Ruangan kamar lotengnya seperti terdistorsi, lingkaran hitam pekat sebesar piring berputar di tengah ruangan, lingkaran itu perlahan makin membesar hingga kini seukuran meja. Di pinggiran lingkaran hitam ada kilatan-kilatan cahaya perak berkedip. Nero merinding, ia sama sekali tidak tahu benda apa ini, saat ia terpaku dalam terkejutnya sepasang tangan halus terulur dari dalam lingkaran hitam itu!
Nero terperanjat setengah mati!
Dalam kepanikan ia mengambil tongkat baseball yang tersandar di meja belajar, bersiap hendak mengayunkan tongkat kayu itu ketika sebuah kepala menyembul diikuti setengah tubuhnya.
Seorang gadis?!
Matanya biru dan jernih, menatap langsung kepada Nero.
Nero terperangah, pandangannya bertatapan dengan mata sosok itu, tiba-tiba muncul suara dalam kepalanya,
"Tolong..."
Nero terkesiap, tiba-tiba wajah gadis itu seperti ketakutan, namun terus menatap mata Nero dengan ekspresi memohon. Melihat ekspresi gadis tersebut timbul dorongan dari dalam dirinya dan spontan ia meraih tangan halus tersebut. Tangan itu terasa begitu lembut, Nero menariknya sekuat tenaga.
Tetapi seperti ada yang menahan dan menarik tubuh gadis tersebut. Nero memperhatikan ke bawah untuk melihat kaki gadis itu dan ia bergidik melihat ada tentakel bersisik seperti lengan gurita membelit kedua kakinya.
Nero mengayunkan tongkat baseball dengan sekuat tenaga, memukul tentakel yang menyeramkan itu dengan sangat keras, membanting tongkat di tangannya bertubi-tubi, sepertinya makhluk pemilik tentakel itu terkejut dan melepaskan kaki gadis malang tersebut.
Tentakel itu menarik diri dan menghilang ke dalam lingkaran hitam. Merasakan kakinya telah terbebas, gadis itu melemparkan tubuhnya keluar dari lingkaran hitam itu dan menubruk Nero.
Gubbraakk...
Tubuh Nero jatuh terjengkang dengan gadis itu persis menimpa di atasnya. Sekilas ia melihat tangan halus itu mengarahkan benda bulat kearah lingkaran hitam, seberkas cahaya perak melintas dan lingkaran itu pun lenyap. Suara dengungan pun menghilang.
Deg...
Deg...
Deg...
Keheningan...
Tidak ada gerakan...
Nero dengan keadaan masih syok menyadari gadis itu hanya diam di atasnya. Ia menoleh kebawah di mana kepala si gadis terkulai di dadanya, jantungnya berpacu, ditekannya bahu gadis itu dengan telunjuknya, tidak ada respon sama sekali.
Mati?!?!
Hati Nero menjadi tegang, bagaimana bisa menjelaskan jika ada seorang gadis tewas di kamarnya?
Pikiran Nero menjadi kalang-kabut.
Dengan hati-hati ia membalikan tubuhnya perlahan,
lalu menjatuhkan gadis itu dari tubuhnya dan tergolek begitu saja dilantai, matanya terpejam.
Nero duduk dan memandang gadis itu.
Ia tercengang
Deg!
Deg!
Deg!
Nero bahkan bisa mendengar suara jantungnya sendiri.
Ia mengucek matanya tidak percaya, lalu mencubit daging lengannya sangat kuat.
"Aduh! ... Ini bukan mimpi..!" jeritnya kesakitan sambil mengusap bekas cubitannya sendiri.
Wajah gadis itu begitu cantik, sepertinya seumuran dengannya. Rambutnya kemerahan dengan hitam mendominasi, hidungnya mancung, dagu yang lancip dan bibirnya...
Nero tidak pernah melihat wajah wanita secantik ini sebelumnya, yang menarik perhatiannya lagi pakaian warna perak yang dikenakan gadis itu. Ia tidak tahu bahan apa ini tapi menempel sempurna di tubuhnya seperti kulit kedua, bahkan lekuk tubuhnya tercetak dengan jelas. Tonjolan dadanya terbentuk... perutnya ... kebawah lagi ... Nero tersentak, wajahnya menjadi memerah. Ia mengambil selimut lalu menutupi tubuh gadis itu.
Nero melihat tangan gadis itu memegang sesuatu,
bola perak dengan garis-garis aneh di permukaannya.
Satu jam...
Dua jam...
Tiga jam...
Begitu lama Nero memandangi mengharapkannya terbangun, namun masih tidak ada gerakan.
Ia mencoba menyentuh tangan gadis itu dan masih terasa hangat. Apa yang harus dilakukannya?
Membawanya ke dokter? Bagaimana menjelaskannya?
Dalam kebingungan Nero memutuskan untuk memindahkan tubuh gadis itu ke atas tempat tidur, namun bola perak itu terlepas dari tangannya. Setelah meletakan nya di tempat tidur Nero mengambil bola itu dan meletakkannya di samping gadis tersebut.
Lalu hal yang tak terduga terjadi, bola perak itu tiba-tiba memancarkan cahaya putih dan menyelimuti seluruh tubuh gadis tersebut. Nero terkejut, mengambil kembali tongkat basebalnya ia menusuk lapisan cahaya itu, namun sekuat apapun ia mencoba, tongkat kayunya tidak bisa menembus penghalang. Pembatas itu sangatlah kuat, akhirnya ia menyerah dan hanya memperhatikan. Wajah gadis itu masih terlihat jelas dibalik cahaya putih susu yang menyelubunginya.
Dalam kebingungan Nero mondar-mandir di dalam
kamar, melirik sebentar kemudian berpikir,
menggelengkan kepala kemudian berjalan lagi.
Telah malam dan masih tidak ada gerakan dari gadis itu.
Pagi-pagi seperti biasanya Nero terbangun, dengan gerakan malas ia menggeliat ....
Lalu matanya terbuka lebar.
Nero terlonjak!
Secepat kilat ia naik memanjat tangga dan melihat ketempat tidur.
Deg... Ini jelas bukan mimpi!
Gadis itu masih tetap di sana di dalam inkubator cahaya.
Siapakah gadis ini? Ia terus bertanya. Semalaman ia berselancar di google dan web untuk mencari sesuatu tentang gadis ini, hasilnya nihil, tidak ada konten apapun yang berhubungan. Ia telah mengetikkan banyak kata namun tidak ada satu pun keterangan yang memberikannya bahkan sedikit saja petunjuk, dalam kelelahan tadi malam ia jatuh tertidur.
Mengesampingkan segala hal dalam pikirannya ia memutuskan untuk pergi sekolah. Sedikit pikirannya teralihkan dari kejadian kemarin, namun tetap saja ia tidak bisa melupakan sepenuhnya. Hari ini akan berat, bathinnya.
Nero mengunci pintu kamar, dan membawa kunci itu di saku celana abu nya. Kedapur ia berpamitan dan mencium tangan mamanya sebelum berangkat ke sekolah, dengan ringan mengayuh sepeda BMX meluncur meliuk di jalanan.
Di gerbang sekolah ia melihat wajah yang dikenalnya. Nadia menghambur kedepan sepedanya dan memaksanya menarik rem dan berhenti.
"Kamu baik-baik saja?" Nadia terlihat khawatir.
"Lumayan," jawab Nero tertawa.
Nadia tersenyum, menjadi kasihan dengan Nero dengan sebisanya ia berusaha menghibur sahabatnya tersebut.
Nadia menemani Nero memarkir sepedanya di parkiran, nyaris hanya dia sendiri yang kesekolah memakai sepeda, yang lain? Diantar limo atau mercedez atau mereka bawa mobil sendiri. Kalaupun ada yang memakai motor, bahkan motor mereka bisa jadi lebih mahal dari sebuah mobil biasa.
Nero berjalan di sisi Nadia dengan tenang, tidak banyak yang mereka bicarakan, hanya seputar pelajaran disisa jam yang ditinggalkan Nero. Beberapa mata yang melihat mereka berjalan bersama menatap dengan wajah mengejek.
"Bagaimana mungkin Nadia mau berjalan dengan anak itu," kata sinis terlontar dari mulut mereka.
Bagaimanapun berita kejadian kemaren telah dengan cepat menyebar, dan dengan perpanjangan mulut ke mulut, bahkan itu menjadi berkembang sedemikian rupa sehingga kabar yang beredar adalah seorang siswa laki-laki bejat mencoba menodai seorang putri yang suci.
Nero acuh dan tetap santai di samping Nadia, ia tahu Nadia adalah karakter berbeda dari watak kebanyakan siswa lainnya.
Nadia adalah anak pengusaha perhiasan yang terkenal, Kieta Diamond dan Kieta Group. Galerinya tersebar diseluruh provinsi negeri ini. Nadia Kieta, anak kelima dari Mr Arundy Kieta, yang selanjutnya jika mereka disejajarkan, Nero adalah kerikil di jalanan dan Nadia adalah bintang di langit.
Nero dan Nadia masuk ke dalam kelas, tatapan tajam dan ejekan terasa menusuk di jantungnya, namun ia berusaha untuk terlihat tenang. Seorang gadis kaki tangan Rizka menghalangi jalan mereka.
"Nadia, apa yang kamu lakukan dengan pemuda tidak tahu diri itu? Dia hanya akan merusak reputasimu di sekolah ini," ujar Stella berkacak pinggang di depan mereka.
Nadia maju mendekati Stella, secepat kilat tangannya terayun.
Plakkk!
Suara tamparan itu terdengar begitu keras hingga mengagetkan siswa-siswi lainnya, bahkan Rizka yang melihatnya terperangah.
...