Benang Takdir Si Kembar

Setelah sampai di Alana's Hospital, Zayna segera membawa Zidan masuk kedalam ruangan yang tidak pernah sepi itu. Seperti saat ini, hari memang masih pagi. Namun di ruangan itu sudah begitu ramai bahkan hiruk pikuk, IGD tidak kenal kata pagi.

Pasien bisa datang kapan saja sesuai dengan kondisi dan penyakit yang mereka derita, baik Dokter jaga maupun para perawat. Mereka semua sedang sibuk, menangani pasien dengan kasus dan kondisi yang berbeda-beda yang mereka rasakan.

"Pagi Dokter Zayna". tegur salah satu perawat IGD.

"Pagi suster Raya". balas Zayna ramah.

"Bukankah Dokter, shift malam untuk minggu ini". seru kembali suster Raya perawat IGD.

"Hmm, Iya suster Raya. Saya hanya datang untuk mengecek kondisi pasien saya saja pagi ini".

"Wah .. salut kita sama Dokter Zayna, padahal kita semua tahu bahwa Dokter belum beristirahat dengan benar semenjak kecelakaan beruntun itu".

"Saya baik-baik saja kok insya Allah". cicit Zayna.

"Lah bukannya, ini mas polisi yang waktu itu ya"? sela suster Raya, saat melihat Zidan sudah duduk dikursi pasien yang ada diruang IGD..

Zidan hanya menganggukan kepalanya, tanpa ingin menatap wajah suster yang ada didepannya itu.

"Apa yang terjadi Dokter? Mas polisinya luka lagi? wah kalau bener, jadi langganan bangsal kita nih". goda suster Raya pada Zidan.

"Iya sus dia terluka, kita bertemu dijalan tadi".

"Tuh kan, jangan bilang Mas polisinya terluka karena bantuin Dokter Zayna lagi. Kalau emang bener gitu, jangan-jangan kalian berjodoh". seru suster Raya.

Uhuk .. uhuk ..

Zayna tiba-tiba tersedak sendiri, kala mendengar celotehan dari suster Raya yang terkenal rempong.

"Enggak kok, kita gak sengaja ketemu". sela Zayna.

"Kok wajah Dokter Zayna merah, Dokter sakit"?

"Aishh .. nih suster kok cerewet banget sih". Zayna benar-benar mengumpat suster itu didalam hatinya.

"Saya baik-baik saja, ehh itu sepertinya ada pasien baru masuk lagi sus". ujar Zayna mengalihkan.

"Ahh .. Iya pagi gini memang ramai Dok, kalau begitu saya tinggal dulu ya Dokter Zayna". pamitnya.

"Cepat sehat Mas polisi ganteng". seloroh suster Raya sebelum akhirnya benar-benar pergi.

Zidan mendongak, dan hanya membalasnya dengan anggukan kecil. Setelah suster rempong itu pergi, Zidan menatap Zayna dengan tajam dan sinis.

"Apa anda bilang barusan? anda bertemu saya dijalan? gak sengaja"? sindir Zidan sedikit terkekeh.

"Ternyata anda bisa berbohong juga ya Dokter".

"Saya kira anda".

Arrggghh ..

Zidan meringis merasa sedikit perih, saat Zayna sengaja menekan luka nya saat diperban.

"Alhamdulillah lukanya tidak terlalu dalam". ujarnya sambil menggunting kain kasa yang ia gunakan untuk membalut luka kecil dibelakang kepala Zidan.

"Sudah selesai". imbuhnya lagi.

"Dasar Dokter kasar"! cibir Zidan sedikit kesal.

Zayna menahan senyumnya, merasa lucu melihat sikap dan ekpresi pria didepan nya itu.

"Terimakasih, lagi-lagi anda menolong saya". ucap Zayna lembut dengan nada serendah mungkin.

Zidan sedikit tertegun, ternyata gadis dihadapannya bisa berkata lembut dan hangat juga.

"Hmm". pria itu berdehem pelan, menahan rasa gugup dan salting dalam dirinya itu.

"Apa anda mau pergi sekarang"? tanya Zayna pelan.

"Kamu mengusirku"? sentak Zidan sedikit kesal.

"Tidak bukan begitu, tapi saya masih".

"Aku sudah berapa kali menolongmu, tapi kita belum pernah berkenalan secara resmi". sela Zidan cepat.

Zayna mengangguk, sambil menundukan kepalanya.

"Perkenalkan Aku Zidan. Untuk pekerjaan, mungkin Kamu udah tahu pekerjaanku". ucap Zidan sembari memajukan satu tangannya ke depannya

Zayna pun mendongak, lalu menatap lekat wajah tampan yang terlihat sangat sempurna itu.

"Saya Zayna, anda juga sudah tahu pekerjaan saya". jawab Zayna gugup.

"Bisakah jangan terlalu formal? usia kita juga gak berbeda jauh Dokter". ujar Zidan dengan lembut.

"Tapi kita bukan teman". bantah Zayna cepat.

"Tapi kita sering ketemu akhir-akhir ini, bukankah itu sudah lebih cukup untuk syarat jadi teman"?

"Tapi".

"Begitukah caramu, membalas kebaikan orang yang sudah berapa kali membantumu"? sindir Zidan.

"Hmm, baiklah". jawab Zayna mengalah.

Zidan tersenyum simpul, matanya sejak tadi hanya fokus pada wajah cantik alaminya Zayna.

*

*

*

Di lantai 3, kelas 1 kamar 5 wanita penghuni kamar tersebut kini terlihat cemas, karena perawat barusan datang dan mengatakan bahwa ada penyumbatan di dalam otaknya itu. Agatha terlihat panik dan takut, karena di Jakarta dia hanya hidup sendirian.

Dia punya orang tua yang sudah tua dan rentan di Switzerland, mereka asli orang Indonesia tapi tinggal dan menetap sudah sangat lama di Switzerland. Dulu, Agatha sempat kuliah ditempat asalnya, namun karena ada suatu masalah yang harus membuatnya berhenti, dan akhirnya memilih pindah untuk sementara waktu ke Indonesia.

Agatha hanya perlu menyelesaikan semester akhirnya saja dengan baik, setelah itu dia bisa lulus dan mendapatkan pekerjaan yang mapan di Jakarta. Entah sebenarnya apa yang sedang dialami oleh gadis cantik kebule-bulean ini. Benarkah dia kabur dari kedua orang tuanya di Switzerland? atau dia memang sengaja ingin pergi dan tinggal di Jakarta.

"Assalammualaikum". ucap seseorang dibalik pintu, dan itu berhasil membuyarkan lamunannya.

"Pak Zayn"? sahut Agatha pelan, tanpa menjawab salam yang diucapkan oleh Zayn barusan.

"Ada apa denganmu? kenapa Kau tidak istirahat di tempat tidur mu"? ujar Zayn dengan dingin.

"Hmm, saya .. saya ..". belum selesai Agatha menjawab ucapan dari dosennya itu, pintu kamar itu sudah kembali terbuka menampilkan Zayna disana.

"Assalammualaikum pagi Agatha, ehh .. ada Abang". serunya saat melihat Zayn ada di ruangan itu juga.

Setelah mengobati Zidan di ruang IGD, Zayna pun kembali fokus pada berapa pasien rawatnya.

"Waalaikum Dokter Zayna". jawab Agatha pelan.

Zayn dan Zayna saling bertukar pandangan, sampai akhirnya mereka kembali menatap gadis itu lagi. Sebab Agatha hanya menjawab salam dari Zayna hanya separuh kata, hanya orang non muslim yang menjawab salam seperti Agatha barusan.

"Sorry, Agatha. Are you a moslem"? tanya Zayna dengan lembut, takut menyinggung perasaannya.

"Dik Kamu". tegur Zayn, yang merasa pertanyaan adiknya itu tidak sopan untuk disampaikan.

Zayna langsung menegakkan satu tangannya, memberi isyarat pada sang kakak untuk tidak ikut campur dulu, dengan pertanyaan yang sedang ia ajukan pada Agatha, yang juga mahasiswinya Zayn.

Agatha juga kaget mendapat pertanyaan tiba-tiba dari Dokter cantik yang ada didepannya itu.

"Hmm, Yes Dokter Zayna". jawabnya pelan.

"I'm not a Moslem". lanjutnya dengan suara bergetar.

Zayna dan Zayn terperanjat kaget. Bagaimana tidak, mereka tidak pernah menyangka, bahwa sosok yang sudah memberi harapan baru untuk mereka adalah wanita non muslim. Yang artinya dia bukan gadis yang mereka cari dan tunggu selama ini.

"Berarti dia bukan Azura? Tapi matanya? Mata itu"? bisik Zayna dalam hati.

"Sepertinya mereka hanya mirip, karena kalau memang dia gadis lemahku tentu dia memeluk agama islam, karena sejak lahir dia terlahir dari keluarga yang menganut keyakinan penuh Islam".

"Dimana Kamu Zura? Apa Kamu sudah tenang dan bahagia disurganya Allah"? gumam Zayn dalam hati.