Dafy Kurniawan seorang penulis fiksi ternama. Karya-karyanya best seller dan berhasil diadaptasi menjadi film yang laris manis.
Setahun belakangan ia mengalami writer’s block. Kondisi dimana seseorang tidak mempunyai gagasan baru sama sekali.
Dafy bepergian melakukan kegiatan diluar kebiasaannya untuk mencari inspirasi dan ide-ide segar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seorang Seniman
“Dafy kamu kerja apa?”, tanya Klara.
Pertanyaan itu membuat Dafy tertegun untuk beberapa saat.
“Mau jawaban yang jujur atau bohong?”, Dafy balik bertanya.
“Sinting”, kata Klara.
Dafy menjawab pertanyaan Klara;
“Aku adalah seorang anggota satuan elite intelijen badan negara. Pekerjaanku sangat beresiko dan sangat dijaga kerahasiaannya. Tapi semua urusan hidupku sudah dijamin”,
“Aku tidak bekerja. Aku adalah seorang kaya raya yang mewarisi seluruh harta warisan berlimpah dari buyut-buyutku. Kekayaanku tidak akan habis dimakan hingga tiga puluh tujuh turunan”,
“Aku adalah seorang pengusaha sukses. Aku punya hotel berbintang dimana-mana. Aku punya banyak restaurant. Aku mempunyai banyak tempat hiburan malam. Aku adalah seorang bisnisman”,
“Dulunya aku adalah seseorang yang tidak punya apa-apa. Kemudian aku menemukan batu bertuah yang membuat semua usahaku menjadi lancar dan berjaya”,
“Aku adalah seorang penjahat. Pekerjaanku adalah merampok dan mencuri. Semua harta kekayaanku ini adalah hasil dari menipu”,
Klara begitu tercengang mendengar jawaban-jawaban dari Dafy. Apalagi pemilik rumah itu menjawabnya sambil berdiri dan melakukan gerakan layaknya seorang pemain drama.
“Dari kelima jawaban itu, menurutmu aku yang mana?”, tanya Dafy.
“Dasar sinting”,
“Jawabanmu itu tidak ada yang benar”,
“Semua perkataanmu tadi seperti di karangan cerita-cerita novel”, ujar Klara.
Dafy menghela nafas panjang, menahannya sepersekian detik, lalu ia menghembuskannya dengan perlahan. Kemudian ia pun menjawab;
“Tepat sekali Klara”,
“Aku adalah seorang penulis novel”, kata Dafy.
Mendengar jawaban itu,
Klara memangku tangannya. Dia mengambil waktu untuk berpikir.
Kepala bergerak-gerak pelan sambil memandang Dafy yang masih berdiri.
Klara pun bilang;
“Jangan bilang kalau kamu Dafy adalah Lisan dan Jemari”,
Klara mengucapkannya dengan perlahan.
Dafy membungkukkan badannya ke arah Klara sambil berkata;
“Kekasihku, benar aku adalah Lisan dan Jemari”.
“Akulah yang telah menulis Kau Adalah Hujan Terbaik Yang Pernah Kumiliki”, Dafy kembali tegak berdiri.
“Sebuah buku yang begitu kamu suka”,
Dafy mengatakannya seolah-olah ia adalah seorang pemeran sandiwara panggung.
Tingkah Dafy membuat perempuan itu tersenyum. Sebuah senyum yang lain.
Senyuman yang timbul dari dalam hati.
“Bagaimana kamu membuktikannya?”, tantang Klara.
Dafy mengambil “Buah-buah Candu” dan sebuah pulpen.
Ia kemudian membuka halaman depan yang terdapat signature tanda tangan “Lisan dan Jemari”.
Dan tepat di sebelah tanda tangan itu. Dengan menggunakan pena itu. Dengan satu kali gerakan yang tidak terputus.
Dafy menuliskan signature tanda tangan yang sama persis bentuk dan ukurannya, “Lisan dan Jemari”.
Tiba-tiba terjadi sesuatu kepada Klara.
Terlihat mood nya berubah. Perempuan itu berdiri dari tempat duduknya.
Klara mendekati Dafy. Menarik lengan pria tampan itu dengan kasar.
Dari ruang tamu Klara membawa Dafy masuk ke ruang tengah. Dengan dorongan yang kasar Klara melempar Dafy hingga terbaring di atas sofa yang empuk.
Klara begitu mendominasi. Menduduki Dafy yang hanya bisa sedikit memberi perlawanan.
“Please tidak usah pakai diikat-ikat”, ucap Dafy lirih.
“Aww”, Dafy mendapat sebuah tamparan manis.
*
Beberapa jam berlalu.
Mereka berdua sudah sama-sama kelelahan dengan baju-baju yang berserakan kemana-mana.
“Kenapa menjadi seorang penulis?”,
“Jangan bohong”,
“Kalau bohong aku bisa langsung tahu”, suaranya begitu lembut.
Tanya Klara yang telinganya tepat bersandar di atas detak jantung Dafy yang telanjang dada.
“Aku bisa bebas”,
“Aku bisa menjadi siapa pun”,
“Aku bisa pergi kemana saja aku mau”,
“Dan yang paling penting aku tidak perlu mendengarkan perkataan orang lain”, jawab Dafy.
“Tapi itu sangat beresiko, bagaimana seandainya kamu dengan semua tulisan-tulisanmu tidak menjadi apa-apa?”, tanya Klara kritis.
“Itu bukan masalah”,
“Seniman adalah sebuah kehidupan sehari-hari, yang artinya kebiasaan atau gaya hidup yang kami lakukan sepanjang waktu”,
“Dan kami menjalaninya karena kami bahagia dan menikmatinya”,
“Lihatlah para seniman yang dahulu”,
“Sebutlah siapa saja, Leonardo, Vincent, Ludwig”,
“Sampai sekarang karya-karya mereka masih dikenal banyak orang”,
“Tapi tidak semua orang itu tahu bagaimana seniman-seniman itu dulu waktu mereka masih hidup”,
“Tidak semua orang mencari tahu bagaimana dahulu mereka makan dan tidur”,
“Kebanyakan orang hanya tahu karya-karya mereka saja”,
“Seperti itulah hidup sebagai seorang seniman”,
“Bahkan ada yang tidak sempat menikmati hasil dari karya mereka karena pada saat karya mereka meledak para seniman itu sudah lama meninggal dunia”,
“Belum lagi mereka yang sama sekali tidak dikenal”,
“Begitulah resikonya”,
Baru kali ini Dafy yang laki-laki berbicara lebih panjang kali lebar dari pada Klara yang perempuan.
“Apa kamu takut?”,
*
“Klara, bagaimana denganmu?”,
“Kenapa kamu benar-benar mencariku?”,
Dalam pelukan hangat itu Dafy bertanya.
“Adakah yang ingin kamu katakan kepadaku?
Rambut keriting panjang itu memenuhi wajah Dafy.