Andai hanya KDRT dan sederet teror yang Mendung dapatkan setelah menolak rencana pernikahan Andika sang suami dan Yanti sang bos, Mendung masih bisa terima. Mendung bahkan tak segan menikahkan keduanya, asal Pelangi—putri semata wayang Mendung, tak diusik.
Masalahnya, tak lama setelah mengamuk Yanti karena tak terima Mendung disakiti, Pelangi justru dijebloskan ke penjara oleh Yanti atas persetujuan Andika. Padahal, selama enam tahun terakhir ketika Andika mengalami stroke, hanya Mendung dan Pelangi yang sudi mengurus sekaligus membiayai. Fatalnya, ketidakadilan yang harus ia dan bundanya dapatkan, membuat Pelangi menjadi ODGJ.
Ketika mati nyaris menjadi pilihan Mendung, Salman—selaku pria dari masa lalunya yang kini sangat sukses, datang. Selain membantu, Salman yang memperlakukan Mendung layaknya ratu, juga mengajak Mendung melanjutkan kisah mereka yang sempat kandas di masa lalu, meski kini mereka sama-sama lansia.
Masalahnya, Salman masih memiliki istri bahkan anak...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bukan Emak-Emak Biasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh Satu
Kedatangan pengacara Salman, membuat Salman makin memperhatikan Mendung. Salman mendampingi sekaligus memperjelas setiap keterangan yang Mendung berikan.
Tak butuh lama proses tersebut berlangsung. Pihak RT dilibatkan menjadi saksi. Walau adanya Salman di sana juga dijadikan aji mumpung oleh warga. Warga rela antre meminta tanda tangan sekaligus foto bareng Salman. Namun, kenyataan tersebut membuat warga mengetahui bahwa Pelangi yang kini, bukan Pelangi yang dulu. Pelangi yang menjalani kehidupan normal penuh keceriaan. Karena meski kali ini Pelangi tampak tetap ceria. Keceriaan Pelangi berbeda dan cenderung kekanak-kanakan. Selain itu, Pelangi juga jadi anti sosial dan akan mendadak tantrum.
“Si Pelangi kenapa, ya? Jadi aneh gitu!”
“Iya, ... jadi aneh gitu. Punten, ... mirip orang idi ot!”
Obrolan ibu-ibu yang bubar terakhir dari kediaman Mendung barusan, sukses menghunjam ulu hati Mendung maupun Salman yang mendengarnya. Di teras rumah Mendung, Salman menatap Mendung yang berdiri di sebelahnya penuh keresahan.
“Aku bisa memberimu tempat tinggal baru, Ndung.” Salman kembali bertutur lembut.
“Enggak, Mas. Aku akan tinggal di sini saja. Memang harus begini, takdir yang aku jalani,” yakin Mendung.
“Jika ada cara yang lebih mudah, kenapa kamu tetap memilih jalan berliku penuh dendam, Ndung? Lihat, kening kamu ungu karena luka benturan yang fatal. Tolong, biarkan aku mengobatinya,” lembut Salman.
“Cara mudah yang Mas maksud itu, cara instan, Mas. Memang Mas yang memberinya, masalahnya Mas masih terikat pernikahan. Untuk tetap bisa membantuku pun, alangkah baiknya Mas melalui perantara,” ucap Mendung.
“Untuk itu, aku sudah menyediakan seorang wanita tangkas yang juga bisa bela diri. Karena takutnya, Yanti mengirim bala rusuh untuk mengusikmu,” balas Salman.
Mendung berangsur mengangguk-angguk. “Sekali lagi, terima kasih banyak, Mas!” ucap Mendung lagi-lagi makin sungkan saja.
“Aku baru akan pergi setelah pengawal untukmu datang,” ucap Salman yang juga berdalih akan menunggu di teras. Sebab Salman yakin, Mendung tak mengizinkannya menunggu di dalam rumah mengingat kini sudah pukul delapan malam.
Kecanggungan mendadak menyita kebersamaan di sana. Karena itu juga, Mendung bergegas pamit setelah sampai menawari Salman kopi hitam. Salman mau kopi hitam buatan Mendung. Lebih tepatnya, semua yang berkaitan dengan Mendung, bahkan itu luka dan masalah sekalipun, Salman mau. Malahan andai bisa dan memang boleh, Salman justru lebih senang andai semua luka maupun masalah untuk Mendung, semua itu diberikan saja kepada dirinya. Asal Mendung tak merasakan luka dan tak lagi memiliki masalah, Salman ikhlas.
Sekitar tujuh menit kemudian, Mendung kembali sembari membawa secangkir kopi hitam panas yang juga sangat wangi. Meski Mendung belum bersuara, Salman sudah langsung balik badan menyambutnya bertabur senyuman. Di tengah tatapannya yang lagi-lagi mengawasi Mendung, ulahnya itu malah membuat Mendung makin canggung saja kepadanya.
“Mas kok ngrokoknya non stop? Memangnya Mas enggak kasihan ke diri Mas? Kasihan paru-paru Mas. Apalagi Mas sudah bukan anak muda. Semua yang Mas punya, enggak mungkin bikin Mas bisa beli nyawa cadangan, Mas. Mulai dan biasakan hidup sehat,” ucap Mendung sambil menaruh segelas kopi hitamnya di meja persegi berbahan kayu yang ada di teras rumah sebelah kanannya.
Apa yang Mendung katakan langsung membuat hati seorang Salman luluh. Salman membuang ro kok yang masih tersisa nyaris setengah, ke halaman rumah Mendung.
Diam-diam, Mendung yang mengawasi Salman juga menuntut lebih. “Mau berhenti beneran dan pelan-pelan stop, apa cuma tobat sambal, Mas?” tanya Mendung sembari tetap berdiri di sebelah meja ia menaruh secangkir kopi.
Jarak Mendung dan Salman, tak kurang dari tiga meter. Setelah membuang rokoknya yang masih menyala, Salman menatap Mendung penuh keteduhan. “Buat kamu, ... aku janji bakalan berhenti mer okok.”
“Jangan buat aku, Mas. Tolong buat Mas dulu!” sergah Mendung yang meski terdengar marah, tetapi juga cenderung khawatir.
Salman menunduk loyo dan terlihat jadi tidak bersemangat. Keadaan tersebut membuat Mendung yakin, bahwa kali ini, Salman tak akan mau mendengarkannya. Perubahan yang Salman lakukan masih serba karena sekaligus untuknya.
“Jadi, kalau enggak bareng aku, Mas tetap akan merok ok?” ucap Mendung.
“Enggak begitu juga. Aku bakalan belajar stop total, sambil terus nunggu kamu siap nikah sama aku,” ucap Salman memelas.
Kembali disinggung menikah membuat Mendung kembali gugup sekaligus bingung.
“Aku percaya, kita memang jodoh, Ndung. Aku menikah karena saat itu, wanita yang sekarang menjadi istriku nyaris bunu h diri!” yakin Salman.
Ada keterkejutan yang detik itu juga tampak di wajah Mendung. Hanya saja, histerisnya Melati dari dalam rumah, membuat kedua sejoli itu apalagi Mendung, kalang kabut.
Di dalam rumah, Pelangi terus histeris hanya karena tak sengaja menemukan bingkai foto di dalam laci lemari kamarnya. Foto tersebut berisi foto wisuda Pelangi saat SMA. Dalam foto tersebut, Pelangi tak sendiri. Sebab Pelangi juga sampai diapit oleh Mendung maupun Andika yang duduk di kursi roda. Namun dari sosok yang ada di foto, alasan Pelangi histeris justru Andika.
“Pergi ... pergiiii!” Pelangi jongkok nyaris tiarap. Kedua tangannya menekap kuat-kuat kedua matanya.
Segera, Mendung memungut bingkai foto yang ia sendiri tidak tahu, bahwa sang putri sampai membuatnya. Karena di dalam rumah mereka saja, nyaris tidak ada foto keluarga apalagi yang sampai dibingkai.
“Ngiie ... Ngiee ... udah dibuang. Fotonya sudah dibuang! Sini ... sini ... sini sama Pakde!” lembut Salman berusaha menenangkan Pelangi.
Salman memeluk Pelangi. Pelangi yang paham dengan aroma tubuh maupun sentuhan Salman, buru-buru membalas. Namun, Pelangi tetap membenamkan wajahnya di dada Salman.
Sementara itu, Mendung sengaja memecahkan bingkainya di tong pembakaran dengan rumah. Tong tempat dirinya sempat membakar pakaian maupun barang-barang Andika. Namun karena kali ini tak ada api untuk membakar, Mendung sengaja merobek foto yang ia pungut, menjadi bagian paling kecil.
Tak lama kemudian, Mendung kembali masuk. Mendung memergoki Pelangi yang masih gemetaran sambil memeluk Salman. Sampai detik ini Mendung masih tak menyangka, bahwa sekadar melihat foto Andika saja, Pelangi sampai sangat ketakutan.
“Jika bukan hari besok, berarti lusa kita ke psikiater. Mental Pelangi harus diobati. Sementara untuk surat gugatan perceraian dari kamu, sepertinya lusa, hasilnya juga sudah keluar. Nanti aku minta polisi buat kirim ke alamat terbaru Andika. Harusnya jika bukan tinggal di ruko, berarti mereka sewa tempat tinggal baru. Karena memang, merek sudah tidak punya rumah cadangan lagi,” ucap Salman sambil tetap menepuk-nepuk pelan punggung Pelangi. Sampai detik ini, putri dari wanita yang sangat ia cintai itu, masih memeluknya sangat erat.
“Sementara untuk ajang balas dendam kamu kepada Yanti, besok juga kamu bisa melakukannya. Semua yang kamu perlukan, besok akan aku bawa ke sini!” tambah Salman dan menjadi kelegaan tersendiri bagi Mendung.
Tak bisa Mendung pungkiri, kabar balas dendamnya kepada Yanti secara pribadi lah, yang sangat Mendung tunggu-tunggu untuk terjadi.
(Ramaikan ya. Aku OTW ngetik lanjutannya ❤️)