SIPNOSIS:
Kenneth Bernardo adalah pria sederhana yang terjebak dalam ambisi istrinya, Agnes Cleopatra. demi memenuhi gaya hidupnya yang boros, Agnes menjual Kenneth kepada sahabatnya bernama, Alexa Shannove. wanita kaya raya yang rela membeli 'stastus' suami orang demi keuntungan.
Bagi Agnes, Kenneth adalah suami yang gagal memenuhi tuntutan hidupnya yang serba mewah, ia tidak mau hidup miskin ditengah marak nya kota Brasil, São Paulo. sementara Alexa memanfaatkan kesempatan itu untuk mendapatkan suami demi memenuhi syarat warisan sang kakek.
Namun, kenyataan tak berjalan seperti yang Agnes bayangkan, setelah kehilangan suaminya. ia juga harus menghadapi kehancuran hidupnya sendiri-dihina orang sekitarnya, ditinggalkan kekasih gelapnya uang nya habis di garap selingkuhan nya yang pergi entah kemana, ia kembali jatuh miskin. sementara Alexa yang memiliki segalanya, justru semakin dipuja sebagai wanita yang anggun dan sukses dalam mencari pasangan hidup.
Kehidupan Baru Kenneth bersama Alexa perlahan memulihkan luka hati nya, sementara Agnes diliputi rasa marah dan iri merancang balas dendam, Agnes bertekad merebut kembali Kenneth bukan karena haus cinta tetapi ingin menghancurkan kebahagiaan Alexa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon adelita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permainan Cinta dan Ambisi
Sebuah Villa megah dipedalaman Hacienda Oscura. Villa tua bergaya Kolonial di kawasan terpepencil San Miguel, Mexico. tempat itu berdiri diatas bukit tandus dengan pemandangan lembah yang sepi. meski bangunan itu terlihat seperti warisan kuno, seluruh interiornya dilengkapi teknologi modern, mencerminkan kekayaan dan kekuasaan keluarga Graham.
Alexa Shavonne Graham turun dari mobil hitam yang membawa dirinya ke halaman Hacienda Oscura. langkahnya mantap meski dalam hati ia menyimpan rasa enggan. matahari sore yang terik membuat hawa disekitar semakin panas, tapi bukan itu yang membuat darah Alexa mendidih-melainkan undangan mendadak dari kakeknya, Carlson Leaman Graham, yang katanya ingin berbicara hal penting.
Saat melangkah kedalam Villa, Alexa disambut oleh pelayan tua yang membawanya langsung keruang kerja Carlson. diruangan itu, Lelaki tua itu duduk dengan santai dikursinya mengenakan setelan linen putih yang membuatnya tampak seperti bangsawan. tidak ada tanda-tanda orang sakit-kulitnya segar, wajahnya berseri, dan cerutunya menyala terang dijemarinya.
" Kau kelihatan sehat, kakek. apa kau sengaja membohongiku hanya untuk membuatku datang jauh-jauh kesini?" Alexa langsung menyerang tanpa basa-basi.
" Kenap harus aku yang datang kesini? kau tahu aku begitu banyak urusan. " ujar Alexa kembali tersirat dingin tapi penuh wibawa.
Carlson tertawa pelan, suaranya berat tapi penuh ironi." Alexa, tidak bisakah kau percaya bahwa aku hanya ingin melihat cucu kesayanganku?karena aku sedang sekarat dan aku ingin memastikan sebelum aku pergi warisan ku tidak jatuh ketangan yang salah. "
Alexa mendengus, matanya menyipit curiga. " Kesayanagn? aku tidak ingat kapan terakhir kali kau bersikap seperti itu padaku."
" Duduklah dulu, ada yang ingin Kakek bicarakan padamu." lirikan matanya bagaikan perintah yang harus Alexa turuti.
Mereka saling berhadapan dalam tatapan dingin dan sikap yang saling dominan, Carlson menggeser sebuah dokumen ke arah Alexa diatas meja.
" Dengar baik-baik, aku mungkin tidak akan ada selamanya. sebelum waktu ku habis, aku inign memastikan bahwa warisan keluarga ini jatuh ketangan yang tepat." ucap Carlson menghisap cerutunya dalam-dalam menatap cucu perempuannya.
Alexa mendengus kecil, tapi ekspresinya berubah ketika Carlson menambhkan.
" Ada satu syarat sebelum semua ini menjadi milikmu, kau harus menikah ku beri waktu dalam satu bulan."
Alexa langsung meledak. " Pernikahan? kau bercanda kan? aku tidak butuh seorang suami untuk menjalankan semua ini. aku bisa melakukan sendiri. apa kau pikir aku perempuan lemah yang harus bergantung hidup pada pria untuk bertahan hidup?"
Carlson menyalakan kembali cerutunya, asapnya membunbung ke udara. ia tersenyum dingin melontarkan satu kalimat yang menusuk. " Semua yang kau miliki sekarang berasal dari nama keluargamu, Alexa. jangan pura-pura tidak tahu dari mana kekuatamu berasal. ini tentang kelangsungan nama keluarga. satu bulan, jika kau tidak menemukan suami dalam waktu itu, warisan ini akan jatuh ke tangan orang lain."
" Siapa? sepupu-sepupu tiriku? atau anak kesayangan Kakek yang tidak berguna itu? yang tidak bisa menguru hidup mereka sendiri."
Carlson tidak menjawab, hanya menatap dengan tatapan dingin yang membuat Alexa langsung terdiam. tetapi kemarahan jelas terlihat dia tahu melawan kakeknya bukan perkara mudah. di sisi lain, dia juga sadar bahwa warisan itu terlalu penting untuk dilepaskan, tetutama jika jatuh ke tangan rivl keluarga nya.
Dengan kemarahan yang mulai membakar dada nya, Alexa berdiri. " Aku tidak akan mengikuti permainan mu, Kakek. "
Namun, sebelum Alexa sempat meninggalkan ruangan, Calrson berkata dengan nada rendah.
"Aku sudah punya calon untukmu seseorang yang bisa membuat hidupmu berubah. " ucap Carlson.
" Aku tidak butuh, saran darimu. aku bisa mencari sendiri seseorang yang layak untuk ku. " ucap Alexa tanpa menoleh sedikitpun menatap Carlson ia meneruskan langkah kakinya sampai diambang pintu Carlson kembali berkata.
" Kau akan melakukannya, Alexa. karena aku tahu bagiamana memaksa mu untuk tidak menolak. " ucap Carlson yang semakin samar saat Alexa melangkah kan kakinya keluar ruangan tanpa mendengar ocehan Carlson yang semakin tidak masuk akal.
Sepanjang langkahnya, Alexa menggerutu dan mendumel. " Aku berharapa dia cepat mati dan dikubur di bawah tanah."
Alexa melangkah lebar menuju mobilnya yang sudah tersedia didepan pintu masuk rumah utama dan menghilang ditelan jalanan yang ditumbuhi pepohonan lebat disisi kanan dan kiri, Carlson memandang jendela menatap kepergian cucu perempuan nya dari ruangan nya di lantai 4.
...────୨ৎ────...
Sebuah kamar hotel mewah dilantai lima, penuh kemewahan namun dingin, dengan suasana yang terasa penuh rahasia.
Agnes Cleopatra, melangkah masuk ke kamar beruliskan angka 1507, suara langkah hak tingginya menggema dilantai marmer. dia menemukan Rery Gerffey sedang berdiri didekt minibar, menuangkan minuman ke dua gelas kristal. lelaki itu tampak santai dengan kemeja putih yang lengannya digulung hingga siku, tetapi soro matanya tajam menyambut kehadiran Agnes tersenyum sinis memandangnya.
" Kau datang lebih cepat dari biasanya. " ujar Rery, menyerahkan segelas Coktail padanya.
Agnes menerima gelas itu tanpa berkata apa-apa. dia berjalan menuju sofa besar di tengah ruangan, duduk dengan anggun, lalu mengangkat alis sambil memanang Rery.
" Apa kau benar-benar berpikir aku akan menolak undanganmu?"
Rery tersenyum miring, mendekat dan duduk disampingnya. " Kau memang tak pernah bisa menolak aku."
Agnes tertawa ekcil, tapi matanya menyiratkan sesuatu yang berbeda, keletihanm kebosanan atau mungkin rasa takut yang tak ingin ia akui. " Aku bosa di rumah, suamiku semakin menyedihkan setiap harinya. dia bahkan tidak bisa memenuhi satu permintaku tanpa mengeluh. "
Rery mengangkat gelasnya, menyesap anggurnya perlahan sebelum menjawab. " Mungkin kau salah memilih suami. tapi aku tidak menyalahkanmu. kau hanya ingin hidup nyaman dan itu bukan dosa. "
Agnes menyipitkan matanya, ekspresi wajahnya berubah serius." Hentikan omong kosong itu, Rery. aku disini bukan untuk medengar ceramahmu."
Rery tertawa kecil, meletakkan gelasnya, lalu mendekat hingga jaraknya hanya beberapa inci dari Agnes. " Kau benar, aku disini untuk sesuatu yang lain."
Namun, sebelum Rery sempat menyentuhnya, pintu kamar mandi dibelakang mereka terbuka, dan seorang wanita muda keluar-Veanna Caroline.
Agnes tertegun, matanya melebar saat Veanna, dengan pakaian sederhana namun terlihat anggun, berjalan menuju minibar tanpa berkata sepatah kata apapun.
" Siapa dia?" tanya Agnes dengan nada dingin, meski jelas ada nada kecurigaan.
Rery tersenyum tipis, berdiri dari sofa. " Dia...... teman, aku pikir kau tidak keberatan berbagi sedikit, Agnes. bukankah kita semua butuh Variasi? "
Wajah Agnes memerah, entah karena marah atau terhina. namun, dia tahu lebih baik dari pada membuat keributan di tempat seperti ini. dia menggenggam erat gelas anggurnya mencoba menjaga ketenangan.
...────୨ৎ────...
DI SISI LAIN.
Malam itu, hujan turun dengan derasnya, menggenangi jalan-jalan diluar dan menciptkan suara gemuruh yang mengiringi kilatan petir yang menyambar langit. didalam bengkel yang sempit dan penuh dengan aroma oli dan besi, Kenneth bekerja dengan keras. suasan suram di luar seakan tidak memengaruhi fokusnya. hanya suara dentingan alat yang dipakai dan mesin yang berdengung memenuhi ruangan.
Pakaian kerja Kenneth sudah basah kuyup oleh keringat, tubuhnya yang kekar tampak terbungkus dalam baju kotor yang penuh dengan noda oli hitam. ia tidak menghiraukan betapa kotor dan lengketnya tubuhnya, atau bagaimana sisa-sisa minyak dan keringat mengalir diwajahnya yang tegang. yang ada dalam pikirannya adalah satu hal.
Menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai, mesin rusak yang harus diperbaiki, dan uang yang didapatkan dari pekerjaan ini akan digunakan untuk membayar tagihan milik istri nya yang semakin menumpuk.
Tangan Kenneth bergerak cepat, memutar alat-alat dengan keterampilan yang sudah terbentuk selama bertahun-tahun bekerja dibengkel ini. ia terbiasa dengan segala jenis kotoran dan bau bahkan sudah tiba bisa membedakan lagi antara keringat dan oli yang menempel pada bajunya.
Diluar sana, hujan semakin deras dan petir terus menyambar dengan keras, namun Kenneth tidak perduli. tubuhnya lelah namun pikirannya tetap terfokus pada pekerjaan yang ada didepannya. pekerjaan yang ia lakukan tak pernah berakhir. tak perduli seberapa keras ia bekerja, tak pernah ada kata cukup untuk memenuhi kebutuhan istrinya.
Tapi, ditengah kegelisahan itu, wajah Agnes muncul dalam benaknya. wanita yang seharusnya menunggu dirumah setelah ia bekerja keras sepanjang hari. wanita yang seharusnya menghargai setiap usaha yang ia berikan. namun kenyataan nya jauh berbeda.
Dirumah yang gelap dan sunyi, Agnes tidak pernah menunggu. ia tidak pernah duduk diruang tamu yang seharusny mereka nikmati berdya setelah hari yang melelahkan.
Tanpa Kenneth ketahui, wanita itu bersama dengan orang lain. pria yang sudah beberapa kali mencuri perhatian Agnes tanpa sepengetahuan Kenneth.
DI hotel mewah, jauh dari pandangan Kenneth, Agnes sedang berbicara dengan Rery sambil tertawa, ia melepaskan segala kekhawatirn menikmati perhatian yang selama ini ia cari dari Kenneth yang selalu sibuk bekerja. wajahnyha yang semula cerah saat berada bersama Kenneth kini terlihat begitu bebas dan penuh kebahagiaan, meski itu hanya sesaat.
Agnes tidak memikirkan Keneth yang kini terbaring lelah dibengkel. ia tidak memikirkan bagaimana tubuh Kenneth yang penuh kotoran, berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Reru dengan segala pesonanya, menggoda Agnes dengan kata-kata manis dan perhatian yang tidak ia dapatkan dari Kenneth. suasana kamar hotel itu hangat dan jauh berbeda dengan dinginnya bengkel tempat Kenneth terjebak.
Agnes menikmati setiap detik yang berlalu, sementara Kenneth hanya bisa bertahan dengan kegelisahan dan terus bekerja dengan tubuh yang semakin lelah mencoba menahan rasa sakit ditubuhnya.
Dia tahu pernikahannya dengan Agnes semakin terasa asing. namun ia tetap berjuang berharap suatu hari ia akan mendapatkan pengakuan atas kerja kerasnya dan kebahagiaan akan datang padanya.