Aqilla adalah satu satunya anak perempuan dari pasangan teguh dan Miranti. Tapi meskipun perempuan semata wayang tidak membuat ia menjadi anak kesayangan. Aqilla tidak terlalu pintar dibandingkan dengan Abang dan adikanya yang membuat ia di benci oleh sang ibu. selain itu ibunya juga memiliki trauma di masa lalu yang semakin membuat nya benci kepada Aqilla. akan kan suatu hari nanti Aqilla bisa meluluhkan hati sang ibu dan sembuh dari trauma nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
"Dari mana aja kamu jam segini baru pulang? Trus ini apa maksudnya, baju kamu kemana sampai pakai kaus cowok? Kamu habis main sama temen cowok kamu,iyaa?! JAWAB AQILLA!!" Miranti langsung mengintrogasi Aqilla begitu ia melangkahkan kaki ke dalam rumah.
Pandangannya tajam seolah akan menguliti Aqilla hidup-hidup. Nyali Aqilla ciut tak berani melihat ke arah lawan bicaranya. Aqilla memainkan jarinya, ia gugup sekaligus takut. Jantung nya berdegup kencang seperti akan melompat dari tempatnya.Jawaban apa yang harus di berikan pada sang mama sekarang.
"Owhh jadi kamu udah berani melanggar perintah. Sudah berapa kali mama bilang kalau sudah waktunya pulang itu langsung pulang, bukannya keluyuran. Mau jadi wanita murahan kamu main ke rumah cowok sampai pake bajunya segala. jangan bilang kalau ini baju anak ingusan yang sempat tertangkap basah bareng kamu itu,iya Aqill?!
KAMU PUNYA MULUT GAK SIH, KALAU DI TANYA ITU DI JAWAB BUKANNYA DIAM KAYAK ORANG BISU!!" bentak Miranti.
Tangan kanannya meremas pipi Aqilla kasar membuatnya mendongak, lalu dengan kasar di hempaskannya hingga membuat wajah Aqila tertoleh ke samping. Dengan terbata Aqilla mulai menceritakan dengan detail kejadian yang menimpanya di sekolah tadi. Namun,bukannya kasihan pada sang anak yang terkena bully. Miranti malah tertawa sumbang seolah Aqilla pantas mendapatkan perlakuan seperti itu.
"maaf ma, Aqilla janji gak akan ulangi kesalahan ini lagi. Aqilla pasti akan pulang tepat waktu. Aqilla mohon ma, kali ini aja jangan hukum Aqilla."ucapnya seraya hendak meraih tangan Miranti, namun dengan kasar di hempaskan oleh Miranti.
"Halah itu pasti cerita karangan kamu doang kan, biar mama iba terus gak hukum kamu ya kan?! Atau jangan-jangan selama mama gak di rumah kamu bebas pulang jam berapa aja terus main sama cowok itu Sampek malam, hah?! Mau jadi apa kamu kupu-kupu malam?!" tuduh Miranti tak terima dengan alasan yang di berikan Aqilla.
Aqilla terkejut mendengar tuduhan dari ibu kandungnya sendiri. Seorang ibu di luar sana pasti akan sangat marah jika anaknya mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan di sekolah. Tapi sepertinya itu tidak berlaku bagi Miranti, ia malah dengan tega menuduh Aqilla tanpa menghiraukan perasaan anaknya.
"eng..enggak ma. Semua yang Aqilla ceritain itu benar. Kalau bukan karena mereka, Aqilla juga pasti udah pulang dari tadi. Dan selama mama gak di rumah juga Aqilla gak pernah pergi kemanapun ma. Aqilla berani bersumpah ma, tolong ma.. Sekali aja mama percaya sama Aqilla" Aqilla berucap dengan mata yang berkaca-kaca berharap Miranti percaya dan tidak lagi menghukum nya.
"Kamu camkan sekali lagi yaa Aqilla. kamu itu anak haram yang gak akan pernah aku anggap. Apalagi omongan mu itu, semua yang keluar dari mulut kamu itu gak ada artinya dan gak akan bisa buat aku percaya. Jadi lebih baik kamu ikut aku sebelum ku tarik paksa" jawab Miranti dengan ketus.
Miranti berjalan lebih dulu menuju gudang, dimana tempat yang sudah sangat familiar bagi Aqilla. Tempat yang menjadi saksi bisu perlakuan kasar Miranti dan suara rintihan menyayat hati dari bibir Aqilla.
Aqilla termenung, menatap nanan punggung sang ibu dadi belakang. Segitu tak berartinya kah Aqilla di mata Miranti. Saat ini yang Aqilla butuhkan adalah pelukan dan sebuah penyemangat dari ibunya, bukan penyiksaan lagi. Ia juga ingin di dengar, menceritakan kejadian yang di laluinya di sekolah. Tapi itu hanyalah angan belaka bagi Aqilla. Ia sadar diri statusnya itu apa, mungkin sampai mati pun Miranti tidak akan menganggap nya ada.
Dan disinilah mereka berdua, di dalam sebuah ruangan yang penuh debu dan barang-barang tak terpakai. Miranti celingukan mencari penggaris panjang yang selalu digunakan nya untuk memukuli Aqilla. Namun benda itu tidak ada.
"Mama cari ini? Kesalahan apa lagi yang di buat kak qilla sampai mama harus menghukum dia setiap saat? " ujar Alvaro yang sudah berada di ambang pintu.
"Varo kembalikan itu ke mamah. Kamu jangan ikut campur ini urusan mama sama kakak kamu. Dan dia sudah berbuat kesalahan jadi harus di hukum. Cepat kembalikan sayang" ucap Miranti membujuk Alvaro.
"Kalau gitu hukum aku juga ma!! Kenapa selalu kak Aqilla yang mama hukum. Kurang berbakti apa kakak sama mama. Kurang nurut apa dia selama ini ma? kalau mama hukum kak qilla maka hukum aku juga. Aku sering pulang telat, main gak tau waktu, nilai ulangan ku juga jelek dan aku pantas di hukum. AYO MA PUKUL AKU JUGA!! " teriak Alvaro tak terima dengan perlakuan Miranti yang menurut nya sudah keterlaluan.
"ALVARO!! JANGAN BENTAK MAMA!! KAMU INI BEDA SAMA DIA DAN KAMU GAK USAH IKUT CAMPUR!! KEMBALIKAN PENGGARIS ITU DAN SEGERA MASUK KAMAR!!" bentak Miranti yang mulai naik pitam.
Aqilla terpaku menyaksikan dua orang yang saling beradu mulut di depannya saat ini. Suasana menjadi mendadak tegang.Dalam hati Aqilla berucap syukur karena Alvaro datang dan menjadi penyelamat buatnya. Ia sangat bangga dengan adik kecilnya itu. Namun disisi lain ia juga tak mau Alvaro terkena imbas juga, ia takut jika Miranti akan menghukumnya juga.
Dengan gampangnya Alvaro mematahkan penggaris kayu milik Miranti hingga menjadi beberapa bagian kecil. Miranti melotot melihat aksi anak bungsunya itu.
"Apa apaan kamu ini varo, udah berani kamu ngelawan mama juga?! Otak kamu kayak nya udah di racunin sama dia. Atau kamu mau di hukum juga kayak Aqilla?!" ucap Miranti.
"Silahkan!! Alvaro gak takut sama ancaman mama. Apa pun akan Alvaro lakuin demi melindungi kak Aqilla. Alvaro udah tau semuanya,mungkin mama bisa kecewa sama takdir mama di masa lalu. Tapi bukan berarti mama bisa berbuat sesuka hati kayak gini sama kak qilla. Ingat ma, gimana pun juga kak qilla tetap anak mama yang lahir dari rahim mama dengan penuh perjuangan. Jangan bedain dia sama kami ma, dia tetap saudara kami".
Ucapan Alvaro membuat Miranti sedikit tertampar. Bagaimana bisa anak seusia Alvaro berucap sangat bijak di bandingkan dirinya. Namun, kebencian itu sudah mendarah daging menguasai hati dan pikiran Miranti. Perkataan Alvaro belum cukup untuk melunakkan hatinya. Miranti meremas rambutnya kasar dan menghela nafas kuat. Ia tak mau berdebat lebih panjang lagi dengan anak bungsunya itu. Lantas dengan emosi yang masih belum reda, ia meninggalkan kakak beradik itu begitu saja.
Setelah Miranti tak tampak lagi, Alvaro segera menghampiri Aqilla yang masih diam mematung. Ia syok melihat Alvaro begitu berani melawan Miranti.
" kak qilla gak papa kan? Ada yang sakit atau tadi sempat di apa-apain sama mama"tanya Alvaro. Ia membolak-balikkan badan Aqilla meneliti seluruh badan aqilla yang barangkali terdapat luka.
Aqilla terkekeh melihat tingkah adiknya itu. Sangat berbanding terbalik dengan Adnan yang tak perduli dengannya.
"kakak gak papa kok, gak ada yang luka juga. Kamu tuh lebay tauk. Tapi lain kali kamu gak boleh gitu yaa. Kakak tau kamu khawatir sama kakak, makasih banget udah belain kakak. Tapi kasian mama juga, kamu bentak tadi pasti mama kecewa" ucap Aqilla.
"kak, hati kak qilla tuh terbuat dari apa sih baik banget. Sudah jelas mama jahat sama kakak, gak pernah anggap kakak kayak anaknya sendiri tapi kak qilla masih aja mikirin perasaan mama. Kalau jadi aku mendingan aku kabur aja dari rumah, buat apa coba bikin sakit hati aja"sungut Alvaro. Aqilla tersenyum maklum dengan omongan Alvaro.
"Dek, sejahat apa pun mama ke kita. Beliau tetap ibu kandung yang harus kita hormati dan hargai. Surga kita ada di telapak kakinya, dengan kita ngelawan itu udah buat kita jadi anak durhaka. Kakak ngerti kok sama apa yang mama rasain. Masa lalu mama pasti lebih berat dari apa yang kakak terima sekarang. Dan kakak juga yakin kalau suatu saat mama pasti akan berubah dan sayang sama kakak,percaya deh." jelas Aqilla.
"Yaudah terserah kak qilla aja deh malas debat. Mendingan kita makan yuk, lapar banget nih belum makan. Udah lama juga kita gak makan bareng. Kakak tenang aja pasti mama gak akan marahin kak qilla lagi. Kan ada aku" ucap Alvaro membanggakan diri.
Keduanya berjalan beriringan menuju meja makan. Sementara Miranti seperti orang kerasukan di kamarnya karena tak dapat melampiaskan nya ke Aqilla.Ia membanting dan melemparkan semua benda yang ada didekatnya. Kamar nya sudah seperti kapal pecah, pecahan kaca berserak di mana-mana. Bantal dan sprei serta selimut sudah berhamburan di lantai.
Setelah lelah, ia pun terduduk di lantai memeluk lututnya hingga sebatas dada.Tangannya meraih sebuah figura berisi fotonya dan teguh dengan pakaian pernikahan mereka.
"Mas teguh, aku kangen kamu. Aku gak kuat hadapi ini sendirian. cuma kamu yang bisa ngertiin aku mas. Aku takut, aku mau ikut kamu aja mas" ucap Miranti. Sorot matanya begitu sendu memandangi foto almarhum suaminya.