Pernikahan Arika dan Arian adalah pernikahan yang di idam-idamkan sebagian pasangan.
Arika begitu diratukan oleh suaminya, begitupun dengan Arian mendapatkan seorang istri seperti Arika yang mengurusnya begitu baik.
Namun, apakah pernikahan mereka akan bertahan saat sahabat Arika masuk ke tengah-tengah pernikahan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon skyl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~Part 21 ~Hanya ada dua pilihan~
Keadaan Arika belum terlalu baik tetapi dia meminta untuk pulang saja. Sewaktu-waktu wanita itu mengalami depresi dan pingsan membuat dokter akan sering datang mengunjunginya.
Tidak ada lagi wajah ceria, hanya ada wajah datar dan pucat yang selalu murung.
Arian hanya mampu melihatnya dari kejauhan. Sebab jika ia mendekat Arika akan mengamuk dan berujung wanita itu pingsan lagi.
Udah beberapa kali Arika meminta untuk pergi, tetapi Arian terus melarangnya dan menguncinya dalam kamar.
Wanita itu menatap keluar jendela kamar. Hembusan angin mengenai wajahnya yang cantik.
Arian berjalan pelan dan menaroh nampan berisi makanan di meja.
"Kamu makan dulu, Rik. Dari tadi kamu belum makan, sayang. Mas udah buatin makanan kesukaan kamu."
"Aku cuma mau pergi, aku mau pisah."
"Mas tidak akan menuruti keinginan bodoh kamu itu."
"Keinginan bodoh? Ini keinginan yang tepat, kita pisah dan kamu akan hidup dengan bahagia bersama keluarga kecilmu."
"Kita yang akan membentuk keluarga kecil itu, Arika."
"Sudah hancur, mas." Arika menoleh dengan wajah datar penuh air mata. Ia mengusap air matanya.
Ia menghembuskan napas panjang. Ia akan berbicara dengan nada tenang, berharap Arian mengizinkannya pergi. Ia tak bisa pergi dari sana, sebab Arian menguncinya seharian di kamar.
"Kita pisah, ya mas?" bujuk Arika. "Kamu enggak bisa memaksa kehendak dan menyatuhkan kaca yang sudah pecah berkeping-keping. Semuanya sudah tak bisa balik, dan jalan keluarnya adalah membersihkan kaca itu dan menggantikannya dengan kaca lain. Seperti hubungan kita, sudah tak bisa dibentuk lagi dan kita harus memulai hidup baru masing-masing."
Arian menggeleng. Lelaki itu sangat egois, dia tidak ingin Arika pergi dari hidupnya padahal dialah penyebabnya.
"Aku sangat mempercayaimu, mas. Aku lebih mempercayaimu lebih dari diriku sendiri, tapi kamu sudah menghancurkannya dengan banyaknya kebohongan yang kamu berikan."
"Pertama kamu menikahiku hanya karena balas dendam atas perbuatan kak Aris yang menyebabkan kakak angkatmu bunuh diri sebab kak Aris tak ingin bertanggung jawab, aku tau itu mas dari dulu, Ema yang memberitahuku, kalian juga adalah mantan kekasihkan? Tapi aku berpikir dendammu itu sudah terkubur dan kamu dan Ema sudah tak menjalin hubungan, tapi ternyata aku salah. Kalian malah menusukku dari belakang, keluarga, sahabat dan suami yang ku cintai tega menghancurkan ku dengan perlahan."
"Menikah tanpa seizin ku sehingga menghasilkan janin. Yang ku permasalahkan, kenapa harus sahabatku mas?" tanya Arika. "Aku pernah memintamu untuk menikah lagi, tapi bukan bersama sahabatku sendiri sebab itu membuatku sangat sakit. Dan kamu bahkan menyembunyikannya sangat rapi."
Arika menghela napas panjang sebelum berucap kembali. Ia melipat kedua tangannya di depan wajah.
Dan perlahan berlutut di depan Arian membuat lelaki itu tersentak kaget.
"Aku meminta maaf sebesar-besarnya kepada, mas. Atas perbuatan kakakku dahulu, tapi aku mohon sudahi balas dendam mas. Ini sudah lebih dari sakit, mas." Arika menangis. "Ayo lepaskan aku, biarkan aku hidup bebas. Akhiri balas dendam kamu, mas. Ini sudah sangat menyakitiku, kamu sudah menghancurkan Arika seorang wanita yang sangat mencintaimu. Lepaskan aku, mas. Aku tersiksa mas."
Arian terdiam, ia ikut duduk dan langsung memeluk tubuh rapuh itu.
"Baiklah, sayang. Mas akan melepaskanmu, mas akan membiarkanmu pergi untuk menenangkan dirimu. Aku akan menjauh darimu, tapi tidak untuk bercerai sampai kapan pun, tidak ada perceraian."
"Percuma aku pergi, mas. Jika kita tidak cerai, itu sama saja aku masih berada dalam hubungan sakit ini, aku ingin memutuskan semuanya. Dan aku meminta sahkan Ema jadi istrimu, ingat dia mengandung anak kamu, mas. Anak yang kamu sudah tunggu-tunggu, walaupun anak itu tak lahir dari rahimku." Arika mengusap air mata Arian. "Kita cerai, ya? Demi kedamaian kita."
"Kita masih bisa jadi teman."
Arian menggeleng, dia mengenggam tangan Arika.
"Tidak, mas tidak akan menceraikanmu. Mas menikahi Ema hanya keinginan Oma, aku tidak mencintainya lagi, Arika. Mas cuma mencintaimu. Mas akan menceraikan Ema setelah dia melahirkan dan kita perbaiki hubungan kita."
Arika menggeleng, walaupun dia dikhianati oleh sahabatnya. Arika tidak ingin menyakitinya lagi, menurutnya memperbaiki hubungan yang sudah benar-benar hancur endingnya akan tetap saja.
"Jangan, mas. Pernikahan bukan mainan yang seenaknya kamu putuskan. Ema juga seorang wanita, dia cinta pertamamu kembali lah ke dia, dia sangat mencintaimu, ingat di sana ada anak kamu. Dia bisa memberimu anak, sedangkan aku tidak."
"Pokoknya tidak! Aku cuma mengizinkanmu pergi untuk menenangkan diri bukan untuk bercerai, terima atau tidak ada tawaran sekali pun." Arian berdiri dan tetap pada penderiannya.
Arika menghela napas panjang. Lelakinya itu sangat egois, keras kepala dan keinginannya harus dituruti.
"Baiklah, mas."
"Sampe kapan kamu menenangkan diri, Arika?"
"Sampai rasa sakit hatiku sembuh."
"Kapan?"
"Entah mas. Seminggu pun jika membaik aku akan kembali, tapi sebaliknya pun jika berbulan, bertahun-tahun jika belum membaik aku belum bisa kembali."
"Mana bisa begitu, Arika."
"Itu perjanjian kita, mas. Kita bercerai aku akan tetap berada di lingkunganmu, atau tidak bercerai tapi aku ingin menenangkan diri sampai keadaanku membaik. Seperti dirimu, hanya ada dua pilihan."
Arian memejamkan matanya, pilihan begitu sulit baginya.
"Baiklah aku mengizinkanmu pergi tapi tidak ada perceraian. Tapi mas ingin meminta permintaan sekali lagi sebelum kamu pergi, boleh?"
"Katakan."
"Mas ingin malam ini kita tidur satu ranjang, menghabiskan sisa waktu sebelum berpisah."
Arika terdiam sesaat, ia sudah merasa canggung jika bersama dengan lelaki itu, tapi ia akan menyetujuinya sebab besok ia juga akan pergi.
"Baiklah. Aku akan menuruti permintaanmu, mas."
Arian tersenyum dan langsung memeluk tubuh Arika begitu erat, berharap hari ini akan lambat untuk berjalan agar ia bisa menghabiskan waktu banyak dengan istrinya.
"Kamu makan dulu, ya."
Arika mengangguk, ada rasa kelegaan sedikit dalam hatinya walaupun rasa sakit yang begitu besar tida akan hilang secepat itu.
Arian menyuapi Arika, dan Arika menerima suapan terakhir itu sebelum mereka berpisah dan akan bertemu di lain waktu, jika takdir masih ingin mereka bersatu.
Arian buru-buru menghapus air matanya yang menetes membasahi pipinya. Entahlah apa dia bisa menjalani hari-harinya esok saat Arika sudah tak ada di dekatnya?
Namun, mau tak mau ka harus bisa. Ini adalah hukuman bagi dirinya sebab menyakiti hati seorang istri yang begitu tulus kepadanya.
Kedua mata sejoli itu sama-sama sembab. Usai makan. Arian memeluk Arika, memberi Arika dekapannya malam ini.
Arika juga begitu berharap waktu tidak akan cepat berlalu sehingga bisa menghabiskan masa-masa terakhir mereka.
Rasanya seakan campur aduk bagi Arika. Lega, sakit, sedih dan bahagia secara bersamaan. Tak ingin pergi tetapi keadaan yang harus memaksanya.
Semakin dia bertahan semakin membuat mentalnya memburuk dan bisa mempengaruhi anaknya yang berada dalam rahimnya.
Anak yang akan menjaganya, anak yang menggantikan Arian sebagai pelindung dan tempat bertahannya.
jangan sampe ya ansk2 Arka jatuh cinta ke ank Ema, kr mereka satunya cuma beda ibu/Cry//Cry/
hari ini juga dobel up, ya.
Arian memang oon dan tak punya hati
rasain, siapa anak yang dilahirkan Ema bukan anakmu. Ema dan Arian makin bagai neraka rumah tanggamu, ternyata Arika memiliki anak, tuduhan ibumu dan a jika dia mandul tak terbukti bahkan menganding anakmu Arian, selamat menikmati penderitaan yang kai ciptakan sendiri bersams Ema Arian.