Seperti artinya, Nur adalah cahaya. Dia adalah pelita untuk keluarganya. Pelita untuk suami dan anaknya.
Seharusnya ...
Namun, Nur di anggap terlalu menyilaukan hingga membuat mereka buta dan tak melihat kebaikannya.
Nur tetaplah Nur, di mana pun dia berada dia akan selalu bersinar, meski di buang oleh orang-orang yang telah di sinarinya.
Ikuti kisah Nur, wanita paruh baya yang di sia-siakan oleh suami dan anak-anaknya.
Di selingkuhi suami dan sahabatnya sudahlah berat, di tambah anak-anaknya yang justru membela mereka, membuat cahaya Nur hampir meredup.
Tapi kemudian dia sadar, akan arti namanya dan perlahan mulai bangkit dan mengembalikan sinarnya.
Apa yang akan Nur lakukan hingga membuat orang-orang yang dulu menyia-nyiakannya akhirnya menyesal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Nur merasa cemas, dia khawatir jika sikap Bety akan berubah seperti Farid dan mengusirnya.
Dirinya tak tahu lagi akan pergi ke mana jika Bety dan Sulton menolaknya.
Rumah orang tua mereka dulu sudah di hibahkan olehnya dan Zahra untuk Sulton sebagai anak lelaki.
Sulton lalu menjual rumah lama mereka di kampung dan membeli rumah baru ini.
"Kenapa mbak? Jangan bilang mbak di usir sama mas Pam?" tanya Bety menelisik.
Nur lagi-lagi harus menghela napas panjang dan menjelaskan masalahnya dengan sang suami, meski dia tahu kalau mengingat itu lukanya seperti di siram air garam.
"Mas Pamungkas minta izin menikah lagi Ty, tapi mbak ngga mau, jadi mbak memutuskan untuk berpisah," jawab Nur yang bersiap dengan penolakan dirinya di rumah sang adik bungsu.
Bety terbelalak dan menutup mulutnya. Dia benar-benar tak menyangka jika kehidupan sang kakak yang terlihat harmonis berakhir hancur juga.
Namun tanggapan Bety sungguh di luar perkiraan Nur. Adik iparnya itu justru memeluknya sembari mengusap punggungnya.
Tak kuasa menahan haru, air mata Nur kembali tumpah di pelukan Bety.
"Yang sabar ya mbak. Ya udah mbak tinggal di sini aja, seadanya ya mbak, maaf, soalnya rumah minimalis. Doain aja siapa tau nanti Mas Sulton bisa punya banyak uang supaya kita bisa beli rumah yang agak besaran. Barang kali nanti mbak juga mau bantu," ucap Bety malu-malu.
Nur hanya tersenyum tipis dan mengaminkan doa adik iparnya itu.
"Ya udah mbak letakkan aja barang-barang mbak di kamar itu. Tapi maaf mbak, berhubung kami ngga punya gudang, jadi kamar itu buat aku naro barang-barang yang enggak kepakai. Tapi bersih kok," jelas Bety.
"Ngga papa Ty, makasihnya. Kalau begitu mbak ke kamar dulu ya."
Sepeninggal Nur, Bety tersenyum tipis, entah apa yang di pikirkan adik ipar Nur itu.
Di dalam kamar hanya ada karpet tebal yang masih tergulung rapi. Tak ada kasur dan Nur memaklumi itu karena mungkin keluarga Sulton dan Bety adalah keluarga baru.
Syukurnya kamar itu memang rapi. Bety meletakannya barang-barangnya dengan tertata.
Nur akhirnya menggelar karpet dan merebahkan tubuh lelahnya. Meski biasa tidur di kasur empuk, Nur tetap bisa tertidur, karena mau bagaimana pun dirinya dulu bahkan pernah tidur beralaskan tikar.
Bety kembali pada kesibukannya yaitu memainkan ponselnya dan berselancar di media sosial.
Tak lupa dia menuliskan sesuatu di sana sembari tersenyum.
"Ah kamu memang anak pembawa rezeki De," ucapnya sambil mengusap perut datarnya.
Ketika sore hari, Sulton yang baru pulang ke rumah menatap heran pada sebuah sandal asing yang berada teras rumahnya.
"Assalammualaikum Dek," panggilnya pada sang istri.
"Wa'alaikumsalam, mas."
"Ada tamu Dek?" tanya Sulton sembari melirik sepasang sandal di sana.
"Oh itu mbak Nur mas—"
"Hah mbak Nur? Tumben dia ke sini ngga ngabarin, mau kasih surprise ya? Kamu cerita kalau kamu hamil Dek? Ah kakakku itu emang the best!" puji Sulton bangga.
Namun Bety justru mencibir lalu melirik kamar yang hanya tertutup tirai tempat Nur beristirahat.
"Kejutannya bukan itu, tapi masalah rumah tangga mbak Nur!" bisik Bety.
"Hah, masalah apa toh Dek?"
"Shuuut ... Ayo ke kamar!" ajak Bety pada sang suami.
Di dalam kamar, keduanya duduk di atas ranjang dan melanjutkan pembicaraan mereka tadi.
"Mbak Nur di ceraikan sama mas Pam!"
"Hah kok bisa? Kenapa katanya?"
Bukannya simpati pada keadaan sang kakak, Sulton justru lebih penasaran dengan penyebab sang kakak di ceraikan oleh suaminya.
Bety mengedikkan bahu, "katanya sih Mas Pam, minta izin menikah lagi. Mbak Nur ngga mau di madu ya akhirnya mereka cerai."
"Perasaan kemarin masih baik-baik aja. Berantem doang kali Dek."
"Baru talak mungkin mas, kalau berantem ngga mungkin mbak Nur minggat kan?"
Sulton lalu seperti memikirkan sesuatu yang terasa janggal. "Kenapa dia ngga kerumah mbak Zahra? Kenapa ke sini?"
Lagi-lagi Bety hanya bisa mengedikkan bahunya. "Mungkin karena di rumah mbak Zahra ada ibu mertuanya mas. Kan ibunya mas Farid lagi main di sana."
Sulton mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti.
"Mbak Nur ngga bawa apa-apa Nur?"
"Kamu ini Mas! Orang lagi kesusahan kaya gitu gimana mau mikirin bawa oleh-oleh sih!"
Sulton lantas menarik napas panjang, "Kira-kira mbak Nur lama di sini ngga ya Dek?"
Bety memicing menatap sang suami, jujur dia merasa heran karena seharusnya dialah yang keberatan dengan keberadaan Nur, tapi ini justru suaminya yang notabenenya adik kandung Nur sendiri.
"Kamu itu aneh, mbak kamu lagi kena musibah kok kamu malah kaya ngga suka gitu sih mas?"
"Kamu kan tahu Dek, penghasilan mas ngga seberapa. Apalagi kita harus menabung buat biaya lahiran nanti, kalau mbak Nur lama di sini akan membuat pengeluaran kita semakin banyak," keluh Sulton.
Mendengar ucapan sang suami Bety lantas tersenyum miring.
"Mas jangan khawatir. Bisa jadi kehidupan kita malah akan terangkat dengan keberadaan mbak Nur di sini."
Sulton mengernyit bingung. "Maksudnya?"
"Ya kamu bayangin aja mas, kalau mbak Nur cerai sama mas Pam, siapa yang paling di untungkan? Ya kita, karena kita akan kena cipratan harta gono gini mbak Nur," jelas Bety yang seketika membuat wajah Sulton tersenyum ceria.
"Ah benar juga kamu Dek! Kamu emang pintar. Kalau gitu kita harus baik-baikin mbak Nur, biar dia merasa hutang budi terus sama kita dan membagi sedikit hartanya," balas Sulton antusias.
.
.
.
Lanjut
semoga bukan anak sakti kasian ortu sakti dpt mantu kyak gini.