NovelToon NovelToon
Tergila-gila Padamu

Tergila-gila Padamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: dochi_19

Benarkah mereka saling tergila-tergila satu sama lain?

Safira Halim, gadis kaya raya yang selalu mendambakan kehidupan orang biasa. Ia sangat menggilai kekasihnya- Gavin. Pujaan hati semua orang. Dan ia selalu percaya pria itu juga sama sepertinya.

...

Cerita ini murni imajinasiku aja. Kalau ada kesamaan nama, tempat, atau cerita, aku minta maaf. Kalau isinya sangat tidak masuk akal, harap maklum. Nikmati aja ya temen-temen

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dochi_19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

ingkar

"Sekarang kita mau nonton film apa?" Safira membuka google di ponselnya untuk mencari rekomendasi film romantis. Biasanya mereka akan menonton action atau thriller, tapi suasana hatinya tengah bagus dan ia ingin sesuatu yang romantis.

"Apapun yang kamu inginkan." Gavin pun sama sibuknya dengan ponsel.

Safira menoleh sesaat. "Kenapa gak nonton di bioskop aja kalau ujungnya terserah aku?" Safira cemberut. Kini ia sepenuhnya menatap Gavin.

Gavin menyimpan ponselnya di saku. Ditatapnya Safira, senyumnya mengembang, tangan kanannya membelai pipi sang gadis. "Kalau ke luar aku gak bisa, sayang," katanya dengan nada lembut.

Safira mendesah, lantas mengangguk. "Oke, tapi kasih tahu aku alasannya."

Safira terkesiap saat Gavin mendekatkan wajahnya, tangan lelaki itu yang semula di pipinya kini berjalan hingga di bibirnya, membelai bibir bawahnya dengan perlahan. Sesaat Safira yakin lelaki itu akan menciumnya, tapi tangan kirinya malah terulur ke belakang demi mencomot apel di piring. Tanpa sadar Safira mendesah kecewa. "Ih, Kak Gavin!"

"Di bioskop gak ada apel, sayang," ujarnya seraya memakan apel yang sudah dipotong itu. Alisnya lantas terangkat, mengamati Safira yang wajahnya memerah. "Kamu kenapa? Demam?"

"Gak usah pura-pura," ketusnya. Safira memalingkan wajah.

"Aku 'kan belum selesai." Gavin meraih wajah Safira lantas memberikan kecupan singkat di bibirnya. "Ada hal lain yang gak bisa dilakuin di bioskop. Ciuman." Gavin kembali menempelkan bibirnya dan memberikan lumatan kecil.

Tanpa sadar Safira menahan napas, hingga Gavin menghentikan pagutannya. Gavin tersenyum. "Kamu manis banget."

Safira menatapnya. "Kakak mau nginep malam ini 'kan?"

"Lain kali, ya."

.

.

"Ngapain lo ke sini lagi? Safira tahu?" Aditya langsung menyerbu Gavin begitu ia duduk di sofa apartemen.

"Gak," jawab Gavin sekenanya. Matanya menelusuri seluruh ruangan mencari seseorang. Seolah tahu siapa yang Gavin cari, Aditya berkata, "Maura lagi beresin kamar Reza."

"Terus si Reza di mana?"

"Di rumahnya, belum balik lagi ke sini. Tadi sore kita ngumpul."

Gavin pun mengangguk. Gavin lantas menyusul ke kamar Reza. Di dalam sana Maura sedang membereskan ranjang Reza. Gavin melihat Maura yang tertegun sesaat.

"Maura–"

"Ngapain kamu di sini?" Maura buru-buru meralat, "ah, harusnya aku yang gak ada di sini." Maura berjalan menuju pintu tapi secepat itu Gavin menutup dan menguncinya.

"Kita harus bicara," tuntut Gavin.

"Gak ada yang perlu dibicarakan," tegas Maura.

"Safira setuju mau maafin kamu."

"Oh, bagus itu. Jadi aku harus bersujud minta maaf sama dia?" Sarkas Maura. "Terus kapan dia minta maaf atas penghinaan teman-temannya. Aku juga berhak untuk itu." Wajah Maura kian memerah sarat akan emosi. Matanya nyalang menatap Gavin.

"Gak, Maura. Ini semuanya salahku. Kalau saja aku gak nolongin kamu secara egois, kamu mungkin gak akan terlibat dalam masalah rumit ini. Aku minta maaf." Gavin menunduk.

Maura hendak melawan tapi semua yang dikatakan Gavin benar adanya. Dan ia sangat berterima kasih untuk bantuan Gavin, ia sendiri yang memutuskan memiliki perasaan untuk Gavin. "Aku pikir kamu gak bahagia berada di keluarga mereka. Aku minta maaf sudah salah paham."

"Mungkin sikapku yang bikin kamu salah paham." Gavin duduk di sofa kecil yang ada di sana. "Sekarang kamu sudah tahu kehidupan aku gimana, dan Safira juga sudah sembuh. Aku harap dia juga bisa bantu kamu."

"Aku gak bisa terima bantuan dia, maaf."

"Aku tahu. Tapi, terkadang kita itu butuh bantuan dari seseorang yang tidak terduga, seperti aku contohnya."

Maura tersenyum masam. "Ya, aku harap perkataan yang kamu maksud tidak pernah datang padaku." Maura lantas membuka pintu. "Aku pulang dulu."

"Tunggu!" Gavin mengejar Maura. "Biar aku antar!"

"Gak usah, aku bisa sendiri."

"Mending lo dianter Gavin aja, sekarang 'kan udah malem." Aditya menghampiri mereka.

"Kenapa bukan kamu yang antar?" Tanya Maura ketus.

Aditya tersenyum jahil, alisnya terangkat satu. "Ngarep banget sama gue."

"Ih, nyesel ngomong sama kamu." Maura berpaling, berjalan ke arah dapur untuk mengambil tasnya, lalu kembali melangkah ke pintu keluar.

"Lo beresin urusan sama dia sekarang, daripada nanti pusing ketahuan Safira lo ke sini." Aditya berkata pada Gavin yang kemudian menghilang dari pintu.

.

.

"Kamu naik motor?" Maura kaget begitu mereka sampai di basement. Gavin memberinya helm tapi ia menggeleng. "Kamu aja yang pakai."

"Biar gampang nyalip." Gavin lantas menaiki motornya dan menyalakan mesin.

Tanpa lama Maura naik di belakang. Motor pun melaju meninggalkan gedung apartemen. Maura bingung, dalam situasi sekarang apalagi Gavin ngebut, apakah boleh ia memeluk lelaki itu? Pikirannya kacau bercabang. Seolah memang ditakdirkan, tepat saat Gavin menyalip truk besar ia pun sontak memeluk pinggang lelaki itu. Tidak ada ucapan protes atau apapun, jadi ia pikir semuanya baik-baik saja.

"Kayaknya ada yang ngikutin kita." Gavin berkata dengan keras melawan angin.

"Hah? Masa sih?" Maura menoleh ke belakang dan melihat dua motor hitam melaju kencang ke arah mereka. Empat orang itu memakai pakaian dan helm hitam. Mungkin saja mereka pengendara seperti yang lain, tapi pikiran optimis itu seolah terpatahkan dengan laju mereka yang hampir mengimbangi motor Gavin. Belum lagi mereka seakan ingin menabrakkan diri. Maura mendengar Gavin yang samar-samar memintanya berpegangan dengan erat, ia pun melakukannya. Motor Gavin melaju semakin kencang. Menyalip berbagai kendaraan di depan mereka. Beberapa kali Gavin menerobos lampu merah, yang untungnya kondisi jalanan sepi.

Rupanya kedua motor itu melakukan hal yang serupa di lampu merah. Keadaan jalanan yang lenggang tak serta merta menguntungkan mereka. Buktinya, di jalanan yang sepi, dua orang yang ada diboncengan motor-motor itu dengan berani menendang motor Gavin, membuat Gavin yang tidak siap pun tergelincir. Maura ikut terseret di aspal. Sedangkan para pelaku itu meninggalkan tempat dengan cepat.

.

.

Safira menyusuri koridor rumah sakit pagi itu, bukan berangkat ke sekolah. Saat sarapan tadi ia mendapat kabar dari Pak Rudi tentang insiden yang menimpa Gavin. Langkahnya yang semula tergesa kini berhenti di depan ruangan kekasihnya. Dengan pelan ia membuka pintu. Di sana ada Mama Gavin sedang duduk di sofa, wajahnya sayu saat menyambut Safira.

"Gimana keadaan Kak Gavin, Ma?" Tanya Safira setelah membalas pelukan Mama Gavin.

"Dia baru keluar ruang tindakan beberapa jam yang lalu." Mama Gavin menjelaskan, matanya menatap Gavin yang masih terpejam. "Mama gak tahu kalau jatuh dari motor bisa separah ini."

"Namanya juga kecelakaan, Ma." Safira menuntun Mama Gavin duduk kembali di sofa. "Kayaknya Mama belum sarapan, biar Safira gantian jagain Kak Gavin. Mama pulang aja dulu sekalian istirahat."

Mama Gavin menggeleng. "Terus sekolah kamu gimana?"

"Ibu sudah tahu mengenai hal ini, jadi gak masalah." Mama Gavin langsung memeluknya. "Maaf, ya, Mama jadi ngerepotin kamu. Sebenarnya Mama sedih banget, takut Gavin kenapa-kenapa, dia anak Mama satu-satunya."

Safira mengusap punggung Mama Gavin yang mulai terisak. "Kak Gavin itu kuat, Ma. Dia pasti cepat sembuh."

Setelah beberapa saat Safira berhasil meyakinkan Mama Gavin untuk pulang, kini ia tinggal sendiri. Ia mendekat untuk duduk di dekat tempat Gavin terbaring. Seperti ini rasanya yang selama ini Gavin rasakan padanya, ia kini paham. Ketakutan akan kehilangan. Tanpa sadar ia pun menangis sambil memegangi tangan lelaki itu. Mendo'akan kesembuhan pujaan hatinya.

Sebuah gerakan di tangannya membuat ia menatap Gavin. Akhirnya pria itu sadar.

"Maura mana?"

.

.

TBC

1
hayalan indah🍂
bagus
Dochi19_new: makasih kak, pantengin terus ya kak 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!