Hasrat Tertahan Presdir Tampan

Arneta segera berlari ke belakang mencari alat untuk membersihkan pecahan vas tersebut sebelum dua monster itu menghampirinya.

Pintu gerbang terbuka lebar Toby turun tangan sendiri untuk membukanya, kemudian ia memarkirkan mobilnya di garasi yang ada di rumah mewah tersebut.

Dua orang yang sedang berdebat tadi tidak memperhatikan kedatangan Toby.

Eca belum sempat memeriksa apa yang terjadi di belakang, karena Toby yang tiba-tiba datang dan menyahutinya.

"Ada apa? Ku perhatikan dari tadi kalian debat terus?" tanya Toby sambil berjalan mendekat ke arah dua orang yang ada di ambang pintu.

"Eh! Papa udah pulang!" Eca segera meraih tas kerja dari tangan Toby dan membawa benda itu masuk ke dalam rumah.

Sevan meninggalkan dua orang itu, ia lebih memilih untuk pergi ke kamarnya. Merasa muak dengan Eca karena setiap hari terus mengoceh dan melarangnya berhubungan dengan janda pujaan hati.

"Sevan itu, loh, Pah. Dibilangin jangan berhubungan sama si janda kegatelan itu, eh masih aja berhubungan sampai sekarang ... bahkan dia malah berani ngelawan aku yang melahirkannya," oceh Eca sambil mengikuti Toby menuju kamarnya.

"Kenapa nggak membiarkan dia bahagia dengan wanita pilihannya, Mah?" tanya Toby.

Mereka tiba di kamar.

"Pah, Mama sama sekali nggak suka sama janda itu, usianya nggak beda jauh lo sama Mama. Dia cuma mengincar harta keluarga kita! Sudah bisa dipastikan!" papar Eca sambil membantu Toby membuka kancing bajunya.

"Ehm ... ingat loh, Ma. Sebelum ketemu aku, kamu juga janda," celetuk Toby.

Eca memukul dada bidang suaminya, "kok kamu jadi belain janda itu, sih ... jangan-jangan kamu ada hubungan lagi sama dia."

Eca mengerucutkan bibirnya. Cemberut seperti anak kecil.

Toby mencium bibir isterinya singkat.

"Udah besar, Ma ... Papa nggak ada waktu buat ngeladenin Mama yang kayak anak kecil. Nggak usah kayak abg dikit-dikit ngambek! Papa mau mandi jangan merajuk."

Eca semakin cemberut mendengar Toby mengatainya seperti anak kecil. Ia menatap punggung suaminya yang pergi ke kamar mandi tanpa sepatah kata pun.

Salah satu alasan kenapa wanita itu terus mendesak agar Sevan segera menikah dengan Arneta, tujuan utamanya adalah untuk menjauhkan putera satu-satunya itu dengan janda berusia tiga puluh tujuh tahun yang bernama Kartika.

Usia Sevan dan Kartika terpaut sepuluh tahun. Usia Sevan saat ini dua puluh tujuh tahun.

Hubungan Sevan dan Kartika sudah terjalin selama tiga tahun. Bahkan tanpa sepengetahuan Eca, ia telah menikah siri dengan wanita pujaannya itu.

Eca takut jika janda itu masuk ke dalam rumah ini, ia akan menggoda suaminya dan mengguras harta yang selama ini ia kumpulkan untuk menghidupi keluarganya. Bukan tanpa alasan ia curiga dengan suaminya, karena usia Toby sebaya dengan Kartika.

Eca pusing tujuh keliling dibuatnya, selama ini ia selalu berusaha untuk menjauhkan wanita itu dengan anaknya. Alhasil mereka malah semakin dekat dan menempel seperti perangko.

Eca mengambil kesempatan dari kekuarga Anang yang memiliki banyak hutang padanya.

Ia bernegoisasi agar anak mereka mau masuk ke keluarga Toby, tujuannya agar Sevan dan kekasihnya putus setelah tahu semuanya.

Dan jika rencana Eca berhasil, maka ia akan menganggap lunas semua hutang keluarga Anang padanya.

Namun, sepertinya semua hal tak berjalan sesuai rencananya. Kartika sudah diberi tahu oleh Sevan jauh-jauh hari bahwa dirinya akan dinikahkan dengan gadis miskin bernama Arneta itu.

.

Di dapur.

Arneta mengelus dadanya berulang kali dan bernapas lega.

"Untung aja nggak ketahuan kalau aku nguping, bisa-bisa dipotong telingaku sama para monster itu kalau ketahuan curi dengar pembicaraan mereka."

Arneta telah selesai menyiapkan makan malamnya.

Ponselnya berbunyi panjang berulang kali, pertanda ada panggilan masuk. Rupanya panghilan itu datang dari Devano.

Dalam panggilan.

"Halo, Van. Gimana?"

"Aku sudah punya informasi yang kamu butuhkan Arneta," ucap Toby.

"Benarkah?"

"Iya, bahkan lengkap! Jika di total, semua biayanya mencapai lima ratus juta dalam setahun, bagaimana menurutmu?"

Belum sempat Arneta menjawab pertanyaan Vano, tiba-tiba Eca memanggilnya dan memintanya untuk mengupaskan jeruk.

"Nanti aku hubungi kamu lagi, ya, Van. Waktunya nggak tepat kalau bicara sekarang."

"Oh, baiklah."

Panggilan berakhir.

.

"Sepertinya aku harus menjadi babu dirumah ini dulu, deh ... kalau uang yang diberikan sama Arsen aku pakai buat melunasi hutang, itu berarti aku nggak bakalan bisa melanjutkan kuliah di Universitas J? Aku harus gimana? Lebih memilih masa depan yang cerah atau bebas dari para monster ini lebih dulu? Ah, kepalaku mendadak pusing," gumam Arneta lirih.

Arneta berpikir sangat keras tentang keputusan yang akan ia ambil, ia memikirkan masalahnya sambil mengupaskan jeruk untuk Eca.