NovelToon NovelToon
Sisi Lain Dari Pagar Sekolah: Pengalaman Dan Penyesalan

Sisi Lain Dari Pagar Sekolah: Pengalaman Dan Penyesalan

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Romantis / Teen School/College / Slice of Life
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Aku punya cerita nih, soal dunia ku yang banyak orang bilang sih kelam, tapi buat ku malah keren dan penuh dengan keseruan. Aku punya circle, sebuah geng yang isinya anak-anak yahut yang terkenal jahil dan berani. Seru abis pokoknya! Mereka itu sahabat-sahabat yang selalu ada buat ngelakuin hal-hal yang bikin adrenaline kita ngacir.

Kita sering hang out bareng, kadang sampe lupa waktu. Dari yang cuma nongkrong asyik di tempat-tempat yang biasa kita tongkrongin, sampe yang agak miring kayak nyoba barang-barang yang sebenernya sih, yah, kurang direkomendasiin buat anak muda. Tapi, yah, lagi-lagi itu semua bagian dari mencari identitas dan pengalaman di masa remaja.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 21

Suasana di dalam kelas terasa tegang, terutama di antara aku, Salsa, Yura, dan Erna. Aku menatap Salsa dengan rasa jengkel yang sulit untuk disamarkan.

Di sampingnya, Yura dan Erna tampak menjadi pendukung setianya, membuatnya semakin berani bertindak. Aku merasa, jika Miranda ada di sini, mereka tidak akan seberani ini mendekatiku.

"Sa, ngalah saja," bisik Lia dengan lembut, menarik bajuku pelan.

Aku melirik ke arahnya, mengerti bahwa Lia dan Bina selalu memilih untuk menjaga diri dan tidak mau terlibat dalam masalah. Aku tidak ingin mereka menjadi sasaran hanya karena aku.

"Bukan urusan lu," jawabku pada Salsa dengan tegas.

 Aku memilih untuk meninggalkan ruangan, bukan karena takut, tapi untuk melindungi Lia dan Bina dari masalah yang mungkin timbul. Namun, ironisnya, tindakanku hanya membuat segalanya semakin rumit.

"Mulai berani ya, lu," ucap Salsa dengan nada geram saat aku berjalan menjauh darinya.

Kekacauan di dalam kelas semakin meningkat ketika Salsa menarik bahu ku dengan kasar, menyebabkan aku terjatuh hampir saja mengenai ujung meja.

"Anjing lu!" umpatku dalam hati, merasakan rasa marah yang memuncak.

Anak-anak di kelas berteriak-teriak, tapi kebanyakan dari mereka memilih untuk diam dan menghindari konflik, mengetahui betapa menakutkannya Salsa saat marah.

Salsa dikenal karena kemampuannya untuk menyulut rasa benci terhadap seseorang dengan mudah, dan sekarang, aku menjadi targetnya.

Trus, dari arah pintu, muncul si Miranda, langsung teriak-teriak, "Pantek lu, Sal!"

Aku berusaha untuk segera berdiri, tapi sebelum aku bisa bereaksi, Miranda udah ngamuk duluan, jambak rambut Salsa kayak lagi main tali tambang. Davina sama Caca langsung nyerang Yura, sementara itu Fifin dan Hanum nge-hajar Erna.

Aduh, bener-bener kayak film aksi yang beneran! Suara teriakan dan tangisan kesakitan bertebaran di kelas, bikin suasana makin kacau. Dan gak lama kemudian, rame-rame deh, banyak yang dateng ke kelas.

"Miranda, udah," ucapku, mencoba untuk melerai.

Tapi sialnya, aku malah kena toyor sama Salsa. Langsung deh, emosi ku naik sampai puncaknya, aku serang balik Salsa dengan gaya yang super ugal-ugalan. Jambak sana-sini, cubit sana-sini.

"Berhenti!" teriak seorang guru, mencoba untuk mengakhiri pertikaian tersebut.

Aku awalnya ingin menghentikan diri, tapi kemudian Salsa  mencakar mukaku dengan kukunya yang tajam.

Tanpa ampun, aku menarik rambutnya lagi, sehingga aku bisa merasakan sejumlah besar rambut Salsa berada di genggaman ku.

Karena takut tertangkap, aku menyelipkan rambut itu diam-diam ke dalam saku bajuku.

"Kalian mau di skors!" teriak guru itu dengan nada yang tegas.

Akhirnya, kami semua berhenti, walaupun masing-masing masih menyimpan api kemarahan di dalam hati.

 Aku melihat Miranda, dia terlihat baik-baik saja, hanya ada sedikit lecet dan rambutnya sedikit berantakan.

Aku tidak tahu kondisiku sendiri, tapi yang pasti pipiku terasa panas dan perih, dan kepalaku terasa nyut-nyutan.

Seharusnya aku lebih beringas lagi dalam membalas Salsa, kutu kupret itu.

"Kalian ikut saya ke ruang BK!" teriaknya lagi, suaranya menggelegar.

Aku baru sadar betapa banyaknya pasangan mata yang memperhatikan kami dengan tatapan penasaran.

Saat kami berjalan melewati mereka, mereka memberi jalan dengan canggung, seolah-olah takut terseret ke dalam masalah yang sama.

"Sial," gumamku dalam hati.

Kontak mata singkat terjalin antara aku dan Gilang, dan dari ekspresinya, aku tahu dia enggak akan nyangka kalau aku terlibat dalam perkelahian itu.

\~\~\~

Masuk ke dalam ruang BK untuk pertama kalinya dalam sejarah, aku merasa suasana yang tegang menggelayuti ruangan itu.

Meskipun ada beberapa kursi, jelas bahwa itu tidak akan cukup untuk menampung kita yang bersembilan. Sofa panjang yang terlihat begitu menggoda pastinya tidak akan diizinkan untuk digunakan oleh kami.

Akhirnya, kami berdiri dalam dua baris yang panjang, menjulur ke samping ruangan.

"Kalian tahu, sebagai seorang pelajar, seharusnya kalian tidak berkelahi seperti itu. Apalagi kalian ini perempuan!" ucap Bu Ningsih dengan nada yang tegas, sambil melihat kami satu per satu.

Aku hanya bisa menundukkan kepala, merasa takut. Takut bahwa bapak akan dipanggil ke sekolah. Hubungan antara aku dan bapak masih canggung, dan jika dia mengetahui bahwa aku terlibat dalam perkelahian di sekolah, bisa-bisa aku kena hajar habis-habisan.

Wuih, mending gak usah deh, aku lebih milih terima hukuman dari Bu Ningsih daripada harus ngelawan bapak.

"Coba jelaskan kenapa kalian berantem?" tanya Bu Ningsih, mencoba untuk mencari tahu penyebab dari pertikaian yang terjadi.

"Miranda yang jambak saya duluan, Bu," jawab Salsa dengan nada yang tegas, sambil melirik Miranda dengan tatapan penuh permusuhan.

"Saya gak akan jambak dia kalau dia gak mulai duluan, Bu. Dia buli Alisa," bela Miranda dengan suara yang tegas, aura kepemimpinan terpancar jelas dari dirinya.

"Heh, aku gak buli dia kok. Dia yang lemah, sampe kena tarik langsung nyungsruk," protes Salsa dengan penuh kegeraman.

"Lemah? Bukan dia yang lemah, tapi lu yang tenaganya kek kuli," sindir Hanum, dengan nada yang tidak kalah tajam.

Suasana kelas kembali menjadi ribut, dan aku bingung harus ngapain. Tapi tiba-tiba...

"Cukup!" teriak Bu Ningsih sambil menggebrak meja dengan keras, aura guru BK-nya sungguh menyeramkan.

"Ibu akan mencatat nama kalian," ucapnya dengan tegas, dan benar saja, nama kami satu per satu dicatat dalam buku hitamnya.

Pengen nangis rasanya, beneran. Bukan cuma masuk ruang BK, tapi juga nama aku udah dicatat dalam buku hitam itu.

Awalnya sih, rasanya kayak mau mewek, tapi entah kenapa, otakku kayak lagi ngalamin eror gitu. Aku malah merasa keren.

Gimana ya nggak heran, tiba-tiba aku jadi merasa kayak jadi tokoh dalam film aksi. Nama aku tercatat dalam buku hitam, kayak jadi tanda kejayaan gitu.

\~\~\~

Kami keluar dari ruang BK setelah mendapatkan pencerahan dari Bu Ningsih selama setengah jam lebih.

Dan, untungnya, kami tidak di skors, kami akan di skors kalau kita masuk Bk untuk ketiga kalinya, jadi kami masih aman dan tidak akan memicu panggilan orang tua ke sekolah.

"Alisa, lu enggak papa?" tanya Caca yang berjalan di sampingku ketika kami menuju kembali ke kelas.

Geng Miranda ada di belakang kami, tapi mereka cukup menjaga jarak.

Akhirnya, langkah kami memasuki kelas seolah-olah memicu sorotan tajam dari seluruh mata yang terpaku pada kami.

"Berdiri di depan," ucap Bu Mia dengan suara yang tegas, menegaskan perintahnya. Hatiku berdegup kencang, menanti apa yang akan terjadi selanjutnya.

Kami berdiri di depan, di bawah sorotan pandangan tajam dari Bu Mia, walikelas kami yang terkenal garang namun juga penuh perhatian.

Mungkin kami lupa bahwa pelajaran hari ini dipimpin oleh beliau, sosok yang kami cintai namun juga yang paling tegas dalam menerapkan aturan.

Dan tanpa diminta, geng Salsa yang baru saja masuk kelas, seolah-olah membaca situasi dengan cepat. Mereka langsung berbaris di samping kami.

"Kalian..." ucap Bu Mia sambil memegangi tengkuknya dengan ekspresi kekecewaan yang jelas terpancar dari wajahnya.

 "Kelas kita ini kelas A, tapi kalian selalu saja membuat masalah," ucapnya sambil mengetuk-ngetukkan sepidol ke meja dengan gerakan yang keras.

"Banyak keluhan dari kelas ini," tambahnya, suaranya terdengar berat.

"Kalian tahu, kelas A yang dulu itu mudah diatur. Tapi kelas A sekarang isinya berandalan semua," ujar Bu Mia dengan nada miris, ekspresinya mencerminkan kekecewaannya pada kami yang dianggapnya telah merusak reputasi kelas.

Tak ada yang berani menatap ke arahnya dengan tatapan yang tajam, karena kami semua tahu bahwa setiap kata yang keluar dari mulut Bu Mia adalah serius dan bisa berdampak besar pada kami semua.

Rasanya seperti angin dingin menyapu ruangan, membuat kami merasa gemetar meskipun ruangan itu sebenarnya cukup hangat.

1
Amelia
halo salam kenal ❤️🙏
Atika Norma Yanti: salam kenal juga ya😄
total 1 replies
Anita Jenius
5 like mendarat buatmu thor. semangat ya
Anita Jenius
seru nih mengangkat masalah pembullyan.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!