"Gue menang taruhan! Gue berhasil dapatkan Wulan!"
Wulan tak mengira dia hanyalah korban taruhan cinta dari Alvero.
Hidupnya yang serba kekurangan, membuat dia bertekad menjadi atletik renang. Tapi semua tak semudah itu saat dia tidak terpilih menjadi kandidat di sebuah event besar Internasional.
Hingga akhirnya seluruh hidupnya terbalik saat sebuah kenyataan besar terungkap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25
"Wulan, cantik sekali." Shena tersenyum melihat penampilan baru Wulan. "Ternyata kamu pintar dandan juga ya."
Wulan tersenyum kecil dan duduk di ruang makan. "Sempat belajar sama adiknya Vero. Eh ...." Wulan menghentikan perkataannya karena sebenarnya dia tidak ingin memikirkan Alvero lagi.
"Kamu masih pacar Vero?" tanya Shena. Dia menyiapkan sarapan di meja makan.
Melihat mamanya masih sibuk, Wulan berdiri dan membantu mamanya. "Aku sudah putus sama Vero."
"Kenapa? Kamu sama Vero sebenarnya masih saudara jauh. Tapi tidak apa-apa menjalin hubungan."
Wulan hanya tersenyum kecil. Dia kini meletakkan piring di atas meja lalu duduk setelah sarapan siap.
Sky juga ikut bergabung di meja makan. Ini kali pertamanya mereka sarapan bersama.
Berulang kali Wulan bersyukur dalam hatinya karena sekarang dia bisa sarapan bergizi setiap hari bersama keluarganya, tapi dia juga kepikiran dengan ibunya di rumah. Dia berharap kehidupan ibunya juga bisa lebih baik lagi.
Sedangkan Antares hanya terdiam sambil mengetuk-ngetuk meja makan. Dia segera memakan sarapannya agar bisa menjemput Adara tepat waktu.
"Wulan, kamu berangkat sama Ares?"
Wulan melirik Antares yang sama sekali belum pernah mengajaknya bicara. "Tidak, Pa. Aku bawa motor sendiri. Eh, tapi motornya di rumah atlet."
"Nanti Papa belikan motor saja ya buat kamu. Hari ini kamu berangkat sama Ares saja."
Seketika Antares berdiri setelah meminum air putih. "Aku berangkat dulu, mau jemput Ara." Dia segera berjalan keluar dari rumah.
"Ares," panggil Sky tapi Antares tak mempedulikannya.
"Ya sudah, berangkat sama Papa saja."
"Maafkan Ares ya. Mungkin dia masih canggung sama kamu dan belum terbiasa juga," kata Shena.
Wulan hanya menganggukkan kepalanya. Sebelumnya Antares memang tidak pernah berbicara padanya, ditambah posisinya sekarang, Antares pasti semakin tidak suka dengannya.
...***...
"Biasanya aku sarapan sama Papa, Mama, dan juga Kak Ares."
Adara duduk di dapur sendirian sambil memakan sarapannya karena ibunya sedang mengantar makanan untuk anak-anak atlet yang tinggal di rumah atlet itu.
Dia mengambil masakan ibunya dan mulai memakannya. Dia tidak menyangka masakan ibunya sangat enak. "Masakannya sederhana tapi enak sekali. Nanti aku mau belajar masak sama ibu biar bisa bantu masak."
Adara segera menghabiskan sarapannya. Setelah meminum air mineral, dia memakai tasnya dan berjalan keluar dari rumah itu tepat saat ibunya baru sampai ke rumah.
"Ara, sudah sarapan?" tanya Wati.
"Sudah, Bu."
"Bekalnya sudah dibawa?"
"Bekal? Belum."
"Ibu sudah siapkan bekal untuk kamu." Kemudian Wati mengambil bekal Adara di dapur, lalu dia masukkan bekal itu ke dalam tas Adara. "Dihabiskan ya."
Adara menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. "Masakan Ibu sangat enak. Nanti aku mau belajar masak sama ibu."
"Iya, boleh."
"Aku berangkat dulu." Adara mencium punggung tangan ibunya.
"Kamu berangkat sama siapa? Bisa bawa motor sendiri?"
Adara menggelengkan kepalanya. "Aku dijemput Kak Ares."
Kemudian Wati memberi Adara uang untuk uang sakunya ke sekolah. "Ibu tidak bisa memberi kamu banyak."
Adara mendorong tangan ibunya perlahan. "Aku masih ada uang saku. Untuk selanjutnya, aku akan mencari uang sendiri."
"Ya sudah, kamu hati-hati."
"Iya." Adara melangkahkan kakinya pergi dari rumah itu. Dia sudah membuat janji dengan Antares tapi Antares belum juga datang menjemputnya.
"Memang masih pagi atau mungkin jalanan macet." Adara menunggu Antares di pinggir jalan sambil sesekali melihat jam di tangannya.
"Ara, adik aku."
Perkataan itu membuat Adara terkejut. Dia menoleh dan menatap Riki yang berdiri tak jauh darinya. Aroma alkohol juga bisa tercium di hidungnya.
"Ada apa, Kak?" tanya Adara. Dia sebenarnya takut dengan orang pemabuk seperti Riki.
"Kamu pasti punya uang banyak. Bagi aku uang, nanti kalau uang kamu habis kamu bisa minta uang sama mantan kedua orang tua kamu itu."
Adara menggelengkan kepalanya. Dia akan pergi dari tempat itu tapi satu tangannya ditahan oleh Riki.
"Sama kakak sendiri kamu jangan pelit. Biasanya Wulan bagi aku uang!"
Akhirnya Adara mengambil dompetnya, dia akan memberinya selembar uang tapi Riki menarik dompet itu dan mengambil sisa uangnya.
"Jangan diambil semua, uangku tinggal itu!" Adara berusaha merebut dompetnya kembali tapi tidak bisa.
"Kamu masih bisa minta sama mantan kedua orang tua kamu!"
"Kak Riki!" Adara berusaha merebut uangnya lagi tapi dia justru didorong oleh Riki hingga terjatuh di pinggir jalan. "Aww!" Dia melihat lututnya yang terluka terkena kerikil jalan. Kemudian dia mengambil dompetnya yang dijatuhkan oleh Riki begitu saja sambil melangkah pergi.
"Ara, kamu kenapa?" Antares menghentikan motornya dan segera turun. Dia membantu Adara berdiri lalu menuntunnya duduk di pinggir jalan.
Adara hanya menggelengkan kepalanya dengan kedua mata yang memerah.
Antares kini melihat Adara yang sedang memegang dompetnya. "Ada yang mencopet kamu?"
Adara menggelengkan kepalanya lagi.
"Kakak kamu ambil uang kamu?" tanya Antares karena dia sudah tahu cerita tentang Riki dari Alvero.
Adara tak menjawabnya, tapi air mata itu semakin mengalir di pipinya. "Kak Riki tidak seperti Kak Ares."
Melihat air mata Adara membuat hati Antares terluka. Dia menghapus air mata itu. "Kalau kakak kamu ganggu lagi, bilang sama aku. Jangan menangis lagi. Kamu pegang uangku saja." Antares akan mengambil dompetnya tapi Adara menahan tangannya.
"Tidak usah. Aku gak papa."
"Tapi kamu gak pegang uang."
"Nanti aku bisa cari. Ayo, ini udah siang."
"Ya udah. Nanti sampai di sekolah, aku obati luka kamu dulu di UKS."
"Ini hanya luka kecil."
Antares berdiri dan menaiki motornya. Dia sangat ingin melindungi Adara. Dia mencari cara agar bisa terus bersama Adara.
Setelah Adara naik ke boncengannya, Antares melajukan motornya menuju sekolah. Sesekali dia melihat tangan Adara yang memeluknya.
Apa aku harus menikahi Ara, agar aku bisa menjaganya selama 24 jam. Tapi kita masih sekolah. Aku benar-benar gak rela kalau Ara hidup menderita seperti ini.
Ares pasti bisa meraih hatinya Ara