NovelToon NovelToon
Rahim Perjanjian

Rahim Perjanjian

Status: tamat
Genre:Tamat / Ibu Pengganti / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Beda Usia / Cinta pada Pandangan Pertama / Keluarga
Popularitas:82.1k
Nilai: 5
Nama Author: LapCuk

"May, kalau nanti kita dewasa, terus aku gak bisa menjadi wanita sempurna. Apa yang bakal kamu lakukan?"

"Hila, dali masih dalam pelut Bunda, kita sudah saling belbagi makanan dan kasih sayang. Jadi ketika nanti kita udah besal, gak ada alasan untuk gak saling belbagi. Aku akan menjadi pelengkap kekulanganmu, Mahila," dengan aksen yang masih cadel, Maysarah menjawab pertanyaan yang diajukan Mahira. Matanya memandang penuh kasih adik kembarnya itu.

Percakapan dua anak kembar yang masih berumur 7 tahun itu benar-benar menjadi kenyataan sekaligus ujian bagi ikatan persaudaraan mereka.

Cobaan kehidupan datang menghampiri salah satu dari mereka, menjadikan dirinya egois layaknya pemeran Antagonis. Lantaran perlakuan manis orang-orang di sekitarnya.

Demi menutupi Luka hatinya yang kian menganga. Maysarah melakukan pengorbanan besar, ia bertekad untuk menepati serta melunasi janji masa kecilnya.

Ayo, ikuti kisahnya...💚

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LapCuk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

RP bab 21

Selamat datang 💚

Selamat membaca ♥️

...----------------...

POV Maysarah

Ku rasakan kepala ini berdenyut nyeri, terlalu banyak beban pikiran yang menggelayuti. Setelah kepergian Mahira sore tadi, aku memaksakan diri untuk beristirahat. Berperang melawan keinginan untuk tidak menyakiti diri sendiri. Apalagi setelah mendapati sebuah gunting kecil dengan ujung runcing, keinginan gila itu sangat sulit di kendalikan. Sudah delapan bulan sejak mengikuti program inseminasi, aku sudah berhenti menggoreskan benda tajam di atas kulit tubuhku. Begitu juga dengan obat penenang yang sudah tidak lagi aku konsumsi. Semua demi si jabang bayi yang bersemayam dalam rahimku.

Terlahir dari keluarga kaya raya tak lantas membuat hidup seseorang bahagia. Tekanan dan tuntutan begitu menyiksa kalbu. Sebagai anak sulung aku dituntut untuk menjadi sempurna, supaya bisa menjadi suri tauladan bagi Mahira dan Satriyo. Hari-hari terasa begitu berat, tak jarang rasa frustasi datang menghampiri. Hal yang paling diri ini takuti adalah, saat aku menerima nilai mata pelajaran yang tidak sempurna.

Satu hal yang sampai sekarang masih menjadi momok menakutkan. Ketika melihat raut kecewa Bunda serta rasa tak puas Ayah, saat diriku tidak bisa mencapai nilai standar yang mereka terapkan. Memang mereka tidak marah, nggak juga memberikan hukuman atas kegagalanku.

Namun, tatapan mata mereka sudah menunjukkan betapa tidak bergunanya diri ini. Masih segar dalam ingatan momen dimana untuk pertama kalinya Mahira disanjung setinggi langit, sedangkan aku hanya mendapatkan tatapan sinis. Waktu itu hari kelulusan kami dari sekolah dasar, adikku meraih juara umum dengan nilai sempurna. Lantas diriku hanya mampu menduduki peringkat 9 dari seratus empat puluh sembilan siswa kelas 6 SD.

Bukan keinginanku terlahir dengan kecerdasan pas-pasan, apalagi tidak pintar dalam beberapa mata pelajaran akademik. Lain halnya Mahira yang cerdas hampir di setiap mata pelajaran, tanpa perlu bersusah payah giat belajar, dia tetap menjadi nomor satu.

Dari sana aku memecut diriku sendiri, lebih giat lagi berusaha, les pelajaran ini dan itu selalu aku ikuti, sampai tidak ada waktu untuk bermain. Tiada hari tanpa aku habiskan membaca, menghapal. Semua aku lakukan semata-mata demi sebuah pengakuan. Pada akhirnya hasilnya tetap sama, sekeras apapun aku berusaha, prestasi yang tergapai hanya mampu nangkring di nomor lima.

Andai saja kedua orang tuaku mau sedikit saja belajar memahami, jika kedua putrinya memiliki bakat yang berbeda, mungkin masa kecilku tidaklah begitu mengerikan serta menyedihkan. Di bandingkan, terkucilkan, terabaikan, sampai hanya di anggap sebagai bayangan. Sungguh miris dan malang nasib ini.

Duk

Duk

"Masya Allah... Adek gak senang ya, lihat Aunty bersedih! maaf ya Nak, mulai sekarang Aunty berjanji untuk selalu bahagia." Kurasakan dedek bayi menendang perutku, selalu saja seperti itu, jika aku kedapatan sedang meratapi perjalanan hidupku.

"Ayo, Dek... kita turun kebawah, kamu pasti lapar, kan? maaf ya, Aunty melewatkan makan malam."

Bersamanya, aku melangkahkan kaki, pelan-pelan aku menuruni satu persatu anak tangga, tujuan kami adalah dapur, mencari sesuap nasi atau cemilan lainnya.

Namun, saat sampai dilantai bawah, dekat dengan ruang tamu, sayup-sayup terdengar suara Ayah dan Ibu yang sepertinya tengah berdebat, rasa penasaran membawaku mendekati pintu ruang kerja itu. Saat sudah sampai, sungguh aku menyesal telah memenuhi jiwa kepo ini.

"Semua ini gak adil untuk Maysarah, Mas?" suara Bunda terdengar melengking.

"Lebih nggak adil lagi, kalau sampai dulu Muntaz menikahi Maysarah, bukannya Mahira. Coba kamu bayangkan! Mahira memiliki kekurangan yang gak semua laki-laki bisa menerimanya, sedangkan May hidup dalam kesempurnaan tanpa adanya kecacatan!"

Hatiku bagaikan ditikam sebilah pedang, mendengar penuturan Ayah.

"Hanya Muntaz yang mau dan ikhlas menerima keadaan Mahira, jadi aku menerima lamarannya. Sedangkan untuk May, dia pasti tidak akan kesulitan menemukan laki-laki lain! soal cinta, itu masalah kecil... dengan berlalunya waktu, pasti akan tumbuh benih asmara itu. Tolong mengertilah, Senja. Aku hanya ingin berlaku adil!"

"Lantas, bagaimana caranya, Mas mengetahui bahwa yang dicintai oleh Muntaz adalah Maysarah, bukan Mahira?"

"Hanya salah satu putri kita, yang mendapatkan menstruasi setiap bulannya!"

Cukup!! aku sudah nggak sanggup mendengar kelanjutan perdebatan mereka, dengan hati remuk redam, ku paksakan kaki ini menaiki susunan anak tangga, kembali kekamar. Melupakan makan malam yang sudah terlewat.

Sampai didalam kamar, ku rebahkan tubuh lelah ini pada kasur. Lengkap sudah penderitaanku, takdir yang semula aku kira murni datangnya dari Allah, ternyata sudah dimanipulasi sedemikian rupa oleh orang yang paling aku sayangi. Ayah, sampai hati dirimu menghujamkan belati tajam tepat pada jantungku.

Ku ambil buku diary yang tempo hari sempat dicuri Mahira, setelah menyusun bantal pada kepala ranjang, aku menyamankan tubuhku untuk bersandar. Buku ini hanya berisi tentang Muntaz dan awal pertemuan kami. Perlahan ku buka halaman pertama.

               ***

2016 ~ delapan tahun yang lalu.

POV Author.

"May... ayolah, mau ya! please kudu, iya. Acaranya udah mau di mulai, May. Buruan kamu ganti baju ini!" Pinta remaja cantik, yang tengah merayu sang kakak, seraya menyodorkan satu style pakaian sesuai fashionnya.

"Kamu kebiasaan banget! bukannya mencoba, malah menghindari! terus kapan bisanya kalau gitu!" Gerutunya, tak ayal mengambil juga baju sang adik. Lalu dirinya berlalu masuk ke dalam kamar mandi untuk berganti pakaian.

"Terimakasih, Kakak tercinta... sampai kapanpun aku gak bakal mau datang ke acara pameran lukisan itu. Sangat membosankan!" Sungutnya sembari memainkan handphone.

Tak lama kemudian, May keluar dan sudah mengenakan pakaian yang biasa Mahira kenakan. Baju kemeja putih polos lengan panjang, di padukan dengan celana Jogger berwarna cream. tak ketinggalan pashmina senada yang ujungnya dililitkan pada belakang leher, sangat Mahira sekali gaya berpakaian Maysarah kali ini.

"Perfect ... suit suit!" Pujinya sambil bersiul, saat meneliti penampilan Maysarah.

"Gak usah lebay! mana nametag-mu!"

"Jutek amat, Buk." Godanya lagi, disodorkannya kartu tanda pengenal kepada May.

Mahira dan Maysarah sedang memainkan drama tukar peran dalam kehidupan nyata mereka. Hal itu sudah biasa dilakukan, saat salah satu dari mereka tidak menyukai materi pelajaran tertentu. Contohnya seperti sekarang ini, May harus mengganti peran sang adik menghadiri pameran lukisan yang di selenggarakan dalam gedung sebuah Mall. Hira yang sangat tidak menyukai pelajaran serta keterampilan Seni, tentu saja nggak mau repot memaksakan diri untuk membuat jurnal tentang apa saja yang nanti dilihat serta dipelajari.

Nah, May lah yang mengambil peran itu, karena dirinya berbakat dalam seni lukis serta tulis, dengan senang hati remaja berusia 16 tahun itu tidak akan melewatkan ilmu tambahan yang nanti didapatkan olehnya.

"May!! mereka Ciuman...,"

~Bersambung ~

Terimakasih sudah mampir membaca 😊

Harap disimak alur ceritanya ya, mohon untuk tidak melompati bab🙏.

Jika berkenan, tolong tinggalkan jejak Like, Subscribe, permintaan update 💜

1
Tanz>⁠.⁠<
gak kerasa Udah end aja. gak ada niatan mau lanjut kehidupan may sama Muntaz apa Thor 😭😭
Tanz>⁠.⁠<
semoga kalian bahagia ya dengan tempat tinggal yang baru. ingat Muntaz jaga baik baik istri berhati malaikat mu itu
Tanz>⁠.⁠<
seperti rumah ku dulu. nyaman banget walau terlihat sederhana 🤗
Tanz>⁠.⁠<
kok aku mewek ya baca nya 😭
Tanz>⁠.⁠<
siappppp /Scream/
Tanz>⁠.⁠<
demi kesembuhan may, senja. tolong mengerti lah
Tanz>⁠.⁠<
ayo taz semangat /Determined//Determined/
Tanz>⁠.⁠<
apa alasan mu untuk bohong, Dania?.
Tanz>⁠.⁠<
pabrik mu may
Tanz>⁠.⁠<
semoga aja sifat nya juga kembar 😆
Tanz>⁠.⁠<
kasian juga liat Hira 🥺

semoga may cepat sadar 🤲🏻
Tanz>⁠.⁠<
turut berduka dan bersuka cita Hira 😌
Tanz>⁠.⁠<
Dania bisa aja nih 🤭
Tanz>⁠.⁠<
suka kesel kalo lagi ada kecelakaan, malah sibuk nge videoin nge foto foto. bukan nya ngebantu, malah mencari kesempatan dalam kesempitan 😤
Tanz>⁠.⁠<
plz aku ngakak bagian ini, sakit perut ku ngetawain ini aja 🤣🤣🤣🤣
Tanz>⁠.⁠<
heisss kenapa gak sekali kubur suami mu senja. biar sekalian, gak repot repot lagi nanti /Facepalm/
Jumli
mawar-mawar untuk maysarah. kenapa harus secepat ini berakhir.
Jumli
lah.... kok tamat😭
secepat ini kak😭😭😭
Jumli
di bagian ini aku tidak bisa menahan tangis🥺
walau kesal sama saga, tapi setidaknya dia menyesal🥲
Tanz>⁠.⁠<
terus kan Dania buat keluarga satu ini kena mental 😆
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!