NovelToon NovelToon
Antara Cinta Dan Perjuangan

Antara Cinta Dan Perjuangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cinta Terlarang / Cinta Murni
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Raira Megumi

Ahmad Hanafi, seorang laki-laki cerdas dan tangguh yang ikut serta dalam perjuangan memerdekaan bangsa Indonesia dari jajahan negeri asing yang telah menjajah bangsanya lebih dari 300 tahun.
Saat mengabdikan seluruh jiwa dan raganya demi bangsa yang dicintainya, ia dibenturkan pada cinta yang lain. Cinta lain yang ia miliki untuk seorang gadis cantik yang sulit ia gapai.
Rosanne Wilemina Van Dijk adalah nama gadis yang telah memporak-porandakan keyakinan Ahmad Hanafi akan cintanya pada bangsa dan negaranya.
Cintanya pada dua hal yang berbeda memberikan kebimbangan luar biasa pada diri seorang Hanafi.
Pada akhirnya, cinta siapa yang akan dipilih Hanafi? Cintanya pada bangsa Indonesia? atau pada Rosanne? atau ada wanita lain?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raira Megumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

12. Berharap

Dua jam berlalu, Rosanne masih asyik mengajari anak-anak. Setelah mengajari anak-anak membaca dan menulis, Rosanne mengajari mereka lagu berbahasa Belanda. Bukan hanya cantik, ia pun ternyata memiliki suara yang indah. Anak-anak pun terlihat bergembira bernyanyi bersama Rosanne.

Setelah lelah bernyanyi dan menari bersama, selesai juga aktivitas Rosanne bersama dengan anak-anak. Satu persatu mereka meninggalkan rumah Hanafi untuk kembali ke rumah dan membantu orangtua mereka bekerja.

“Sudah selesai?” tanya Hanafi setelah melihat murid terakhir meninggalkan teras rumah.

“Pyuh…akhirnya selesai juga.” Rosanne mengelap peluh yang bercucuran melewati wajahnya yang putih dan mulus. Ia meminta sapu tangan kepada pelayan perempuannya.

“Haus?”

“Sangat!”

Hanafi menyodorkan satu gelas air putih yang langsung ditandaskan Rosanne.

“Masih haus?” tawar Hanafi setelah melihat gelas yang sudah kosong.

“Boleh aku meminta satu gelas lagi?”

Hanafi segera mengambil gelas dari tangan Rosanne dan masuk ke dalam rumah untuk mengisi gelas Rosanne.

Rosanne kembali menghabiskan satu gelas air yang diberikan Hanafi dalam waktu singkat.

“Air yang kamu berikan terasa sangat segar. Aku harap aku bisa menikmati minuman yang disiapkan olehmu sepanjang hidupku.” Rosanne mengembalikan gelas yang sudah kosong itu ke tangan Hanafi.

“Jangan pernah berharap pada sesuatu yang tidak pasti!”

“Apa kamu tidak pernah mendengar ungkapan agar menggantungkan harapanmu setinggi langit?”

“Tidak!” jawab Hanafi singkat.

“Tuhan tidak pelit, Hanafi. Dia akan memberikan sesuatu kepada manusia yang memang meminta kepada-Nya. Aku yakin kamu pasti tahu hal tersebut.”

“Tentu saja aku memahaminya, tetapi aku sekadar mengingatkan bahwa manusia pun harus berpijak pada bumi agar ia bertahan hidup dan menyadari kapasitas dirinya sendiri. Benar, kan?”

“Hm… Kurasa ada benarnya juga. Sekarang, kita kembali ke topik pembicaraan sebelumnya.” Rosanne bersikukuh untuk meneruskan pembicaraan mereka.

“Bisakah kita mengakhiri pembicaraan yang itu?” ucap Hanafi penuh harap. Ia benar-benar tidak ingin membiarkan dirinya hanyut pada perasaan romantisme sesaat.

“Apa yang akan kamu lakukan jika aku tetap pada keyakinanku akan perasaanku kepadamu?”

“Aku tidak mengetahui perasaanmu terhadapku,” balas Hanafi.

“Aku menyukaimu. Oh, bukan hanya menyukai tapi lebih dari itu,” ungkap Rosanne.

“Aku menyukai semangatmu, Nona Rosanne. Aku menyukai sikap baikmu, khususnya sikap kepada anak-anak.”

“Hah, kau selalu begitu Hanafi. Kau selalu membelokkan arah pembicaraan kita. Aku tidak berbicara tentang perasaan suka yang itu.”

Hanafi menghelas nafas. Ia benar-benar tidak ingin terhanyut pada perasaan cinta-yang ia pikir hanya sesaat dan bisa hilang dengan sendirinya.

“Aku mencintaimu dan tidak peduli apakah kamu mencintaiku. Aku percaya pada ungkapan bahwa cinta tidak harus memiliki. Aku hanya ingin mengungkapkan apa yang ada dalam hatiku. Selama berbulan-bulan, aku menahan perasaan ini. Aku tidak ingin tersiksa dengan menahannya lebih lama,” ungkap Rosanne lega. Ya, ia lega karena telah melepaskan sesuatu yang selama ini menghimpit dadanya hingga terasa sesak.

“Aku pun mencintaimu,” ungkap Hanafi dalam hati. Ia hanya sanggup mengungkapkan rasa sayang dan cintanya pada Rosanne dalam hatinya saja.

“Nona Rosanne, bisakah kita tidak membahas sesuatu yang tidak terlalu penting dan aku pikir apa yang kita rasakan tidak akan memiliki masa depan?”

“Kenapa kamu bilang kalau perasaan kita masing-masing tidak penting dan tidak memiliki masa depan? Dan satu lagi, aku tidak suka kau memanggilku dengan menambahkan kata nona. Bisakah kau memanggilku Rosanne atau Anne atau nama apapun yang kau inginkan asalkan kau tidak memanggilku nona.”

“Sebutan nona sebelum namamu bermakna kalau aku menghormatimu. Kenapa kau tidak mau dipanggil nona olehku?”

“Aku ingin kau memanggilku dengan lebih intim. Bisakah?”

“Entahlah,” Hanafi merasa sulit mengendalikan diri jika berhadapan dengan Rosanne. Ia harus mengeluarkan energi yang cukup besar agar dirinya tetap waras saat berhadapan dan mengobrol dengan Rosanne. Jantungnya pun selalu berdegup tidak biasa sehingga harus bekerja cukup berat. Ia merasa lelah dengan semua perasaan yang tidak sanggup diungkapkan.

Begitupun dengan Rosanne. Setiap bertemu dan mengobrol dengan Hanafi, jantungnya pasti berdegup lebih cepat. Sampai-sampai ia merasa ketakutan sendiri jika suara detakan jantungnya terdengar oleh Hanafi. Rosanne memang lebih ekspresif dalam menunjukkan perasaannya, tetapi apa yang terlihat dari diri Rosanne hanyalah setengah dari hasrat cintanya pada Hanafi. Seperti perempuan barat lainnya, tentu saja ia ingin mengekspresikan rasa sayangnya dengan melakukan sentuhan kulit. Tentu saja ia ingin jalan-jalan di taman kota sambil bergandengan tangan dengan Hanafi. Namun, sikap Hanafi yang menjaga jarak tidak memungkinkan Rosanne untuk bertindak lebih jauh.

Rosanne sering melihat para laki-laki yang mencium tangan perempuan terkasihnya dengan takjim. Setiap kali ia dan Marco bertemu, laki-laki itu pun selalu mencium punggung tangannya. Ia ingin Hanafi pun melakukan hal yang sama seperti Marco memperlakukan dirinya, tetapi Hanafi adalah lelaki yang berbeda. Ia tidak akan pernah mau menyentuh perempuan. Jangankan menyentuh, untuk berdekatan saja, Hanafi terlihat jengah. Rosanne tidak mengerti dengan sikap yang ditunjukkan oleh laki-laki itu.

Jika memang semua laki-laki pribumi seperti Hanafi tidak pernah bersentuhan dengan perempuan, ia mungkin akan menganggap sikap Hanafi itu biasa. Namun, seringkali ia melihat bangsawan laki-laki dari kalangan pribumi tidak bersikap seperti Hanafi. Ia sering melihat mereka menari bersama perempuan dan tentu saja menyentuh kulit perempuan.

“Kalau memang sulit untuk memanggilku dengan panggilan yang lebih intim, bisakah kau menghilangkan kata nona saat memanggilku.”

Hanafi berpikir sesaat.

“Baiklah, aku akan memanggilmu Rosanne. Kuharap kau tidak meminta lebih dari ini.”

“Terima kasih, minj lief.”

“Boleh aku bertanya apa arti dari minj lief?”

“Bisakah aku tetap memanggilmu minj lief jika kau mengetahu artinya?”

“Entahlah. Aku tidak bisa memberikan jawaban sebelum aku memahaminya.”

“Ah, aku khawatir kau tidak akan menerimanya jika mengetahui artinya. Biarlah aku memanggilmu demikian.”

“Terserah padamu saja.” Hanafi akhirnya menyerah untuk mengetahui arti dari panggilan Rosanne padanya, minj lief. Ia cukup yakin artinya tidak buruk-tidak mungkin Rosanne memberikan panggilan buruk kepada laki-laki yang ia cintai. Laki-laki yang Rosanne cintai? Ah, Hanafi menggelengkan kepalanya cepat untuk mengusir lintasan yang hadir dalam otaknya. Sepertinya, Hanafi semakin kesulitan untuk mengontrol hasratnya.

Rosanne merasa bahagia menikmati suasana siang menjelang sore bersama dengan kekasih hatinya. Setelah menikmati beberapa gelas kesegaran air tawar, Rosanne meminta Hanafi untuk membuatkan secangkir teh, lalu menyuruh pelayannya untuk mengambilkan kue kering yang sudah disiapkannya.

Hanafi tidak menyadari bahwa sejak kedatangannya, pelayan Rosanne menjinjing keranjang berisi kue kering buatan nona mudanya.

“Sebaiknya kau membuat dua cangkir teh, Hanafi. Satu cangkir untukku dan satu cangkir untukmu.”

“Apa pelayanmu tidak membutuhkan minum teh?”

“Oh, dia tidak terbiasa minum teh,” jawab Rosanne sedikit tidak suka dengan pertanyaan Hanafi.

“Kamu mau minum teh?” tanya Hanafi pada pelayan perempuan Rosanne.

Mendengar pertanyaan Hanafi yang tiba-tiba, pelayan itu tergagap. Ia sangat menyadari nona mudanya sangat menyukai Hanafi hingga ia merasa khawatir nona mudanya akan marah mendengar Hanafi menawarinya minum teh.

“Eh, tidak Tuan. Seperti yang Nona Rosanne katakan, saya tidak suka minum teh.”

“Kalau begitu, saya akan ambilkan minum air tawar saja untukmu.”

Pelayan itu tidak berani menatap langsung Hanafi. Kepalanya semakin menunduk menyembunyikan wajah perempuan pribumi yang ayu.

“Kalian tunggu sebentar, saya akan menyiapkan secangkir teh untuk Nona Rosanne dan segelas air tawar untukmu. Sebaiknya kamu duduk di kursi itu daripada berdiri terus.  Kamu pasti pegal dari tadi berdiri terus menerus.” Hanafi menunjuk ke arah kursi rotan di sebelah Rosanne.

“Terima kasih, Tuan Hanafi,” jawab pelayan itu lirih. Pelayan perempuan yang Rosanne bawa hari itu adalah pelayan yang baru bekerja selama beberapa hari saja. Edward memang memiliki beberapa orang pelayan perempuan yang memang khusus disiapkan untuk melayani Rosanne.

Rosanne menyukai pelayan-pelayan perempuan lainnya kecuali pelayan perempuan yang hari ini ia bawa. Menurutnya, pelayan perempuan itu terlalu cantik dan ekpresif-yang tidak segan-segan memberikan senyuman manis pada laki-laki. Bukan satu atau dua kali Rosanne memergoki pelayannya itu mencuri pandang pada Hanafi dan baru menunduk saat Rosanne memberikan tatapan tajam padanya.

Rosanne semakin tidak suka saat Hanafi menawarkan dan bahkan mengambilkan air minum untuk pelayannya. Ia merasa sangat cemburu dengan perlakuan Hanafi pada pelayan barunya. Apakah karena pelayan itu cantik sehingga Hanafi bersikap tidak biasa. Ah, rasa cemburu mulai menggoda hati Rosanne.

********

to be continued...

1
Nurgusnawati Nunung
Hanafi mulai berubah, jd luluh
Nurgusnawati Nunung
Hanafi orang yang tegas..
Nurgusnawati Nunung
hadir...
Anna Kusbandiana
lanjut ya, thor...👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!