Dikhianati oleh dua orang yang paling ia percayai—tunangannya dan adiknya sendiri—Aluna Kirana kehilangan semua alasan untuk tetap hidup. Di tengah malam yang basah oleh hujan dan luka yang tak bisa diseka, ia berdiri di tepi jembatan sungai, siap menyerahkan segalanya pada arus yang tak berperasaan.
Namun takdir punya rencana lain.
Zayyan Raksa Pradipta, seorang pemadam kebakaran muda yang dikenal pemberani, tak sengaja melintasi jembatan itu saat melihat sosok wanita yang hendak melompat. Di tengah deras hujan dan desakan waktu, ia menyelamatkan Aluna—bukan hanya dari maut, tapi dari kehancuran dirinya sendiri.
Pertemuan mereka menjadi awal dari kisah yang tak pernah mereka bayangkan. Dua jiwa yang sama-sama terbakar luka, saling menemukan arti hidup di tengah kepedihan. Zayyan, yang menyimpan rahasia besar dari masa lalunya, mulai membuka hati. Sedangkan Aluna, perlahan belajar berdiri kembali—bukan karena cinta, tapi karena seseorang yang mengajarkannya bahwa ia pantas dicintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Perdebatan itu memanas. Niko mendekat, marah, wajahnya memerah. "Kau pikir kau bisa menolak ku sekarang hanya karena butik kecil ini dan penampilanmu yang lebih baik? Kau masih Aluna yang sama di mataku. Dan aku tahu, jauh dalam dirimu, kau masih menginginkanku."
"Keluar dari tempatku sebelum aku memanggil keamanan," ancam Aluna, mundur beberapa langkah dari Niko, tapi Niko tidak bergeming.
Dalam hitungan detik, sesuatu dalam diri Niko meledak. Ia menarik tangan Aluna dengan kasar dan mendesaknya ke dinding. Aluna menjerit, berusaha menepis tubuh pria itu yang kini berdiri terlalu dekat, napasnya kasar, matanya dipenuhi hasrat dan kekuasaan.
"Lepaskan aku! Niko, apakah kau sudah gila?!"
"Kau milikku, Aluna. Aku tidak peduli dengan siapa kau sekarang. Aku tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja!"
Tubuh Aluna menggigil, tangannya menahan dada Niko agar tidak mendekat lebih jauh. Tapi kekuatan fisiknya tak sebanding. Air mata mulai membasahi pipinya, bukan karena takut, tapi karena marah dan jijik. Saat itu pula, pintu butik terbuka keras.
"NIKO!"
Suara itu menggelegar, seperti petir yang membelah langit senja. Zayyan berdiri di ambang pintu, matanya menyala seperti bara api yang siap membakar. Dalam sekejap, tubuhnya melesat ke arah Niko.
Tanpa aba-aba, tinju pertama melayang ke rahang Niko, membuat pria itu terlempar ke lantai. Aluna terhuyung, segera disambut oleh tangan Zayyan yang menggenggamnya erat.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Zayyan cepat, suaranya gemetar karena emosi.
Aluna mengangguk, napasnya masih tersengal. Zayyan menoleh lagi pada Niko yang berusaha bangkit, namun kali ini, tidak ada belas kasihan di matanya.
"Berani beraninya kau menyentuh Aluna seperti itu. Kau pikir kau siapa?!"
Tinju kedua menghantam perut Niko. Ketiga mengenai pipi kirinya. Niko terbatuk, mencoba melawan, tapi Zayyan jauh lebih kuat. Emosinya seperti samudra yang pecah, dan setiap pukulan yang ia layangkan adalah bentuk kemarahan yang selama ini ia simpan.
"Dia bukan milikmu! Dia bukan boneka yang bisa kau permainkan sesuka hatimu!"
Satu pukulan lagi dan Niko tersungkur, darah mengalir dari sudut bibirnya. Aluna memegang lengan Zayyan, mencoba untuk menahannya agar tidak memukul Niko lebih banyak lagi.
"Cukup, Zayyan... Tolong... aku tidak apa-apa sekarang. Sudah cukup." tangis Aluna dengan suaranya yang bergetar.
Zayyan berhenti. Bahunya naik turun. Tangannya mengepal, tapi ia menahan diri. Matanya masih menatap Niko dengan penuh amarah.
"Jika kau menyentuhnya lagi, Niko... Aku bersumpah, kau tidak akan bisa berdiri lagi."
Niko terdiam, tubuhnya gemetar. Ia tahu, ia kalah. Bukan hanya secara fisik, tapi dalam segalanya.
Zayyan membawa Aluna menjauh, meraih jaketnya dan memakaikannya di pundak gadis itu. Mereka meninggalkan Niko di sana, di tengah butik yang kini sunyi tapi penuh dengan luka baru yang ditinggalkan oleh masa lalu.
Saat keluar dari butik, angin malam menyapa mereka. Aluna bersandar di bahu Zayyan, air matanya jatuh tanpa suara.
"Kau aman sekarang," bisik Zayyan. "Aku di sini. Selalu di sini."
Dan dalam keheningan malam itu, meski tubuh Aluna masih gemetar, hatinya tahu—bahwa untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia benar-benar tidak sendiri.
Malam mungkin membawa kegelapan, tapi di sisi Zayyan, Aluna mulai melihat cahaya kecil yang perlahan menjelma harapan. Harapan bahwa masa lalu tak akan pernah lagi mengendalikan hidupnya. Harapan bahwa cinta yang tulus, tak akan pernah menyakitinya seperti dulu.
itu sakitnya double
bdw tetap semangat/Determined//Determined//Determined//Determined/