Elina adalah seorang pengacara muda handal. Di usianya yang terbilang masih muda, dia sudah berhasil menyelesaikan banyak kasus penting di karirnya yang baru seumur jagung.
Demi dedikasinya sebagai seorang pengacara yang membela kebenaran, tak jarang wanita itu menghadapi bahaya ketika menyingkap sebuah kasus.
Namun kehidupan percintaannya tidak berbanding lurus dengan karirnya. Wanita itu cukup sulit melabuhkan hati pada dua pria yang mendekatinya. Seorang Jaksa muda dan juga mentor sekaligus atasannya di kantor.
Siapakah yang menjadi pilihan hati Elina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siap Melawan
“Kami takut. Pak Yasa itu orang berkuasa.”
“Kalau saya membantu kalian, apa kalian bersedia melaporkannya?”
Untuk sesaat Dania dan Hera hanya terdiam. Kedua wanita itu saling memandang satu sama lain. Kemudian mereka melihat pada Rita. Wanita itu menganggukkan kepalanya, mencoba meyakinkan anak asuhnya. Kini Dania dan Hera melihat lagi pada Gita.
“Apa kami harus hadir dalam persidangan?”
“Tentu saja. Kamu akan dimintai keterangan oleh Jaksa, nantinya kasus akan masuk ke pengadilan dan berhadapan dengan hakim. Tapi tenang saja, saya akan mengusulkan sidang dilakukan secara tertutup. identitas kalian juga akan disembunyikan. Mungkin kasus ini akan tercium media, karena status Yasa. Tapi saya akan pastikan kalau nama dan wajah kalian tidak akan pernah tersebar ke media. Apa kalian bersedia? Yasa harus mendapatkan hukuman yang setimpal.”
“Baiklah.”
Perasaan Gita lega setelah mendengar keputusan Hera dan Dania. Sekarang dia hanya tinggal menemui saksi terakhir. Usai mendapat pernyataan keduanya dan ditanda tangani oleh mereka, Gita pun berpamitan. Mumpung waktu masih belum terlalu sore, dia akan langsung menemui Afifa.
Kediaman Afifa hanya berjarak setengah jam saja dari panti asuhan yang ditinggali Hera dan Dania. Afifa kembali tinggal dengan kedua orang tuanya setelah menyingkir ke desa untuk melahirkan anaknya. Awalnya dia ingin meninggalkan anaknya di desa. Namun wanita itu tidak tega dan memutuskan membawanya kembali ke kota.
Berbagai tudingan mampir padanya. Tidak sedikit orang yang membicarakannya. Dulu Afifa terkenal sebagai wanita baik, tidak pernah melakukan hal yang menyimpang dan selalu bersikap ramah pada siapa saja. Semua tetangga menyukainya, bahkan tak sedikit yang mengharapkan wanita itu menjadi menantunya. Namun semua itu berubah setelah Afifa memiliki anak di luar pernikahan. Gossip yang mengatakan kalau dia wanita simpanan langsung menyebar.
Afifa menulikan telinga dan tetap menjalani hidup seperti biasa walau sulit. Semua dilakukan demi anak tercinta. Arlina, nama yang diberikan Afifa untuk anaknya. Sekarang anak itu sudah berusia enam tahun, dan sudah bersekolah di Taman Kanak-kanak. Cukup sulit bagi Afifa menyekolahkan anaknya karena Arlina belum memiliki akta kelahiran sejak lahir. Namun akhirnya lewat bantuan teman ayahnya, Afifa bisa membuatkan akta untuk anaknya.
Kedatangan Gita langsung dihadiahi tatapan tak suka Afifa. Kemarin juga dia menolak mentah-mentah kedatangan Elina. Sebelum sempat wanita itu berbicara banyak, Afifa sudah menyuruhnya pulang. Sekarang pun dia akan melakukan hal serupa pada Gita.
“Afifa, tolong dengarkan saya dulu. Saya tahu kalau kamu tidak nyaman harus berhubungan kembali dengan Yasa. Tapi apa kamu tidak mau membalas perbuatannya?”
“Hidup ku sudah tenang. Tolong jangan ganggu aku lagi. Aku tidak mau menjadi saksi atau mengajukan tuntutan. Silakan kamu pergi.”
“Saya ke sini bukan untuk menjadikan mu saksi. Tanpa kamu saya sudah bisa menuntut Yasa, membuatnya membayar semua perbuatannya. Saya ke sini demi kamu dan anakmu. Agar namamu kembali bersih dan tidak ada lagi korban Yasa berikutnya. Laki-laki itu harus bertanggung jawab atas semua perbuatannya.”
“Aku tidak berminat. Aku hanya ingin menjalani kehidupan dengan tenang. Kalau kamu mau menjebloskan Yasa ke penjara, itu urusan mu. Aku tidak mau ikut campur.”
“Mama..”
Pembicaraan Gita dan Afifa terhenti ketika Arlina tiba-tiba datang. Anak itu langsung duduk di samping Afifa. Mata bulatnya memandangi Gita. Wanita yang baru pertama kali ditemuinya.
“Tante temannya Mama?”
“Iya, sayang. Nama Tante, Gita. Siapa namamu?”
“Arlina.”
“Nama yang bagus. Oh iya, kamu suka coklat? Kebetulan Tante punya coklat.”
Gita mengeluarkan coklat dari dalam tasnya. Matanya berbinar melihat coklat yang akhir-akhir ini viral di media sosial. Arlina sangat ingin mencicipi rasa coklat Dubai. Salah satu temannya di sekolah sudah ada yang pernah mencicipinya. Anak itu awalnya ingin dibelikan coklat itu pada sang Mama. Tapi saat tahu harganya mahal, dia mengurungkan niatnya.
“Ini, ambil sayang.”
Gita menyodorkan coklat di tangannya. Sejenak anak itu hanya memandangi coklat tersebut. Arlina kemudian melihat pada Afifa.
“Boleh, Ma?”
Mata Arlina begitu berharap Afifa memperbolehkannya. Senyum di wajah anak itu mengembang ketika Afifa menganggukkan kepalanya. Dia segera mengambil coklat tersebut. Setelah mengucapkan terima kasih, anak itu meninggalkan ruang tamu.
“Arlina sangat cantik dan pintar. Apa dia pernah menanyakan siapa ayahnya?”
“Aku hanya mengatakan kalau ayahnya sudah meninggal. Arlina adalah anakku, anakku!”
“Ya, dia memang anakmu. Yasa tidak pantas mendapat anak sebaik Arlina. Tapi keluarga Yasa harus tahu.”
“Untuk apa? Supaya aku mendapat penghinaan? Atau agar mereka bisa mengambil Arlina?”
“Bukan. Supaya istri dan kedua anaknya tahu kalau mereka memiliki saudara perempuan. Kamu pasti tahu kalau kedua anak Yasa itu laki-laki. Jangan sampai mereka memiliki perasaan suka saat dewasa nanti, karena bagaimana pun mereka masih memiliki hubungan darah. Selain itu, Yasa harus dihentikan. Apa kamu tahu siapa korbannya belakangan ini? Dalam waktu setahun dia sudah membuat tiga perempuan muda kehilangan masa depannya. Lira, usianya baru 20 tahun saat Yasa melecehkannya. Lalu ada Dania dan Hera, mereka baru 17 tahun. Bayangkan betapa hancurnya hidup mereka. Penderitaan yang kamu rasakan, sama seperti mereka. Yasa harus mendapat balasannya. Dia harus dilaporkan ke polisi. Pria itu harus di penjara. Aku harap kamu mau mempertimbangkan ucapan ku.”
“Aku tidak mau berjuang untuk hal yang sia-sia. Kamu tahu benar siapa Yasa. Dia pasti akan lolos dengan mudah.”
“Di atas langit masih ada langit. Percayalah keadilan bisa ditegakkan. Aku berjanji padamu akan berusaha sekuat tenaga untuk membuat Yasa membayar semua perbuatannya.”
“Apa yang harus kulakukan?”
“Untuk sekarang, kamu hanya perlu membuat pernyataan tertulis dan ditanda tangani olehmu. Kesaksian mu akan kuberikan pada orang yang berwenang. Nanti mungkin pihak pengadilan akan menyuruhmu melakukan tes DNA, apa kamu bersedia?”
“Tentu saja.”
“Terima kasih, Afifa. Saya sangat menghargai keberanian mu.”
Gita meraih tangan Afifa lalu menggenggamnya. Afifa hanya melemparkan senyum tipis. Walau masih merasa ragu, namun tak ada salahnya untuk mencoba. Siapa tahu Yasa benar-benar bisa mendapatkan hukuman setimpal. Agar tidak ada lagi korban seperti dirinya di masa mendatang.
***
Pukul lima lebih sepuluh menit, Elina sudah berada di café yang ada di seberang PT. Alam Persada. Dia akan menemui Firda, rekan Rida saat magang di kantor tersebut. Firda adalah salah satu dari dua pemagang yang direkrut sebagai pegawai tetap. Elina perlu bertemu dengan wanita itu dan semoga saja Firda bisa memberikan keterangan yang bisa membantu Rida.
Dari arah pintu, nampak Firda memasuki café. Elina langsung melambaikan tangannya pada wanita itu. Firda segera menuju meja yang ditempati Elina.
“Ibu Elina?” tanya Firda.
“Ya. Dengan Firda?”
Elina mengulurkan tangannya yang langsung dibalas oleh Firda. Wanita itu kemudian melambaikan tangannya, memanggil sang pelayan.
“Mau minum apa?”
“Iced moccachino saja.”
“Saya pesan iced vanila latte,” ujar Elina.
Setelah mencatat pesanan keduanya, sang pelayan segera meninggalkan meja mereka. Tanpa menunggu lama, Elina langsung memperkenalkan dirinya. Wanita itu juga mengatakan tujuannya mengajak bertemu sore ini.
“Apa kamu mengenal Rida?”
“Ya, saya dan dia sama-sama magang di kantor ku sekarang.”
“Menurutmu Rida itu seperti apa?”
“Rida itu pintar dan supel. Dia banyak disukai teman-teman di kantor. Pekerjaannya juga baik dan sering mendapat pujian dari manajer HRD.”
“Apa dia sering dipanggil ke ruangan Wakil Direktur?”
“Iya, dia termasuk sering masuk ke ruangan Pak Yasa. Kadang manajer kami yang meminta, kadang Pak Yasa sendiri yang menghubunginya. Tadinya saya pikir dia yang akan diterima menjadi pegawai tetap. Tapi ternyata tidak.”
“Apa kamu tahu apa penyebabnya?”
“Entahlah.”
Firda nampak gugup ketika menjawabnya. Elina terus memperhatikan gerak-gerik Firda yang terlihat mencurigakan di matanya.
“Bagaimana dengan Kiki? Apa menurutmu dia layak diterima sebagai pegawai tetap?”
“Kalau dia diterima, berarti dia layak.”
“Menurut pendapat pribadimu, apa dia layak?”
“Tidak. Rida jauh lebih pantas yang mendapatkannya. Tapi semua keputusan kembali pada Pak Yasa bukan?”
Sadar sudah keceplosan, Firda langsung menutup mulutnya. Elina tidak langsung bertanya lagi. Dia membiarkan pelayan menaruh pesanan mereka dulu. Wanita itu menyeruput minumannya sambil terus melihat Firda yang duduk di depannya.
“Firda, apa ada yang kamu ketahui soal Rida dan Pak Yasa?”
“Ti.. tidak ada.”
“Apa kamu tahu apa yang sedang menimpa Rida sekarang?”
“Memangnya apa yang terjadi?”
“Selain tidak diterima sebagai pegawai tetap, Yasa juga mengeluarkan red notice untuknya. Dia tidak bisa bekerja di kantor mana pun. Yasa menutup akses untuk Rida membangun karirnya. Kalau pun Rida bekerja, dia hanya bisa mendapat posisi rendah. Bukan berada di belakang meja, hanya melakukan pekerjaan kasar seperti menjadi OG atau Cleaning Service. Menurutmu apakah adil kalau Rida diperlakukan seperti itu?”
“Benarkah? Apa seburuk itu keadaannya?”
“Rida tidak akan menyewa jasaku kalau dia baik-baik saja.”
Firda mengambil gelas di depannya. Dia hampir menghabiskan isi di dalamnya. Wanita itu terlihat semakin gelisah saja.
“Firda, kalau ada yang ada kamu ketahui, tolong katakan. Bantu Rida untuk mendapatkan keadilan. Aku mohon.”
Elina menyentuh tangan Firda. Sejenak wanita itu hanya terdiam. Dia tengah mempertimbangkan apa yang harus dilakukannya. Akhirnya nalurinya sebagai seorang wanita membimbingnya mengambil keputusan.
“Tiga hari sebelum masa magang berakhir, aku tahu kalau Rida mendapat telepon dari Pak Yasa. Waktu itu jam kantor sudah selesai. Aku bersiap untuk pulang. Saat itu telepon ekstensi di meja Rida berbunyi. Rida memang tidak menyebutkan nama, tapi aku yakin sekali kalau Pak Yasa yang menghubunginya. Aku berpura-pura keluar ruangan untuk pulang. Ketika Rida keluar ruangan dan menuju lift, aku bersembunyi di toilet. Aku melihat kalau Rida menuju lantai 14. Aku pun buru-buru menyusulnya. Dalam pikiranku waktu itu, aku harus mendapatkan sesuatu agar aku bisa menjadi pegawai tetap.”
Firda menjeda ceritanya. Wanita itu menarik nafas dalam sebelum melanjutkan ceritanya.
“Saat aku sampai di lantai 14, aku langsung menuju ruangan Pak Yasa. Kebetulan pintu ruangan tidak tertutup rapat. Aku pun mengambil ponsel dan diam-diam merekam apa yang terjadi di dalam. Aku melihat Pak Yasa mengusap paha Rida dan Rida terlihat tidak nyaman. Lalu dia berdiri dan pergi. Aku buru-buru bersembunyi. Aku mendengar teriakan Pak Yasa disusul suara gelas pecah. Aku tidak berani keluar karena takut ketahuan Pak Yasa. Lalu aku mendengar suara langkah kaki mendekati ruangan, terdengar pintu tertutup setelahnya. Karena penasaran, aku keluar dari persembunyian. Aku mendekati ruangan Pak Yasa lagi. Aku menempelkan telinga ke daun pintu. Sayup-sayup aku mendengar suara aneh dari dalam. Pelan-pelan aku membuka pintu yang ternyata tidak dikunci. Di dalam aku melihat Pak Yasa dan Kiki sedang berhubungan badan. Aku pun langsung pergi dari sana karena takut ketahuan.”
“Kenapa kamu diam saja?”
“Awalnya aku mau menggunakan rekaman itu untuk berjaga-jaga kalau aku tidak diterima bekerja di sana. Tapi ternyata aku berhasil menjadi pegawai tetap dan aku melupakan niatku.”
“Apa kamu masih memiliki rekamannya?”
“Iya. Untuk berjaga-jaga kalau aku dipecat secara tidak adil.”
“Boleh aku minta rekamannya? Aku membutuhkan itu untuk memenangkan kasus Rida.”
“Tapi..”
“Tenang saja. Aku tidak akan menyebutkan sumbernya. Aku hanya perlu memperlihatkan video itu saja.”
Untuk sejenak Firda masih terlihat ragu. Namun akhirnya wanita itu mengambil ponselnya. Dia segera mengirimkan rekaman tersebut pada Elina. Video berdurasi tiga puluh detik itu sudah cukup dijadikan bukti untuk memenangkan kasusnya. Senyum tersungging di wajah Elina.
***
Nah bukti udah dapat tuh, gasss😃
Belum tercerahkan akan rasa hatinya🫣🫣🫣
Untuk menebus kesalahannya terhadap Elina, Zahran di suruh menjauhi Jihan kaget kan....
Tenang tenang Elinna sebenarnya Ge sudah bucin sama kamu, cuma dia ingin memastikan lebih lagi