The Most Beautiful Revenge

Tok

Tok

Tok

Pintu kamar Serena terdengar bersuara, Arga melengguh dan menatap pesona Serena yang terlelap dalam dekapannya. Warna kemerahan nampak menghiasi sekitar leher Serena.

Arga terkekeh dan mengecup kening Serena sebelum dia bangkit dari pembaringan secara perlahan dan membuka pintu kamar, Anna nampak membawa banyak makanan dan menunduk.

"Anda sudah bangun? Ini untuk kalian, berikan istirahat yang nyaman untuk beliau." Ucap Anna dengan hormat, Arga mengangguk dan membiarkan Anna berlalu begitu saja.

Serena yang mendengar suara di kamarnya akhirnya tersadar dan menatap Arga yang saat ini tersenyum ke arahnya, Serena merasakan seluruh tubuhnya yang seolah remuk.

"Selamat pagi sayang, apa ada yang bisa aku bantu?" Senyum ceria terlihat di bibir Arga.

"A-aku ingin ke kamar mandi." Gumam Serena menyeret tubuhnya, Arga sigap dan mengangkat tubuh wanitanya itu.

.

.

.

Saat ini, Arga dan Serena telah menggunkan pakaian lengkap. Makanan yang di siapkan oleh Anna telah dingin dan senyum di bibir Arga terus merekah.

"Apa pinggang mu sakit sekali?" Arga berusaha mendekati Serena, tangan Serena langsung terangkat agar Arga tetap diam di tempatnya.

"Siapa yang membuat ku seperti ini? Kau bahkan melakukan itu di kamar mandi tanpa ampun." Umpat Serena teringat dengan kejadian sebelumnya.

"Hari ini adalah hari pernikahan kita, kenapa cemberut seperti itu?" Arga kembali menggoda Serena. Gila saja pria itu, dia malah tersenyum di saat Serena merasa kesakitan.

"Aku tidak sanggup Arga, bisakah aku hanya mengikuti sumpah saja?" Serena benar-benar tak sanggup bertahan terlalu lama.

Arga dengan cepat mengangguk setuju, dia juga menyuapi Serena dengan perlahan sebelum akhirnya pergi meninggalkan Kastil Atlan.

Di depan istana kekaisaran banyak kekacauan yang terjadi, selain pernikahan dadakan yang akan di adakan oleh Pangeran Arga, rupanya tubuh Pangeran Mahkota telah habis di makan tikus.

Ruangan yang di gunakan untuk pemakaman juga terbakar dan hangus menjadi abu, di kabarkan bila Ratu mengalami gangguan kesehatan setelah kejadian itu.

Dengan langkah penuh percayanya diri, Arga melangkah menuju ke arah di mana sang Ayah dan para mentri berada. Pembicaraan mereka seketika terhenti saat Arga berada di tengah-tengah mereka.

"Kenapa diam?" Tanya Arga menatap seluruh mentri yang bungkam, Kaisar juga nampak ketakutan.

"Aku tak perduli dengan apa yang terjadi di istana, tapi aku tidak mau bila kekacauan terjadi di acara pernikahan ku. Siang ini aku ingin melakukan segalanya dengan benar, dan kalian harus ada di sana." Arga menatap peta di hadapan para mentri.

"Kalian memang bodoh, perang akan terjadi bila jalur diplomasi terlalu murah harganya. Bila kalian tak sanggup lagi duduk di kursi kalian, maka kalian sebaiknya turun dari posisi itu." Arga menatap mereka semua yang kini menatapnya dengan kebencian.

Bendera perang memang telah berkibar dan sudah siap pertempuran, Arga juga tidak berniat melakukan upacara pernikahannya di Istana, dia hanya ingin tahu apa yang di inginkan sang Kaisar.

Ternyata sejak dulu pria tua itu masih tetap sama, Pria tua itu masih menginginkan Singgasana sebagai hidupnya. Tak Perduli itu putra atau istri, pasti akan dia korbankan asal dirinya masih bisa duduk di atas singgasana.

Arga juga harus mengungkapkan segalanya pada Serena setelah pernikahannya di gelar, dia akan menjadikan keributan itu semakin panas dan kekacauan itu akan dia buat semakin menggila.

Arga pergi setelahnya dan kembali ke kastil Atlan, sebuah pemandangan yang tak di sangka oleh Arga. Para prajurit nampak bekerja sama untuk menghias kastil.

Festival dadakan di lakukan di jalanan oleh warga desa dengan senyum dan tawa anak-anak. Sebuah kelompok juga nampak berada di sana, penampilan mereka saat ini nampak berbaur dengan warga sipil.

Para warga Barbarian nampak akur dengan warga Atlan, tak ada perbedaan status dan kekuasaan. Di tanah Atlan semuanya adalah sama, tak ada bangsawan yang harus mereka hormati karena mereka hanya punya satu pemimpin yaitu Serena.

"Karpet merahnya yang rapi, oooi!!" Teriak seorang prajurit yang membawa bunga, para penggelar karpet merah nampak tertawa.

"Bunganya yang cantik!" Teriak yang lain lagi sambil tertawa, seorang Kesatria tanpa sengaja menyenggol tubuh Arga.

"Eh? T-tuan Arga. Ah tidak, Pangeran Arga." Ucapnya menunduk di hadapan Arga, Arga terkekeh karena dia mengingat kesatria yang mengajarinya bermain pedang itu.

"Anda jangan memanggil ku seperti itu, panggil aja seperti dulu." Ucap Arga dengan senyum di bibirnya.

"Siap kapten!' Ucapnya sambil tersenyum, Arga sangat bangga pada mereka yang berada di Atlan.

Tak menyerah meski kadang kematian siap datang di setiap musimnya, meski udara dingin menyelimuti seluruh Kastil. Tapi mereka seolah terbakar semangat dan tak merasakan dinginnya cuaca Atlan.

"Lihat, Pangeran telah tiba!" Teriak seorang pelayan yang menarik Arga menuju lantai dua.

"Hei hentikan! Apa yang kalian lakukan pada kapten kami? Biarkan Tuan Arga menjadi urusan kami hari ini." Ucap seorang Kesatria yang dulu sering memberinya makan daging.

"Ayolah kapten, anda akan jadi pria paling bahagia hari ini." Ucap prajurit lainnya dengan penuh semangat membawa Arga ke sebuah kamar.

Arga memperhatikan bagaimana pakaian yang begitu banyak kini nampak berkumpul di ruangan tersebut, Arga sesungguhnya sangat terkejut dengan apa yang terlihat.

"Siapa yang mempersiapkan ini?" Tanya Arga, seorang Kesatria nampak keluar dari sebuah ruangan.

"Ini adalah milik anda, Nyonya Penguasa yang memberikan ini. Selama anda melakukan pertempuran, beliau selalu membeli barang yang bagus menurutnya. Dia selalu memberi satu barang untuk anda saat pergi keluar Kastil." Ucap Kesatria itu teringat dengan kejadian dirinya baru sampai di tanah Atlan.

Dia sediri adalah seorang pelancong pada awalnya, namun dia memiliki token sebagai seorang Kesatria. Dia juga sebenarnya adalah kesatria, tapi dia tak pernah memperlihatkan kebenaran itu pada siapapun.

Selain Serena, tak pernah ada yang dapat membuatnya tertarik hingga haris melakukan sumpah setia. Namun selama di Kastil Atlan, ternyata terjadi begitu banyak hal menarik yang menahannya untuk pergi.

Serena seolah memiliki magnet yang membuatnya terus bertahan. Dalam udara dingin yang luar biasa, Serena seolah ada di sana dan mengantarkan seluruh kota.

"AAAA! TOLOOOONG!!" Teriak seorang pelayan yang berlari tak tentu arah hingga beberapa kesatria dan prajurit datang menghampirinya.

"Anda kenapa, ada apa?" Tanya mereka merasa panik, teriak juga kian menjadi saat beberapa pelayan juga terdengar semakin histeris.

"Ada apa?" Tanya para kesatria, para pelayan nampak pucat pasi dan merasa ketakutan. Arga langsung berlari ke arah di mana asal terikan itu berasal.

"Ada apa?' Arga menghentikan seorang pelayan dan dia nampak gugup saat akan menjawab.

"Nyonya penguasa, d-dia di c-culik!!" Teriak pelayan itu terbata-bata.